LIPUTAN KHUSUS

Bumi Dipijak, Bumi Dipajak

Liputan Khusus | Minggu, 18 Oktober 2015 - 12:52 WIB

Bumi Dipijak, Bumi Dipajak

Setiap daerah berhak mengatur pembayaran pajak bumi dan bangunan. Setiap warga juga wajib mengikuti  aturan itu. Harusnyalah kebijakan tidak memberatkan. Benarkah demikian? Bagaimana dengan kebijakan pajak bumi dan bangunan di Kota Pekanbaru?

RIAUPOS.CO - ADA yang beda tahun ini. Pemerintah Kota Pekanbaru telah menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan sudah diterapkan sejak awal tahun lalu. Banyak sebab yang mendasari kenaikan tarif tersebut. Perkembangan Kota Pekanbaru saat ini menjadi salah satu alasan paling utama. Perkembangan itu menyebabkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) naik berkali-kali lipat, khususnya di kawasan perkotaan.

Baca Juga :Drainase Pasar Induk Harus Segera Dibangun

Perkembangan Kota Pekanbaru saat ini jauh lebih maju dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Misalnya, Jalan Sudirman. Ruas jalan utama Kota Pekanbaru ini berkembang pesat. Apalagi dibandingkan tempo dulu. Jalan ini sudah menjadi pusat bisnis, perkantoran, perbankan dan perdagangan sehingga pertumbuhan ekonomi di sini berkembang maju.

Kebijakan kenaikan pajak cukup mengejutkan. Apalagi, awal tahun lalu muncul kabar dari Kementerian Agraria kalau justru PBB akan dihapuskan, khususnya untuk masyarakat kurang mampu. Hal ini jugalah yang membuat banyak masyarakat bertanya-tanya, mengapa PBB di Pekanbaru justru dinaikkan.

Ridwan (40) misalnya. Warga Jalan Manggis II, Kelurahan Tangkerang Timur, Kecamatan Marpoyan Damai, mengaku sangat terkejut saat membayar PBB di kantor Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) akhir bulan lalu. Jika biasanya ia hanya membayar PBB Rp400 ribu, tahun ini ia harus membayar Rp1,2 juta. Ridwan bolak-balik mempertanyakan sebab kenaikan tersebut. Jawabnya satu; NJOP tanah yang ditempatinya sudah tinggi sesuai dengan zona kawasannya.

Padahal, kata Ridwan, rumah yang ditempatinya bukan rumah toko (ruko) atau tempat bisnis, hanya rumah biasa. Memang rumahnya tidak jauh dari Jalan Tuanku Tambusai, tapi berada di kawasan belakang ruko Jalan Tuanku Tambusai. Ridwan sempat menunda pembayaran beberapa hari. Tapi takut denda, akhirnya Ridwan membayar pajak yang dikenakan kepadanya seperti yang telah ditetapkan Dispenda.

Bukan hanya Ridwan, banyak warga lain yang bernasib sama. Juriah (45) juga begitu. Warga yang tinggal di Jalan Markisah ini juga harus membayar PBB berkali-kali lipat. Meski letak tanah milik keluarganya itu berada di Jalan Markisah, tapi tidak jauh dari Jalan Sudirman. Hanya beberapa meter saja. Inilah alasan yang disampaikan Dispenda kepadanya saat mempertanyakan kenaikan tersebut. Sama dengan Ridwan, karena takut denda, Juriah juga harus membayar pajak tersebut.

Berbeda dengan Lastri. Warga Palas, Kecamatan Rumbai ini justru mempertanyakan kenapa pajak yang dibayarkan tahun ini jauh lebih rendah dari sebelumnya. Jika biasanya Lastri membayar Rp80 ribu, sekarang ia hanya membayar sekitar Rp50 ribu. Lastri tidak bertanya kepada petugas. Dengan senang hati, ia langsung membayar pajak tersebut.

‘’Saya tidak bertanya kenapa harus bayar pajak lebih murah. Ya karena lebih murah, saya bayar saja. Syukurlah. Kalau bisa seperti ini terus bayarnya. Tidak mahal. Jauh-jauh saya dari Rumbai ke sini,’’ katanya usai membayar pajak di kantor Dispenda Pekanbaru, Jumat lalu.

Jalan Sudirman menjadi zona pembayaran PBB paling tinggi dibandingkan zona lainnya. Tapi, tidak semuanya sama. Terbagi dari banyak blok. Tergantung kawasan atau lingkungan di satu blok tersebut. Blok perdagangan akan berbeda dengan blok perkantoran. Berbeda pula dengan blok jalan fly over dan sebagainya.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook