PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Menjadi penghobi olahraga lari pada dasarnya mudah sekali bagi pemula. Cukup dengan niat yang kuat dan konsisten. Namun, pelari pemula juga harus tahu batasan kemampuan tanpa perlu memaksakan diri.
Founder Komunitas lari Liburun kepada Riau Pos, Sabtu (10/9) mengatakan, lari pada dasarnya adalah olahraga yang paling mudah untuk dilakukan. "Cuma butuh niat dan bawa sepatu saja . Kalau yang lain kan minimal butuh prepare dan gear (alat, red),” ucapnya.
Jika rutin dilakukan lari bisa meningkatkan endurance atau daya tahan tubuh. Dampaknya, bisa melakukan aktivitas berat tapi tidak sesak nafas. Kemudian, jika konsisten dilakukan, lari juga bisa menjadi jalan yang ampuh bagi mereka yang ingin menurunkan berat badan. "Kalori yang terbakar lumayan. Lari 1 jam membakar sekitar 600 - 700 kalori. Sama dengan satu setengah piring makan. Satu jam sehari lari dengan pola makan normal bisa kurus itu,” kata Ridho.
Untuk pemula, Ridho menyarankan, hal pertama yang harus disiapkan jika ingin rutin lari adalah sepatu. "Kalau beli sepatu, harus dilebihkan 1 cm di depannya. Karena kecenderungan nya kita lari menggunakan kaki depan, kaki tersorong ke depan. Kalau di atas 5 km bisa lecet kalau tidak dilebihkan,” tuturnya.
Sepatu untuk lari dengan sepatu kets biasanya berbeda. Sepatu lari memiliki sol yang lebih empuk. "Pilih sepatu yang pakai tali. Karena pelari yang tahu ikatan yang nyaman seperti apa. Ikatan sepatu pun harus penuh sampai ke atas. Biar tidak bergeser posisi kaki,” terangnya.
Sepatu lari bersol tebal biasanya digunakan untuk lari jarak jauh di atas 10 kilometer. Sementara yang memiliki sol tipis digunakan untuk untuk lari jarak pendek. "Sepatu sol tebal biasanya untuk long run (lari jarak jauh) di atas 10 km. Yang agak tipis untuk speed 5 km saja. Dua-duanya ada, " jelasnya.
Yang paling penting pula, ikuti detak jantung. Jangan lari melebihi kemampuan. Untuk ini, salah satu cara mengukurnya adalah berlari sambil bicara. Kecepatan yang cocok bagi pelari itu adalah yang tidak terengah-engah ngomong-nya. "Itu pace yang cocok. Jangan dipaksa. Jangan sampai over, resikonya bisa kolaps dan kena serangan jantung. Lari itu know your limit, ketahui batasan mu. Bukan push your limit. Bukan ditekan untuk melebihi limit,” tegas Ridho.
Untuk lari, pelari sebaiknya memilih pakaian yang dirasa nyaman. Baik memakai celana pendek atau celana training bukan masalah. "Pilih yang paling nyaman dipakai. Ada juga teknologi compression untuk membungkus paha agar tidak cepat pegal. Ini biasanya untuk long run. Juga utk mengurangi gesekan,” urainya.
Agar semangat menekuni hobi lari, pemula disarankan Ridho untuk berlari dengan rekan dan berkelompok. "Kemudian kalau lari di jalan raya, disarankan lari melawan arah. Agar tampak lawan di depan,” ucapnya mengingatkan.
Untuk awal, lari dapat dilakukan boleh pemula 30 menit setiap harinya. Waktu terbaik untuk lari adalah di pagi hari. Karena udara paling segar itu pagi. Sore boleh juga karena tidak panas dan ini bagi yang tidak bisa pagi. Kalau lari siang harus cukup hidrasinya.
"Kalau lari juga tiap 3 kilometer wajib minum,” imbuhnya.
Berolahraga pada masa pandemi Covid-19 bisa meningkatkan imunitas tubuh. Agar kekuatan fisik dapat selalu terjaga, olahraga jadi solusinya. Namun bagi masyarakat, adaptasi kebiasaan baru dalam berolahraga juga wajib diterapkan. Utamanya yaitu menerapkan protokol kesehatan dan menjaga intensitas olahraga itu sendiri.
"Protokol kesehatan itu wajib, dan olahraga pada masa pandemi ini mesti memperhatikan intensitas, kondisi fisik dan manajemen risikonya,” kata Dokter Spesialis Olahraga dr Miftah Azrin kepada Riau Pos.
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Riau ini melanjutkan, olahraga pada masa pandemi harus mampu menyesuaikan dengan protokol kesehatan. "Dengan olahraga kita dapat menjaga imunitas, olahraga di era pandemi memang agak berisiko. Tapi tentu ada aturannya, mesti ikuti protokol kesehatan dan intensitas olahraga itu sendiri dijaga. Jangan olahraga yang terlalu berat,” sarannya.
Menurut alumni Fakultas Kedokteran Unand ini, risiko-risiko olahraga di tengah pandemi mesti selalu diperhatikan. Seperti, olahraga yang sifatnya beramai-ramai itu tidak disarankan. "Joging, itu bisa ya, tapi dijarak 10 meter. Jadi kalau batuk dan sebagainya kita tidak terkena percikan (droplet) dari orang lain,” jelasnya.
Intinya dia menekankan olahraga itu tidak masalah. Justru malah bagus di tengah pandemi. "Namun tetap memperhatikan banyak hal, terutama manajemen risiko. Kalau bisa bersama keluarga saja, risikonya sedang, kalau ramai-ramai tentu berbahaya,” singkatnya.(ali)