SETAHUN PANDEMI COVID-19

Bangkit Dari Krisis Pandemi

Liputan Khusus | Rabu, 17 Maret 2021 - 10:00 WIB

Bangkit Dari Krisis Pandemi

Kedua, sejumlah perusahaan melakukan konsolidasi dan transformasi model bisnis. Dengan demikian, mereka mampu bertahan di tengah impitan lesunya ekonom ini. Ketiga, secara kolektif melalui Kadin, para pengusaha mendorong pemerintah perlu menggenjot penyaluran bantuan dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) dan realisasi belanja negara dan daerah.

Keempat, melakukan pengembangan produk dan pemasaran, termasuk mengoptimalkan pemasaran daring.


Kebijakan pemerintah yang diharapkan pengusaha untuk memulihkan perekonomian sebutnya. Pertama meneruskan dan memperketat realisasi penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) untuk rumah tangga terdampak, pelaku UMKM, dan karyawan berpenghasilan rendah sehingga menggerakkan daya beli masyarakat.

Kedua, memperkuat realisasi program pemulihan ekonomi  nasional (PEN) melalui antara lain relaksasi kredit pembiayaan perbankan, relaksasi pajak PPN bagi pengusaha, menyederhanakan dan memberikan kemudahaan proses atau prosedur  investasi baru, serta menguatkan fasilitasi pembiayaan ekspor khususnya bagi produk produk UMKM. Ketiga, memperkuat sosialisasi dan fasilitasi program membeli produk-produk lokal.

Okupansi Hotel Sudah 50 Persen
Dampak pandemi Covid-19 bagi hotel dan restoran dinilai cukup besar. Namun setelah tidak diberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan diberlakukannya new normal, serta pemberlakuan protokol kesehatan secara ketat oleh PHRI, aktivitasnya makin hari makin  menggeliat. Bahkan saat ini okupansi (tingkat hunian hotel) sudah mencapai angka 50 persen.

Menurut Ketua Badan Pengurus Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (BPD PHRI) Provinsi Riau periode 2018-2023 Ir Nofrizal MM, menggeliatnya usaha hotel dan restoran tidak  tidak terlepas dari kehidupan bisnis, kantor, kedinasan yang tetap berjalan.

"Awal dulunya tingkat okupansinya 20-30 persen. Kini sudah mencapai di angka 50 persen walaupun itu tidak semuanya. Cuma kalau untuk hotel sampai hari ini boleh dikatakan masih bisa bertahan tidak sampai seperti di Jawa yang sampai tutup," sebut Nofizal, Kamis (11/3).

Owner Resti Menara Hotel itu mengakui jika di awal-awal pandemi, ada sebagian hotel yang nyaris berhenti beroperasi karena  tingkat okupansinya di bawah 20 persen.

"Tapi sekarang sudah mulai berjalan kembali," sebutnya seraya mengakui tidak semua hotel dan restoran itu anggota PHRI. Untuk hotel berjumlah sekitar 120, sementara  restoran tidak ada data pasti karena banyak yang tidak memberi laporan.

Bagaimana usaha hotel dan restoran ini mampu bertahan? Menurut Nofrizal, ada beberapa alasan. Pertama, mengikuti aturan pemerintah daerah menerapkan protokol kesehatan (prokes). Prokes ini interaksi antarpegawai, pegawai dengan konsumen, konsumen dengan konsumen. Pemberlakuan prokes terhadap perlengkapan untuk fasilitas hotel dan restoran seperti menggunakan alat-alat makan yang sudah standar prokes.  "Penyajiannya itu jadi salah satu syarat meningkatkan kepercayaan masyarakat," sebutnya.

Kedua, Pekanbaru itu bukan daerah bisnis wisata tapi jasa seluruh pelaku bisnis jasa di Riau ini bertransaksi di Pekanbaru, Sehingga tidak terlalu berimbas besar seperti di Jawa. Mereka murni untuk kunjungan wisata.

Ketiga, dalam penerapan kegiatan pemerintahan antarpemda seperti Riau, Sumbar, Sumut, Jambi mereka tidak perlu jauh-jauh lagi ke Jawa karena Jawa yang sedang memberlakukan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro. Mereka cukup datang ke daerah tetangga, menginap di hotel, makan di restoran dan kafe sehingga hotel dan restoran tetap jalan.

"Ini bisa dilihat kafe-kafe ramai kalau malam walau tidak sampai larut malam. Tapi mereka menyediakan makanan yang cukup bagi tamu-tamu yang datang," ujarnya.

Wakil Ketua DPRD Kota Pekanbaru itu menuturkan, pihaknya  pernah berdialog dengan Bank Indonesia (BI) dalam rangka menggali informasi dari pihak hotel dan restoran. Di sana terungkap bahwa  kondisi Riau tidak separah di daerah lain seperti di Jawa. Mereka melihat adanya peningkatan transaksi. Ini juga dirasakan Bank Indonesia (BI) karena Bank Indonesia merupakan lalu lintasnya perbankan.

"Mereka tahu berapa  transaksi perbankan di Riau," sebutnya.

Ia mengakui jika pihaknya ada melakukan kebijakan merumahkan karyawan. Tapi itu dalam proses untuk mereka kembali bekerja karena pertumbuhannya masih minus secara global. "Tapi yang jelas untuk usaha hotel dan restoran sudah mulai menggeliat di atas usaha yang lain. Karena melihat pertumbuhan ekonomi itu kan salah satunya tingkat pendapatan hotel dan restoran," terangnya.

Apa saja bantuan pemerintah yang didapat PHRI dalam menghadapi pandemi ini?  Nofrizal mengakui jika pelaku hotel dan restoran ini juga mendapat bantuan langsung tunai dari pemerintah pusat. Pekanbaru  mendapat Rp22 miliar. Ini dibagi 70 persen untuk pelaku usaha, 30 persen untuk pemerintah.

"Itu kan dibagikan berdasarkan setoran pajak yang bayarkan untuk pemerintah. Walau sedikit tapi itu kan lumayan," ujarnya.

Selain itu, relaksasi penjadwalan pembayaran pajak. Kalau di perbankan, penjadwalan ulang pembayaran cicilan, diperpanjang tenornya. Beban bunganya dibayar. Kalau dari pemerintah tidak mengenakan denda pajak sehingga keterlambatan bayar pajak tidak dikenakan denda.

Dia berharap ke depan, agar pandemi ini cepat berlalu dengan  pemberian vaksinasi bagi pelaku usaha hotel dan restoran.  Kalau ini tidak segera diberikan bisa-bisa, nanti kalau misalnya ada pegawai ada yang kena, akan berefek pada tingkat hunian dan bisnis itu sendiri. Pihaknya mengaku sudah menghimpun data pekerja, bahkan sudah ada yang disampaikan ke pemerintah.

Alihkan Bisnis ke Bidang Lain
Pandemi Covid-19 memengaruhi berbagai sektor kehidupan. Ini juga dirasakan para pengusaha biro perjalanan wisata atau travel agency yang tergabung dalam Association of Indonesia Tour and Travel Agency (Asita). Sejumlah negara menutup diri dari wisatawan. Kondisi ini membuat travel agency kelimpungan.

Hal ini diakui Wakil Ketua Bidang Kelembagaan dan Pemerintah DPP Asita yang juga mantan Ketua DPD Asita Riau periode 2016-2020 Dede Firmansyah. "Memang sangat berdampak. Awal maret pandemi pas pula tiga bulan di awal ada pemberlakuan PSBB. Ini berdampak luar biasa. Pendapatan stagnan," sebut Dede saat dihubungi Riau Pos, Kamis (11/3).

Ia bahkan mengakui akibat pandemi ini, sebagian perusahaan ada yang mengalihkan bisnisnya ke bidang lain seperti fashion dan kuliner. Saat ditanya apa ada anggota Asita yang gulung tikar, ia mengakui jika ada anggota Asita yang tidak beroperasi.  "Namun data pasti kita belum tahu," ujarnya.

Pemilik biro perjalanan Butik Tours itu mengakui kurangnya minat masyarakat berwisata terutama ke Pulau Jawa. Ini diperparah lagi di Jawa ada kebijakan ASN dilarang ke luar kota. Menurutnya, kalau masyarakat patuh dengan protokol kesehatan silakan saja berwisata. Saat ini sebutnya memang harus mengubah pola berwisata, ada 3 M (pakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan pakai sabun)  serta 3 T (tracing, testing, treatment).

"3 T ini kan dari pemerintah sekarang ada tidak petugas melakukan 3 T di destinasi wisata. Apa ada setiap destinasi wisata melakukan pengukuran suhu tubuh," ujarnya bertanya.

Kalau mau pemerintah, terutama kabupaten/kota menerapkan aturan bagi wisatawan surat keterangan negatif Covid-19. Ke mana-mana membawa itu. Saling mengingatkan. Ia berpendapat agar sektor pariwisata ini menggeliat, kabupaten/kota harus saling bersinergi dalam mempromosikan destinasi wisata serta mempunyai magnet yang kuat untuk berwisata. Kalau ada kerja sama antarpemkab terutama di Riau akan lebih baik.

"Dulu ada program yang dinamakan Pekansikawan. Kemarin Wali Kota Pekanbaru menjalin kerja sama dengan Bupati Pariaman. Mengapa tidak kerja sama dengan daerah di Riau," sebutnya.

Ia mencontohkan Makassar yang sukses menerapkan kerja sama antarkabupaten/kota. Suatu daerah tidak akan mengirim keperluan pokoknya keluar provinsi sebelum terpenuhi keperluan di setiap kabupaten/kotanya.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook