Untuk pemanduan pendakian gunung, secara garis besar ada dua pola yang digunakan yakni, pertama adalah open trip, membuka paket pendakian untuk masyarakat umum dengan biaya yang ditentukan per orangnya. Kedua, adalah private trip yakni pendamping pendakian khusus untuk satu kelompok saja.
Sebagai sebuah profesi, pemandu gunung kata pria yang sehari-hari juga beraktivitas memberi materi kegiatan outbound training dan membangun wahana wisata alam bebas ini, bisa memberikan pemasukan yang cukup. Namun, diakuinya kondisi pandemi Covid-19 saat ini mempengaruhi intensitas masyarakat untuk mendaki. “Sebelum pandemi itu minimal setahun sampai delapan kali memandu. Setelah Covid setahun cuma tiga dan dua,” ungkapnya.
Aktivitas pendakian gunung pada dasarnya bisa menunjukkan sifat asli seseorang. Kondisi ini pula yang harus diantisipasi agar pemanduan pendakian berjalan lancar. “Kita harus bisa menyesuaikan dengan karakter tamu. Bisa memahami dan memberikan edukasi. Tentang etika di gunung, pelestarian alam, budaya di gunung, tradisi setempat dan kearifan lokalnya. Masing-masing gunung ada beda-beda cerita,” urainya.
Karena itu pula, wajib bagi seorang pemandu gunung memiliki informasi yang cukup tentang gunung yang akan didaki. “Ya, karena sebelum naik kan kita ketemu dengan masyarakat setempat. Jadi minimal kita tahu kulit luar budaya setempat. Larangannya beda-beda di tiap gunung. Beda-beda karakternya dan pemandu harus tahu,” ujarnya.
Saat melakukan pemanduan, faktor yang harus diantisipasi adalah kondisi alam dan cuaca. Syahrul mengenang, dalam suatu pemanduan ke Gunung Talang di Solok Sumatera Barat. Dirinya dan peserta pendakian pernah diterpa badai hampir seharian. “Di Gunung Talang sampai puncak pukul 17.00 WIB, kena badai sampai pukul 10.00 WIB besoknya,” tuturnya.
Kondisi lain yang juga pernah dihadapi adalah peserta pendakian yang mengalami cedera di Gunung Dempo, Sumatera Selatan. Dalam kondisi ini, keahlian penanganan darurat medis dari ringan hingga berat wajib dimiliki. “Sempat evakuasi karena cedera. Kami lakukan trauma healing. Kami beri semangat,” ucapnya.
Bagi pemandu pemula yang ingin menyeriusi profesi pemandu gunung, dia memberikan saran untuk terus memperbanyak pengalaman. “Perbanyak pengalaman. Perdalam ilmu manajemen risiko, manajemen perjalanan. Jadi harus di-manage dengan baik,” ujarnya.
Dalam melakukan pemanduan, klien yang pernah ditangani Syahrul beragam. Mulai dari dokter, pegawai swasta, pimpinan BUMD hingga pegawai BUMN dan ASN. Kesamaan para kliennya ini adalah ingin tetap merasakan sensasi mendaki hingga puncak (summit) namun tetap nyaman dan tak repot mempersiapkan perlengkapan yang diperlukan.
“Banyak juga yang sudah sering mendaki, tapi karena mau nyaman dan tak perlu repot-repot barangnya kami bawakan. Peralatan, makan dan lainnya kami siapkan,” ucapnya.
Ke depan, Syahrul memiliki harapan agar profesi pemandu gunung bisa terus berkembang. Seiring itu pula, destinasi wisata di Riau juga tumbuh. “Di Riau pemandu gunung yang sudah sertifikasi belum banyak. Tapi untuk pemandu pemula sudah banyak yang muncul. Harapannya, ke depan bisa mengembangkan wisata petualangan di Riau, karena sekarang belum berkembang sekali. Contohnya di Riau ini ada Gunung Jadi di Kampar Kiri tingginya sekitar 1.200 MDPL. Ini belum terkespose dengan baik,” jelasnya.
Rinaldi dan Heru Pranata dari Rukun Adventure menuturkan pada Riau Pos, karena mendaki gunung masuk dalam kategori olahraga ekstrim, maka persiapan yang dilakukan harus tepat. Persiapan memegang peranan penting untuk mengantisipasi kemungkinan kendala-kendala yang muncul.
“Di gunung persiapan penting karena kondisi cuaca tidak bisa ditebak, bisa berubah-ubah. Harus dipersiapkan untuk kondisi seburuk apapun. Seorang pemandu harus paham. Cuaca bukan penghalang, tapi harus diantisipasi,” jelas Rinaldi.
Melakukan pemanduan dalam mendaki gunung bukan hal yang mudah. Rukun Adventure yang digawangi Rinaldi dan Heru pernah membawa 23 orang pendaki ke Gunung Singgalang di Sumatera Barat saat 17 Agustus 2019. “Musim hujan saat itu. Kondisi peserta tidak sama. Ini tantangan,” ujarnya.
Dalam pemanduan, idealnya satu pemandu gunung menangani maksimal lima orang peserta. “Lebih dari itu bisa keteteran. Pemandu di samping memperhatikan kondisinya sendiri juga harus memperhatikan kondisi peserta. Ego, emosi harus terkontrol,” kata Heru.
Rinaldi dan Heru dalam beberapa tahun belakangan ini kerap melakukan pemanduan ke tiga gunung di Sumatera Barat, yaitu Marapi, Singgalang dan Talang. “Kami prinsipnya harus ahli di gunung yang sering didaki. Untuk lokasi yang belum pernah kami pandu, kami ada asosiasi dan jaringan. Jadi tetap bisa diakomodir dengan kolaborasi dengan pemandu di daerah gunung yang dituju,” kata Heru.
Untuk menjadi seorang pemandu gunung, ada beberapa keahlian yang wajib dimiliki. Di antaranya, teknik pendakian gunung hingga teknis menangani kondisi medis yang mungkin muncul. Rinaldi mencontohkan, hal dasar yang kerap tak diketahui orang yang akan mendaki adalah cara berpakaian.
“Namanya layering sistem. Ini pertama memakai baselayer, atau baju yang sifatnya cepat kering di bagian dalam, lalu mid layer bahannya yang menghangatkan yang bisa memerangkap panas tubuh, dan ketiga outer ini antiair. Ini dasar yang sering tidak diperhatikan,” urai pria yang juga merupakan anggota Mapala Sakai Fisip Unri kala masih menjadi mahasiswa ini.
Kemudian, mahal atau murahnya biasa pendakian gunung dengan menggunakan pemandu gunung adalah relatif. “Yang jelas masuk akal dengan standar yang dibutuhkan,” kata dia.
Dia memberikan gambaran untuk melakukan pendakian ke Gunung Marapi Sumbar, biaya yang dibutuhkan per orang berkisar di harga Rp700 ribu. Ini sudah termasuk transportasi PP dari dan kembali ke Pekanbaru, surat izin memasuki kawasan, logistik untuk satu malam, perlengkapan yang sifatnya kelompok, tenda matras, sleeping bag, alat masak, alat makan, dokumentasi dan merchandise. “Peserta hanya bawa peralatan pribadi, seperti baju, jaket dan obat pribadi jika diperlukan,” jelas Heru.
Bagi Rinaldi dan Heru, profesi pemandu gunung saat ini masih merupakan pekerjaan sampingan. Dengan semakin bertumbuhnya minat masyarakat berwisata ke gunung, mereka berharap bisa menjadi aktivitas pemandu gunung jadi profesi utama. “Jadi profesional. Dengan adanya profesi pemandu gunung ini orang jadi punya pilihan. Yang tidak ada pengalaman pun bisa percaya diri mendaki gunung. Dengan pendampingan pemandu gunung, pendaki bisa mendapat istirahat yang cukup dan puas beraktivitas di gunung,” ujarnya.(das)
Laporan M ALI NURMAN, Pekanbaru