Tak ada sedikit pun firasat yang dirasakan oleh Syamsir dan Yusmardalena ketika anaknya, Bripda Muhammad Iqbal, meminta izin untuk pergi mendaki Gunung Marapi pada Sabtu (2/12). Alasan karena dua tahun tak mendaki gunung lagi, membuat kedua orangtuanya luluh dan mengizinkan Iqbal untuk berangkat menjejaki kaki di puncak Gunung Marapi.
AKHIRNYA, anak ketiga dari empat bersaudara yang dinanti-nantikan Yusmardalena bersama sang suami, Syamsir, pulang ke rumah, Rabu (6/12) sekitar pukul 03.00 WIB. Namun kepulangan Bripda Muhammad Iqbal membuat dirinya tak kuasa menahan tangis. Muhammad Iqbal yang diharapkan pulang dengan carrier bag-nya, justru pulang dengan kondisi berada di dalam peti jenazah.
Kesedihan pun berlanjut pada pagi harinya. Ratusan pelayat datang ke rumah duka. Mulai dari sanak saudara, tetangga, teman semasa SMP, SMA, kuliah, dan Dipsamapta Polda Sumbar, tempat Bripda Muhammad Iqbal berdinas, turut mengantarkan jenazah sampai ke Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tunggulhitam, Kecamatan Kototangah.
Soesilo AP (56) mengatakan, Muhammad Iqbal dalam kesehariannya dikenal sebagai anak yang baik dan suka bergaul dengan warga sekitar. Bahkan dia menjadi salah satu panutan bagi remaja yang ada di Gang Bakti I Nomor 1 Jalan Asra, Kelurahan Dadok Tunggulhitam, Kecamatan Kototangah, Padang.
"Bahkan Iqbal rajin membantu orangtuanya di rumah, seperti mencuci dan menjemur baju. Sama tetangga pun dia sangat sopan dan sering menyapa," ungkap tetangga Muhammad Iqbal itu.
Dengan banyaknya orang melayat dan mengantarkannya ke pemakaman, mengonfirmasi baiknya pergaulan Iqbal semasa hidup. Bahkan sejak Rabu (6/12) dini hari, ratusan teman dan tetangga memenuhi rumah duka. "Dari waktu SMA dia memang suka olahraga dan mendaki gunung," tuturnya.
Sementara itu Yusmardalena usai pemakaman dengan mata yang masih sembab, menceritakan, anaknya berangkat untuk naik Gunung Marapi pada hari Sabtu (2/12). Dia pergi berlima dengan teman-teman satu organisasi Mapala Universitas Negeri Padang (UNP).
"Jadi sebelum diterima sebagai anggota Polri dan berdinas di Dipsamapta Polda Sumbar, Iqbal merupakan mahasiswa dari UNP jurusan Geografi, dan sempat bergabung di organisasi Mapala," kenangnya.
Sebelum berangkat, Iqbal sempat meminta izin kepada ayahnya. Saat meminta izin, Iqbal mengatakan bahwasanya dia ingin mendaki gunung lagi setelah hampir dua tahun tidak lagi menjalani hobi sejak SMA itu.
"Jadi ibu sempat meminta Iqbal untuk tidak lagi mendaki gunung. Permintaan itu dituruti oleh Iqbal. Sejak diterima menjadi anggota Polri dan bertugas di Dipsamapta Polda Sumbar sekitar dua tahun lalu, Iqbal tidak mendaki gunung lagi," ungkapnya.
Namun mungkin karena rindu dengan hobinya mendaki gunung itu, Iqbal berkeinginan untuk mendaki Gunung Marapi bersama lima orang temannya dan meminta izin kepada dirinya dan sang ayah.
"Ya, yang namanya pencinta alam, dan dua tahun tidak mendaki gunung lagi, muncul niat dan keinginan Iqbal untuk mendaki gunung kembali. Saya dan ayahnya lalu mengizinkan Iqbal," ungkap Yusmardalena sambil menahan tangis.
"Apalagi dia bilang mendaki pada hari Sabtu dan pulang Minggu, yang mana Iqbal tidak sedang bersiaga atau tugas. Kami pun mengizinkan Iqbal untuk mendaki," kenangnya.
Keluarga sendiri mengetahui terjadinya erupsi Gunung Marapi pada hari Ahad (3/12). Mendengar informasi tersebut, mereka sempat mencoba menghubungi dan langsung pergi ke posko yang didirikan oleh Tim SAR Gabungan.
Ia melanjutkan, Iqbal ditemukan oleh Tim SAR Gabungan pada Selasa (5/12) dengan kondisi meninggal dunia. Iqbal langsung teridentifikasi dan dibawa ke rumah duka pada Rabu dini hari. Setelah disemayamkan, Iqbal kemudian dikebumikan dengan ucapara kepolisian.
Korban Ke-23
Sekitar pukul 19.00 WIB ambulans terakhir yang membawa korban ke-23 dari posko evakuasi korban Gunung Marapi di Batupalano, Agam, sampai ke Rumah Sakit Achmad Mochtar (RSAM) Bukittinggi, Rabu (6/12). Dia adalah Siska Afrina.
"Ditemukan sekitar pukul 15.30, kira-kira 300 meter dari Tugu Abel, menuju arah turun. Ia ditemukan dalam keadaan terlungkup," ujar Sauto Hamid, satu dari sembilan relawan yang juga merupakan teman dari korban.
Erupsi yang masih terjadi menjadi salah satu pemicu evakuasi terhadap korban, menjadi lebih sulit. "Di atas masih erupsi, untuk mencarinya kami menyusur tiga aliran sungai," tambahnya.
Hamid yang merupakan teman kuliah di kampus yang sama menyebutkan, saat menemukan jenazah, secara fisik masih utuh dan bisa dikenali. "Saya kenal dengan korban dan ciri-ciri fisiknya. Karena itu saat menemukan korban saya bisa tahu kalau itu adalah Siska. Untuk identitas, tanda pengenal sudah ditemukan sebelumnya," tambah Hamid.
Massiswardi, ayah dari Siska menyatakan bahwa beberapa hari kedepan putrinya akan menggelar wisuda. "Anak saya akan diwisuda 17 Desember ini. Ia mahasiswi di Universitas Negeri Padang, Fakultas Ilmu Pendidikan," sebutnya.
Sebelum Siska berangkat ke Marapi, sang ayah mengaku tidak memiliki firasat buruk apa pun terhadap anaknya. Semua terasa biasa-biasa saja. "Saya juga tidak merasa tanda-tanda ataupun," ujarnya.
Bercerita tentang keseharian Siska, Massiswardi menyebutkan bahwa putri kelimanya tersebut merupakan anak yang aktif terlibat dalam berbagai kegiatan kampus. "Dia terlibat dalam berbagai event yang digelar di kampusnya. Ia juga aktif terlibat dalam event seperti panjat tebing dan berbagai event lainnya," ujar pensiunan guru ini.
Miswardi juga menyebutkan, Siska melakukan pendakian bersama empat orang teman lainnya. Salah satu dari temannya berhasil di temukan dan saat ini sedang dirawat di RSUD Padangpanjang. "Dia berhasil selamat karena ketika erupsi terjadi dia berhasil berlindung di bawah sebuah batu besar," ujarnya.
Sumber: Padek.co (Riau Pos Group)
Editor: Rinaldi