Ditambahkannya, ‘’Mungkin alat ukur UKG itu yang harus dipertanyakan. Apakah ada jaminan jika orang lambat IT langsung lahir keputusan jika kualitas mengajar mereka rendah. Bisa saja sehariannya mereka mampu. Jadi jelas, alat ukrnya tidak dapat relefansinya.’’
Sementara itu, Syahril juga bercerita bagaimana guru yang tidak lulus UKG tersebut justru guru yang memiliki dedikasi terhadap pendidikan yang sangat besar. Sebagai contoh, beberapa guru yang sudah lama mengabdikan diri di kawasan terpinggirakan Riau yang jelas pendekatan IT-nya minim, apakah mereka tidak memiliki kulitas pendidikan? Untuk itu, Syahril meminta paradigma guru yang tidak lulus UKG adalah guru yang tidak berkulitas.
Tidak hanya itu, PGRI juga mendorong pemerintah memperhatikan guru yang mengabdikan diri mereka ke pendidikan untuk dapat diangkat menjadi PNS. Pasalnya, pengabdian mereka tidak hanya bisa dinilai dengan UKG,tapi juga jaminan kesejahteraan. ‘’PGRI itu tidak membedakan status Guru, baik PNS, honor maupun komite. Yang penting mereka memiliki keinginan kuat memajukan pendidikan di daerahnya. Jangan sampai karena UKG ini membuat semangat guru menurun dan jelas mengakibatkan kulitas pendidikan juga menurun. Kami tahu benar asam garam menjadi guru itu,’’ ujarnya.