Menurut Mini, soal UKG yang diberikan oleh pemerintah banyak yang tidak nyambung alias lebih tinggi dari mata pelajaran yang biasa diajarkan di sekolahnya. Selain itu, sistem online atau kumputerisasi juga cukup menyulitkan. Meski begitu, Mini tidak menyerah. Ia akan mengikuti UKG pada kesempatan berikutnya.
‘’Tidak lulus karena soalnya tinggi-tinggi. Antara satu guru dengan guru lain soalnya sama, hanya bentuknya yang berbeda. 60 soal untuk dua jam dengan komputerisasi, kalau tidak biasa agak susah juga. Apalagi saya ini sudah cukup tua. Yang jelas, soalnya tidak sesuai atau lebih tinggi dari seharusnya,’’ ujar Mini kepada Riau Pos.
Tidak hanya Mini. Ada puluhan guru lainnya yang ikut UKG bersamanya. Dari 52 itu, hanya 12 orang yang lulus. Semua guru mengeluhkan hal yang sama. Mini mengetahui ketidaklulusan secara langsung setelah ujian dilaksanakan. Di layar komputer muncul nama guru, bidang mata pelajaran, jumlah soal benar, jumlah soal salah dan ucapan sukses atau tidaknya mengikuti UKG tersebut.
Hal serupa juga dialami Alvin. Guru salah satu sekolah swasta di Pekanbaru ini juga tidak lulus mengikuti UKG. Ia guru honor. Bersama guru lainnya di sekolah tempatnya mengajar, ia mengikuti tes itu. Banyak juga yang tidak lulus. Tapi Alvin baru sekali mengikuti UKG dan akan mengikuti lagi untuk kesempatan berikutnya.
‘’Ya, otomatis guru harus paham IT, paham komputer. Soal-soal ada soal pedagodik dan profesional. Jadi, banyak soal umum yang dengan mudah kita temukan di internet. Kalau guru jarang atau gak pernah buka internet, susah juga. Banyak soal umum. Kalau soal pedagogik, itu sesuai dengan mata pelajaran yang kita pegang. Hanya saja, kadang tidak sesuai. Ada guru yang dua tahun ngajar kelas I. Tapi soal yang keluar untuk kelas III bahkan SMA. Jadi tidak sesuai dengan yang kami ajarkan,’’ ujar Alvin pula.
Dibandingkan Mini, Alvin jauh di bawah atau termasuk generasi masa kini. Ia baru menamatkan S1 dua tahun lalu dan langsung mengajar sebagai guru olahraga honor di sekolahnya. Artinya, Alvin jauh lebih paham dan akrab dengan dunia maya. Apa saja ia faham, tapi tetap saja ia sama dengan Mini alias tidak lulus UKG.
UKG atau pelatihan guru lainnya dilaksanakan untuk membantu guru agar lebih bermutu dan berkualitas. Tapi tidak bisa guru yang tidak lulus dikatakan guru tidak berkualitas. Guru di daerah pedalaman akan lebih jauh tertinggal dari guru di kota. Bukan hanya soal cerita dan pengalaman, tapi juga IT seperti internet. Signal komunikasi saja susah apalagi untuk internet.