Dalam giat patroli, anggota Manggala Agni juga melakukan edukasi dan sosialisasi di titik-titik rawan tersebut. Termasuk melakukan pengecekan, pemadaman dini, pembentukan masyarakat peduli api hingga pemasangan imbauan.
Patroli Terpadu
Manggala Agni juga melakukan patroli terpadu yang melibatkan berbagai pihak. Seperti TNI, Polri, Masyarakat Peduli Api dan satuan lainnya. Patroli ini juga mengharuskan tim untuk menetap selama 1 bulan di lokasi dengan level kerawanan yang tinggi tersebut.
Ini dilakukan agar pencegahan kebakaran bisa dilakukan lebih cepat dan intens. Di sisi lain, agar menyadarkan masyarakat juga. Karena tipe masyarakat perlu pressure.
Untuk menghadapi kemarau Juni nanti, patroli rutin dan patroli terpadu akan dilakukan lebih intens. Kalau sudah masuk ke fase kemarau, volume kegiatan ditingkatkan. Di bulan Juni, akhir Mei pihaknya mulai mengintensifkan lagi giat patroli.
"Sekarang patroli terpadu ada 5 lokasi dan patroli rutin ada 3 lokasi. Pada Juni nanti mungkin lebih banyak lagi,’’ jelasnya.
Menurutnya, dalam upaya pencegahan ini, Manggala Agni cukup kewalahan. Mengingat wilayah Riau yang luas tak diimbangi dengan jumlah personel dan jangkauan dari Manggala Agni. Manggala Agni hanya terpusat di markas daerah operasional (daops). Baru setelah 2 tahun terakhir, ada 3 daops yang membuka pondok kerja untuk memperluas wilayah kerja.
Meski kewalahan, Manggala Agni tak bisa menambah jumlah personel. Karena terbentur oleh aturan. Karena itu jumlah yang ada saat inilah yang dimanfaatkan sebaik-baiknya. Adapun total keseluruhan dari tim Manggala Agni di Riau berjumlah 225.
Jumlah ini terbagi dalam 15 regu yang tersebar di empat daops. Daops Pekanbaru memiliki 3 regu, daops Siak 4 regu, daops Rengat 4 regu dan daops Dumai 4 regu.
Keterbatasan ini menjadi tantangan utama bagi Manggala Agni. Terlebih dalam hal pencegahan. Karena menurut Edwin, satuan yang bergerak ke lini pencegahan karhutla tidaklah banyak. Memang ada beberapa satuan yang melakukan pencegahan yang sebagai tugas tambahan. Tapi tidak intens. ‘’Sementara lokasi yang rawan terbakar banyak. Tidak bisa terpantau semua,’’ ujarnya lagi.
Selain kekurangan personel, pihaknya juga tak jarang berhadapan dengan kebakaran di lahan yang sama berkali-kali. Hal itu menurut Edwin terjadi karena penegakan hukum yang masih lemah.
‘’Tanah yang sudah dibakar itu sering tak dikelola. Sehingga saat sudah semak, pemilik membakar lagi. Penegakan hukum hanya police line. Namun tak ada efek jera,’’ terangnya.
Karena itu pihaknya berharap, pihak berwenang bisa melakukan upaya penegakan hukum yang jelas terhadap lahan yang pernah terbakar. Sehingga memberi efek jera dan kebakaran tak terjadi lagi.
Pihaknya juga berharap status siaga darurat karhutla yang sudah ditetapkan beberapa waktu lalu beriringan dengan semangat dan komitmen berbagai pihak dalam melakukan upaya penanggulangan karhutla.
‘’Apel penetapan status siaga darurat karhutla kan ramai ya. Harapan kami, semoga saat terjadi kebakaran, seramai itu juga yang turun dan membantu pemadaman di lapangan,’’ tutupnya.(azr)