Padahal, alat pelindung diri atau lebih dikenal dengan APD ini sangat dibutuhkan tenaga medis terutama dalam menghadapi wabah virus corona saat ini. Bahkan, tidak sembarangan APD bisa dipakai oleh tenaga medis karena ada tingkatan penggunaan yang harus disesuaikan dengan tempat layanan kesehatan, profesi, dan aktivitas tenaga medis. APD sediri dirancang untuk jadi penghalang terhadap penetrasi zat partikel bebas, cair, atau udara dan melindungi penggunanya terhadap penyebaran infeksi. Karena jumlahnya yang terbatas, dia lebih sering mengganti masker selama 6 jam sekali. Namun kalau untuk sarung kepala, dia baru menggantinya dua hari sekali karena tidak kontak langsung dengan pasien positif hanya pasien sehat yang mau divaksinasi saja.
Saat ditanyai terkait tempat ganti APD perawat di kawasan puskesmas tersebut, dia menyebutkan sering mengganti pakaian di ruangan khusus perawat yang telah disediakan puskesmas. Semua APD yang ia gunakan langsung dimasukkan ke dalam kantong kuning yang nanti akan langsung diambil oleh petugas kebersihan.
"Maunya sih tiap hari penggantian APD ini. Tapi karena keterbatasan terpaksalah kami pun memakainya berulang kali," ujarnya.
Dimusnahkan
Juru Bicara Tim Satgas Covid 19 di Riau dr Indra Yovi menegaskan, seluruh limbah medis yang digunakan untuk menangani pasien Covid-19 di Riau dimusnahkan. Sehingga pihaknya memastikan tidak ada limbah dan bekas alat pelindung diri (APD) yang dibuang ke tempat sampah biasa.
"Itu semua dihancurkan," kata dokter spesialis paru di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Ahmad Provinsi Riau tersebut.
Yovi juga menegaskan, sebelum dimusnahkan, seluruh limbah medis dan APD bekas tenaga medis yang menangani pasien Covid-19 tersebut terlebih dahulu dikumpulkan dalam satu tempat khusus. Yakni di kantong dan tempat infeksius.
"Kemudian nanti penghancurannya dilakukan dengan incenerator khusus. Jadi tidak dibuang di tempat sampah begitu saja," ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan Riau, Mimi Yuliani Nazir mengatakan, untuk memusnahkan limbah medis penanganan pasien Covid-19, pihaknya bekerja sama dengan pihak ketiga.
"Untuk pemusnahan limbah medis pasien Covid-19 kami kerja sama dengan pihak ketiga. Jadi mereka yang akan mengambil ke fasilitas kesehatan yang digunakan menangani pasien Covid-19," katanya.
Dijelaskan Mimi, memang sebelumnya pihaknya memiliki alat pemusnah limbah medis pasien Covid-19 berupa incenerator yang merupakan bantuan dari tim relawan penanganan Covid-19. Namun karena jumlah terbatas, sehingga tidak bisa menampung seluruh limbah medis. "Karena keterbatasan kapasitas alat incenerator bantuan itu, jadi sekarang tidak digunakan lagi. Sudah seluruhnya menggunakan pihak ketiga," ujarnya.
Penyeludupan Sarung Tangan Bekas
Sebuah kejadian sampah medis terjadi pula di wilayah Dumai. Pengungkapan penyeludupan limbah medis yang diungkap Bea Cukai Dumai menjadi buktinya adanya oknum yang tidak bertanggung jawab yang hanya berpikir untuk keuntungan pribadi. Padahal limbah medis merupakan limbah B3 yang bersifat infeksius yang harus mendapat penanganan khusus.
Limbah medis seperti alat kesehatan (sarung tangan dari karet) yang kemungkinan tidak layak pakai (bekas) yang diduga disuludupkan secara ilegal dari luar negeri pada Jumat (15/1), sekitar pukul 02.00 WIB.
Kepala BC Dumai, Fuad Fauzi melalui, Kasi PLI, Gatot Kuncoro membenarkan bahwa pihaknya telah berhasil menegah dan menindak masuknya barang barang berupa alat kesehatan (sarung tangan dari karet) yang kemungkinan tidak layak pakai atau bekas yang diduga kuat masuk dalam limbah medis.
"Penindakan kami lakukan di daerah Jalan Lintas Sumatera, Kecamatan Bangko Pusako, Kababupaten Rokan Hilir, diduga merupakan barang impor yang tidak mengindahkan ketentuan kepabeanan," ujarnya.
Gatot mengatakan Bea Cukai Dumai, mendapatkan informasi tentang adanya kapal yang sedang melakukan aktivitas pembongkaran barang impor di sekitar Rokan Hilir, Provinsi Riau. "Menindaklanjuti informasi tersebut, sekitar pukul 21.00 Tim Surveilance Bea Cukai Dumai menuju lokasi pembongkaran untuk memastikan kebenaran informasi," sebutnya.
Setelah menindaklanjuti infomasi tersebut, sekitar pukul 21.45 petugas menemukan dua truk yang dicurigai, kemudian petugas melakukan pembuntutan terhadap kedua truk tersebut, sembari terus melakukan koordinasi. Sekitar pukul 01.30 Jumat (15/1), truk tersebut berhenti untuk istirahat dan kemudian bergabung dengan 2 truk lainnya di sekitar Jalan Lintas Sumatera, Kecamatan, Bangko Pusako, Kabupaten Rokan Hilir.
Kemudian tim Bea Cukai Dumai bekerja sama dengan POM AL Dumai melakukan pemeriksaan terhadap mobil truk tersebut dan mengamankan empat buah mobil truk dan barang yang dimuat di dalamnya berupa obat-obatan yang diduga ilegal, serta limbah alat kesehatan berupa sarung tangan bekas yang diduga asal impor. Atas temuan dugaan pelanggaran, petugas Bea Cukai Dumai melakukan penegahan dan penyegelan terhadap barang dan sarana pengangkut.
"Tujuh orang yang mengangkut barang-barang tersebut dibawa menuju Kantor Bea Cukai Dumai guna pemeriksaan dan penelitian lebih lanjut," terangnya.
Lantas bagaimana pengelolaan limbah medis di Kota Dumai khususnya limbah medis Covid-19? Kabid Limbah B3 dan Sampah Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Dumai Dimas mengatakan, standar treatment limbah medis Covid-19 sama dengan limbah medis lain termasuk limbah B3 sifatnya yang infeksius. Di Kota Dumai tahun 2020, limbah Covid-19 diambil dari RSUD, rumah dan tempat isolasi mandiri untuk dikumpulkan dan dibuang ke pemanfaat limbah medis yang memiliki izin, karena memang di Dumai tidak ada incenerator. Ia mengatakan, pada tahun lalu hampir 20 ton limbah medis Covid-19 yang diangkut. Pengawasan didilakukan terus.
"Setiap pengangkutan dilaporkan ke kami dan untuk pengangkutan ke pemanfaat disaksikan DLH Dumai," terangnya.
Jadi ia mengatakan pengelolaan limbah medis di Kota Dumai dikirim ke pemanfaat limbah yang sudah memiliki izin yang berada di Jakarta. Sampai saat ini, dia mengklaim belum ada ditemukan limbah medis di TPA karena di TPA juga tidak ada pengelolaan sampah.
Sementara terkait dengan pengungkapan BC, pihaknya sudah berkoordinasi dan sudah diteruskan ke Gakkum KLHK Riau, dan sudah ditindaklanjuti. "Bahkan Gakkum sudah turun untuk melihat langsung temuan BC Dumai tersebut," tuturnya.
Kasus Limbah Medis Sembarangan
Dosen Fakultas Ilmu Kedokteran Unri dr Suyanto menyebutkan bahwa seluruh sampah medis yang dihasilkan oleh rumah sakit maupun klinik termasuk ke dalam limbah B3 dan berbahaya. Diakui dia, saat ini memang belum seluruh rumah sakit maupun klinik memiliki alat pengelola sampah medis seperti incenerator maupun steril wave. Untuk kasus seperti ini, biasanya pihak rumah sakit atau klinik telah menjalin kerja sama dengan pihak ketiga dalam pengurusan sampah medis.
Caranya, lanjut dia, mereka menunjuk sebuah perusahaan pihak ketiga yang benar-benar sudah tepercaya. Pihak ketiga itulah yang nantinya bertanggung jawab setiap hari dalam waktu 24 jam. Ia pun menceritakan sebuah kasus di mana pernah terjadi sampah medis yang dihasilkan rumah sakit di buang sembarangan. Hal itu terjadi karena pihak ketiga yang digunakan bekerja asal-asalan.
Dalam kasus ini, pihak rumah sakit juga tidak bisa lepas tangan. Karena sebelum menunjuk pihak ketiga, harusnya mengetahui pasti bagaimana pengolahan limbah serta lokasi pembuangan dari pihak ketiga. "Kesalahannya memang di pihak ketiga. Tapi rumah sakit juga salah. RS juga tetap harus memonitor. Karena nanti akan ketahuan juga limbahnya dari mana karena ada penandanya. Setiap alat pasti ada penanda, misal milik rumah sakit A. Jadi bisa ketahuan. Kalau kerja sama dengan pihak ketiga harus yakin punya incenarator dan dipilah lagi," tambahnya.
Di Pekanbaru, beberapa RS sudah punya incenarator. Apalagi persyaratan pendirian RS/klinik harus punya izin pengelolaan limbah. Kalau RS sifatnya sudah amdal.
"Kalau sistem itu sudah berjalan harusnya tidak ada masalah," ujarnya.(ayi/ali/sol/hsb/nda/muh/ted)
Laporan: TIM RIAU POS (Pekanbaru)