Cegah Karhutla dengan Mengelola Limbah Daun Nanas Menjadi Tekstil

Lingkungan | Minggu, 28 Mei 2023 - 09:38 WIB

Cegah Karhutla dengan Mengelola Limbah Daun Nanas Menjadi Tekstil
Warga Tanjung Kuras mengangkut hasil panen berupa buah nanas ke dalam mobil. (ISTIMEWA)

Kecamatan Sungai Apit merupakan kecamatan yang ada dj pesisir. Kecamatan ini, kini menjadi pintu masuk dengan pelabuhannya yang semakin ramai yakni Pelabuhan Tanjung Buton, ada juga yang menyebut Pelabuhan Mengkapan, yang terletak di Kampung Mengkapan.

 


RIAUPOS.CO - Sebagai kecamatan yang ada di pesisir, salah satu komoditas unggulan di kecamatan ini adalah nanas. Nanas menjadi primadona, karena pasar buah nanas sangat menjanjikan, dan sangat terbuka lebar untuk pasar nanas olahan.

Nanas menjadi komoditas unggulan di Kampung Tanjung Kuras, Kecamatan Sungai Apit. Padahal, untuk Kecamatan Sungai Apit ini, ada sejumlah kampung atau desa penghasil nanas, namun Tanjung Kuras menginisiasi bagaimana memanfaatkan daun nanas menjadi serat benang.

Semua kampung dan kelurahan diharapkan ikut ambil bagian mengelola daun nanas menjadi serat kain, mulai dari Kelurahan Sungai Apit, Kampung atau Desa Tanjung Kuras, Sungai Kayu Ara, Lalang, Mengkapan, Sungai Rawa, Penyengat, Harapan, Teluk Batil, Bunsur, Kayu Ara Permai, Sungai Rawa, Rawa Mekar Jaya, Parit I/II dan Teluk Lanus.

Demikian dikatakan Camat Sungai Apit, Tengku Mukhtasar, beberapa waktu lalu. Tengku Mukhtasar terus mencari peluang dan berusaha bagaimana masyarakat bangkit.

“Dengan pengelolaan nanas secara lebih baik, dan daunnya diolah menjadi serat, ada harapan baru akan adanya perputaran ekonomi baru,” kata Camat Tengku Mukhtasar.

Untuk serat nanas ini, memerlukan kajian lebih jauh lagi, pembicaraan lebih intens lagi, dengan perangkap kampung, dan kelompok kelompok yang mengelola kebun nanas yang jumlahnya ribuan atau bahkan puluhan ribu hektare.

“Saya mengapresiasi langkah penyelamatan lingkungan yang dilakukan Penghulu Kampung Tanjung Kuras Harisyah,” ucap Tengku Mukhtasar.

Saat ini, Penghulu Tanjung Kuras Harisyah, sedang berjuang untuk kerja sama dengan investor dan perusahaan pengelola serat nanas di Jawa Barat.

“Tentu dia tidak sendiri, kami memberikan dukungan penuh atas usaha yang dilakukannya,” tegas Camat.

Beberapa waktu lalu, disebutkan, Tengku Mukhtasar, dia hadir dalam pelatihan untuk sejumlah pemuda yang ditaja oleh Penghulu Tanjung Kuras Harisyah. Pelatihan mengoperasikan alat pintal yang memproses daun nanas menjadi serat.

“Saya sudah melihat cara kerja alat tersebut, mudah-mudahan ini menjadi awal yang baik,” kata Camat.

Camat Tengku Mukhtasar sudah berbicara ke beberapa penghulu perihal ini, semuanya merespon positif.  Diharapkan mereka ikut ambil bagian ketika program ini berjalan. Tentu akan ada tempat pengolahan berupa pabrik mini. Untuk hal seperti ini, memerlukan pembicaraan lebih intens.

Selama ini, hanya buah nanasnya saja yang dimanfaatkan, sementara daunnya menjadi limbah dan relatif sulit untuk diurai di dalam tanah gambut. Potensi karhutla menjadi terbuka, sementara agar lekas terurai sangat baik jika dibakar, dan sisa pembakarannya dapat dijadikan penyubur. Tentu hal ini menjadi dilema tersendiri.

Ketika membuat purun atau membakar skala kecil, lalu dibuat sekat bakar, tentu sangat mengganggu dan Bhabinkamtibmas serta Bhabinsa akan turun memberikan peringatan.

Dengan proyek pengelolaan limbah daun nanas ini menjadi serat kain, dan progresnya semakin terang, diharapkan tak hanya potensi ekonomi saja yang akan didapat, dengan bangkitnya ekonomi masyarakat, tapi juga Kecamatan Sungai Apit akan terus maju dan terkenal dengan serat nanasnya.

Harapan yang sama diungkapkan Penghulu Tanjung Kuras, Harisyah. Dia memiliki pemikiran, ada perubahan signifikan di kampungnya, terutama kesejahteraan masyarakatnya.

Masyarakat Tanjung Kuras sejauh ini sebagian besar setiap hari bekerja sebagai pekebun. Pekebun di sini, ada sebagai pemilik kebun, dan ada mengelola kebun orang lain.

“Adapun komoditas unggulan dari kampung kami adalah buah nanas,” terang Harisyah.

Sejauh ini, buah nanas dikelola menjadi sejumlah produk, mulai dari selai, kue nastar, serta produk minuman. Dan setiap panen, nanas dibawa sampai ke Jakarta oleh pedagang.

Untuk batang dan daunnya dibiarkan menjadi limbah dan relatif sulit terurai jika tidak dimusnahkan dengan cara dibakar.

Sementara membakar batang dan daun nanas, akan memakan waktu dan perlu pengawasan ekstra. Jika abai, bisa bisa akan menyebar ke lahan lainnya dan terjadi karhutla.

Keresahan itu yang membuat Penghulu Harisyah mencari solusi agar limbah daun nanas dapat dikelola dengan baik, membawa harapan baru bagi masa depan masyarakat dan Kampung Tanjung Kuras.

“Saya  bertemu dengan pihak perusahaan di Sumedang, Jawa Barat,  yang mengelola daun nanas menjadi serat,” terang Penghulu Harisyah.

Dia membawa sampel daun nanas, ternyata nanas yang mereka olah tidak sama dengan nanas yang di sini. Daun di sini lebih banyak durinya, sementara di sana yang berduri hanya ujungnya. “Kami mengikuti training selama sepekan, sebagai tindak lanjut dari workshop proses pengolahan,” ungkapnya.

Daun nanas nantinya diproses, sehingga menjadi benang atau tekstil. Sementara sisa serat dapat dijadikan kompos dan pakan ternak.

Artinya tidak ada yang terbuang mulai dari buah nanas sampai daunnya, semua bermanfaat.

Untuk Kampung Tanjung Kuras saja, ada sekitar 1.500 hektare lahan yang dikelola masyarakat secara mandiri maupun kelompok.

“Saya juga sudah berkoordinasi dengan masyarakat dan kelompok kelompok yang ada perihal ini, mereka menyambut baik. Mereka berharap ada perubahan yang signifikan pada perekonomian mereka. Itu artinya kami sejalan, punya keinginan dan harapan yang sama,” terangnya.

Sementara pemuda baik putra maupun putri, sudah mempersiapkan diri. Mudah-mudahan apa yang kini sedang diusahakan segera terealisasi dan bermanfaat tak hanya untuk Kampung Tanjung Kuras dan masyarakatnya, tapi juga masyarakat kampung lainnya.

Sebab, disebutkan Harisyah, dia sudah berbicara dengan sejumlah penghulu yang memiliki kebun nanas cukup luas, dan sejauh ini hanya mengelola buah nanas menjadi komoditas unggulan, seperti dodol, selai dan nastar.

Penghulu Kampung Adat Penyengat, Kampung Lalang, dan penghulu kampung kampung lainnya merespon sangat baik apa yang kini sedang diperjuangkan.

Untuk workshop ketua, bahkan berencana melibatkan putra putri kampung-kampung yang siap ambil bagian atas upaya perubahan ini.

“Kami ingin berubah lebih baik, kami ingin Siak menjadi unggul. Dan keunggulan itu datang dari Kecamatan Sungai Apit,” ucap Penghulu Harisyah.(gus)

Laporan MONANG LUBIS, Siak









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook