Atasi Bahaya Lingkungan dengan Teknik Ecoprinting

Lingkungan | Minggu, 26 Maret 2023 - 10:41 WIB

Atasi Bahaya Lingkungan dengan Teknik Ecoprinting
Weny Nurhuda SKom saat menjelaskan proses pembuatan pakaian menggunakan teknik pewarnaan ecoprinting, kepada warga sekitar lingkungan tempat tinggalnya, belum lama ini. (PRAPTI DWI LESTARI RIAU POS)

RIAUPOS.CO - Di dunia berteknologi tinggi dan modern ini banyak masyarakat yang masih mempedulikan bahaya yang dirasakan lingkungan sekitar akibat penggunaan bahan yang tidak ramah lingkungan.

Termasuk dalam industri tekstil yang sudah pasti selalu menggunakan pewarna buatan kimia yang dapat merusak lingkungan sekitar.


Apalagi, pewarna tekstil bersenyawa AZO yang digunakan di industri tekstil tergolong limbah yang sulit terurai (degradasi). Pada kadar tertentu bersifat toksik dan karsinogenik. Sementara, logam berat yang ada di dalamnya bisa menyebabkan mutagenik, teratogenik, iritasi, tumor, kanker, dan kematian.

Ditambah lagi dengan terdapatnya polutan utama dalam limbah tekstil berwarna, yakni Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) tinggi, mengandung logam berat, serta kandungan minyak yang tinggi, sehingga air limbah tekstil wajib diolah sebelum dibuang ke lingkungan.

ecoprint

Hal inilah yang membuat resah salah seorang warga Kelurahan Sidomulyo Timur Kecamatan Marpoyan Damai, Weny Nurhuda SKom.

Kepada Riau Pos, Sabtu (25/3), ia bercerita ketertarikannya terhadap pewarna pakaian yang selain ramah lingkungan namun juga memiliki kualitas yang cukup baik dalam meningkatkan perekonomian masyarakat.

Owner dari D’Tuku PKU ini memang memiliki ketertarikan terhadap dunia keterampilan yang tak hanya sekedar diduni fashion namun juga dalam dunia kuliner dan ragam keterampilan lainnya.

Weny mengaku awal mulanya ia membuat ecoprinting. Ecoprinting adalah sebuah teknik cetak dengan pewarnaan kain alami yang cukup sederhana namun dapat menghasilkan motif yang unik dan otentik.

Prinsip pembuatannya adalah, melalui kontak langsung antara daun, bunga, batang atau bagian tubuh lain yang mengandung pigmen warna dengan media kain tertentu.

Bahkan, bahan organik seperti daun-daunan dan bunga banyak dijumpai dari lingkungan sekitar. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk menjadi peluang usaha baru, hanya dengan memanfaatkan bahan organik yang zat warnanya dapat digunakan untuk membuat batik.

“Berawal dari hobi saya yang memang suka dengan kerajinan dan juga rasa penasaran dengan hal-hal yang baru serta melihat konten ecoprint teknik pounding sepertinya asik dan hasilnya unik selain itu juga sangat baik untuk lingkungan,”ungkapnya.

Bermodal kenekatan tersebut, ia mulai mempelajari sedikit demi sedikit metode pewarnaan dengan menggunakan dedaunan yang sangat mudah ia jumpai dilingkungan tempat tinggalnya. Tak jarang ia pun mencoba mencaritahu teknik pembuatannya dengan teman-teman sesama pecinta kerajinan tangan di Kota Pekanbaru agar dapat diaplikasikannya sendiri.

“Alhamdulillah saya belajar secara otodidak. Tapi melihat peluang yang ada cukup bagus, mulailah saya coba, dan sambil cari info ke teman-teman yang juga pernah mencoba agar saya tidak ketinggalan teknik barunya,” kata dia.

Melihat hasil yang dibuat melalui video cukup bagus, ia berusaha untuk melakukan sendiri. Semua teknik yang ia lihat satu persatu ia pelajari. Namun ternyata pembuatan ecoprinting tidaklah semudah yang dibayangkan. Karena teknik pewarnaannya memerlukan waktu yang cukup lama serta membutuhkan kesabaran yang tinggi.

Tak heran, kata Weny, jika saat ini banyak perusahaan dan pengrajin batik menggunakan pewarnaan dengan bahan kimia yang jauh lebih efisien dan ramah dikantong.

“Ternyata butuh waktu yang cukup lama untuk menghasilkan produk dari ecoprint karena kain harus diproses mordanting terlebih dahulu sebelum di-pounding dan juga ada proses fiksasi agar warna alami yang dihasilkan dari dedaunan bertahan lama,”tambahnya.

“Walaupun lama, tapi Alhamdulillah ini produk ramah lingkungan karena menggunakan pewarna alami dari daun-daun yang ada di sekitar, namun tidak semua daun, karena kita juga harus pintar memilih daun yang kandungan taninnya cukup tinggi,”jelasnya.

Ada banyak teknik pewarnaan yang dapat dilakukan oleh para pengrajin batik. Namun Weny lebih menyukai teknik pewarnaan yang menurutnya dapat menghasilkan warna yang cukup tahan lama. Ia pun berbagi sedikit tips cara pembuatan ecoprinting yang ia gunakan kepada Riau Pos.

Pertama-tama kain dimordan. Dalam teknik ini kain yang sudah disiapkan akan dilakukan perendaman dengan menggunakan tawas, soda as dan cuka selama semalam. lalu peras kain tersebut dan keringkan.

Langkah selanjutnya, siapkan alas pelastik lalu letakkan kain di atas pelastik, tata daun yang sudah di rendam dengan cuka selama 1 jam. Untuk teknik ini daun di lap terlebih dahulu lalu di tutup lagi dengan pelastik dan kemudian di pukul-pukul hingga warna daun tertransfer ke kain.

“Ini namanya teknik pounding, karena ada teknik steam juga, tapi saya masih suka di teknik pounding yang menurut saya hasilnya cukup bagus,”ujarnya

Langkah berikutnya yaitu, angin-anginkan kain hingga kering, lanjut proses fiksasi boleh di rendam dengan tawas atau cukup di poles dengan kuas yangg di celup dengan cairan tunjung hanya pada bagian yang ada hasil poundingnya.

“Tawas akan menghasilkan warna yang lebih cerah sedangkan tunjung akan menghasilkan warna yang lebih kuat. Setelah itu produk siap dipasarkan dan untuk di Pekanbaru saya menjualnya sekitar hampir Rp300 ribu per stel, tergantung bentuk dan kesulitan yang dilakukan dalam memproduksi produk ramah lingkungan ini,”tegasnya.(gus)

Laporan Prapti Dwi Lestari, Pekanbaru

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook