(RIAUPOS.CO) - ADA banyak cara untuk membuat pola pada kain, salah satunya dengan teknik ecoprint yang menggunakan bahan alami dari tumbuh-tumbuhan. Dengan teknik ini menjadikan kain yang dihasilkan ramah lingkungan.
Seperti yang dilakukan oleh Kelompok Usaha Bersama (KUB) Cendrawasih. Ketua KUB Cendrawasih Marda Dwi Kusumaningrum menjelaskan, ecoprint merupakan seni dalam memberikan pola atau motif pada sebuah bahan atau kain dimana yang digunakan berasal dari bahan alami. “Bahan alami tersebut biasanya dari bagian tumbuhan seperti daun, bunga, batang, ranting, dan akar,” katanya, Sabtu (23/7).
Produk jadi ecorprint biasanya menjadi berbagai barang sepertu tas, sepatu, outer, kardigan, blouse, gamis, jilbab, scarf, sarung bantal, taplak meja, dan lain-lain.
“Kehadiran ecoprint turut menjaga kelestarian alam dengan memanfaatkan sampah organik seperti daun yang telah gugur untuk bahan pewarnanya,” tukasnya.
Tak hanya itu, Marda bercerita berdirinya KUB Cendrawasih pada mulanya bernama Marabel Craft, yang berdiri sejak tahun 2017. Seiring dengan banyaknya permintaan pasar, pihaknya membuat KUB Cendrawasih pada tahun 2020 yang beranggotakan tiga orang ibu-ibu pengrajin ecoprint.
“Awalnya sekadar mencoba-coba. Tetapi setelah mempraktekkannya, sangat takjub dengan hasil yang didapatkan. Hanya dengan sebuah daun, bisa menjadi karya seni yang luar biasa, dan mempunyai nilai ekonomis. Ia menilai, ramah lingkungan, dan tidak menyebabkan kerusakan alam,” tukasnya.
Selain itu, ia memaparkan, teknik pembuatan ecoprint cukup mudah. Ada dua cara yaitu dengan proses pounding dan dengan proses pengukusan. Alat yang digunakan pada proses pounding menggunakan alat seperti palu yang terbuat dari kayu khusus. sedangkan pada proses pengukusan, alat yang digunakan adalah sebuah dandang dan melalui proses kukus selama 2 jam.
“Langkah-langkah pembuatan ecoprint, pertama siapkan pewarna. Pewarna yang digunakan adalah pewarna alam yang terbuat dari kulit kayu atau kulit buah kayu-kayuan. Tambahkan air secukupnya dan rebus hingga setengahnya,” jelas Marda.
Langkah selanjutnya yaitu, mencelupkan kain yang digunakan ke dalam pewarna. Biarkan selama beberapa menit, selanjutnya angkat kain, dan diangin-anginkan hingga lembab. Selanjutnya, mulai menempelkan daun di atas kain.
Sebelumnya kain diberi alas plastik untuk membungkus. Setelah daun tersusun rapi di atas kain, proses selanjutnya yaitu menutup dengan kain lagi. Kain penutup berguna sebagai pengunci agar motif tidak bergeser. “Setelah tertutup kain, kita gulung dengan menggunakan pipa paralon. Kemudian ikat dengan kencang, proses selanjutnya adalah pengukusan kain. Kita kukus selama 2 jam,” jelasnya.
Marda menambahkan, setelah kain dingin, ikatan kain dibuka dan diangin-anginkan sampai kering. Setelah itu, masuk tahap akhir yaitu fiksasi penguncian warna agar tidak pudar.
Setelah dingin kita buka dari ikatan dan kita angin-angin sampai kering Lalu setelah kain kering kain memasuki tahap akhir yaitu tahap fiksasi penguncian warna Agar warna tidak pudar.
Selain itu, Marda mengungkapkan, teknik ecoprint sangat ramah lingkungan, terlebih bahan-bahan yang digunakan menggunakan bahan alami, dan tidak menggunakan bahan kimia, sehingga tidak merusak lingkungan.
“Proses pembuatannya juga mudah dan tidak membutuhkan modal terlalu banyak, karena dedaunan bisa kita gunakan dari yang ada di sekitar kita. Sudah tentu dengan ecoprint ini, dapat menambah atau meningkatkan ekonomi masyarakat karena modal yang tidak terlalu besar, tetapi setelah melalui beberapa proses ecoprint akan memiliki atau menghasilkan karya yang bernilai ekonomi tinggi,” paparnya.
Ia mengungkapkan, KUB Cenderawasih menjual kain dengan teknik ecoprint dengan harha Rp375 ribu hingga Rp400 ribu. Untuk jilbab san scarf dibanderol dengan harga Rp150 ribu hingga Rp175 ribu.
“Kami berharap, KUB ecoprint dapat berkembang dengan pesat sehingga ecoprint lebih bisa dikenal dan dapat meningkatkan nilai jual dan pemasaran kedepannya,” pungkasnya. (gus)
Laporan Mujawaroh Annafi, Pekanbaru