RIAUPOS.CO - Kekeringan sumber air bersih masih menjadi masalah klasik di Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Bahkan situasi tersebut kerap melanda dan dialami domianan warga dari desa sampai pusat kabupaten.
Untuk itu, aktivitas turun temurun seperti memanen atau menampung air hujan menjadi alternatif utama untuk kebutuhan sehari-hari. Seperti yang berlangsung pada Ahad (10/9/2023) sore lalu, hujan deras mengguyur Kecamatan Tebingtinggi.
Murni, warga Jalan Banglas, Kelurahan Selatpanjang Timur, Kecamatan Tebingtinggi, sengaja menyediakan tiga unit tempayan berukuran besar yang terbuat dari semen dan satu unit tangki di bawah cucuran atap rumahnya.
Agar air hujan tak terbuang percuma, ia memasang talang air mengarah ke tempayan dan tangki miliknya. Sejumlah tempayan dan tangki penampung air milik Murni saat ini terisi penuh.
Sudah lama Murni dan warga Meranti lainnya menantikan curah hujan seperti ini. Saat ditemui awak media ia mengaku tak mengetahui pasti berapa liter air yang bisa ditampung masing-masing tempayannya.
Biasanya tiga tempayan dan satu tangki air milik Murni mampu memenuhi kebutuhan makan dan minum keluarganya selama tiga bulan. Murni mengaku pernah kehabisan persediaan air bersih pada musim kemarau beberapa bulan lalu.
Jika persediaan air bersih di tangki dan tempayan miliknya habis, ia terpaksa membeli air galon isi ulang dengan harga Rp 6 ribu per galonnya.
“Memasuki pertengahan tahun 2018 kan jarang hujan, bahkan cuaca sering panas. Akibatnya, persediaan air habis. Terpaksa beli air galon isi ulang,” ujarnya.
Sebenarnya air sumur gambut di belakang rumah ibu lima anak ini tak pernah mengering meski di musim kemarau. Namun, sayangnya air sumurnya tak bisa dikonsumsi.
Murni mengatakan, air sumur di rumahnya berwarna kemerahan, mirip warna air teh. Meskipun awalnya berasa tawar, rasanya akan berubah agak kelat dan sedikit asam jika dimasak.
“Air tanah redang (air gambut, red) tak cocok untuk dimasak, agak asam dan kelat. Hanya untuk mandi dan mencuci saja,” ujar Murni.
Hal itu juga diungkapkan Ardila warga Jalan Sumber Sari, Kelurahan Selatpanjang Timur lainnya. Ia mengaku memiliki 3 unit tempayan khusus menampung air hujan.
Meskipun ia telah memiliki sumur bor, namun ia tetap menggunakan air hujan untuk kebutuhan makan dan minum.
Dia mengatakan, air sumur bor tak enak untuk dikonsumsi. Sebab, rata-rata air hasil sumur bor di Meranti berasa payau. Air sumur bor di rumahnya hanya untuk kebutuhan mandi dan mencuci.
“Sejak dulu kala kami memang mengandalkan air hujan, tampung pakai tempayan. Memang sudah seperti ini kondisi alam di Meranti, mau dibuat apa lagi,” ujarnya.
Hingga kini pemerintah daerah setempat berupaya maksimal dalam menyediakan sumber air besih untuk dapat dikonsumsi warga kapan saja. Seperti telah dilaksanakan Desa Tanjung Samak yang menjadi tutik lokasi pertama yang menikmati sistem penyediaan air bersih (SPAM) nano filter pertama di Kepulauan Meranti.
SPAM Tanjung Samak menjadi proyek percontohan yang berhasil menyulap air gambut (merah) sebening air gunung khusus di Kepulauan Meranti di masa mendatang. Demikian disampaikan oleh Kabid Cipta Karya Dinas PUPR, Feni Utami ST.
“Saat ini hanya SPAM Tanjungsamak yang menggunakan teknologi nano filter. Ini menjadi pilot project dari kegiatan yang berlangsung pada 2022 lalu,” ujarnya kepada Riau Pos.
Sebelumnya, SPAM di Desa Tanjung Samak tersebut hanya menggunakan teknologi konvensional yang mengaliri sejumlah desa. Selain Tanjung Samak, juga terdapat beberapa desa lain. Seperti Desa Dwi Tunggal, Citra Damai, Tanjung Bakau dan Wonosari.
“Ketika menggunakan sistem konvensional, air bersih yang dihasilkan hanya bisa untuk mandi mencuci, sebab masih berwarna kemerah-merahan. Itu yang digunakan beberapa desa lain,” ujar Feni.
Namun, setelah sistem pengolahan berganti ke teknologi nano filter, air gambut yang berasal dari Kanal di Desa Wono Sari yang diolah kini menjadi bening. “Sebelumnya tak sebening menunggunakan nano filter. Saya pernah mencoba meminum langsung (tanpa dimasak, red) dan tidak ada masalah. Airnya bening tanpa rasa dan tanpa bau,” bebernya.
Hanya saja, kata Feni lagi, tingkat produksi SPAM menggunakan teknologi nano filter ini lebih sedikit jika dibandingkan konvensional bisa memproduksi air bersih 20 liter per detik. Sedangkan nano filter hanya 13,5 liter per detik.
“Kita masih upayakan agar ada penambahan nano filter lagi. Setidaknya, target kita di SPAM Rangsang ini bisa memproduksi air bersih 27 liter per detik,” kata Feni.
Selain itu, Feni berharap ada sarana penunjang lainnya agar produksi SPAM Tanjungsamak bisa maksimal. Terutama jalan masuk menuju lokasi SPAM harus diperbaiki dan tanggul penahan air pasang (air laut) agar tidak mencemari kanal yang digunakan sebaga sumber air baku.
“Penggunaan teknologi nano filter ini sangat sensitif terhadap air laut. Karena dilengkapi oleh sensor, sistem produksi akan berhenti beroperasi kalau air baku tercemar air laut. Kita khawatir bisa menyebabkan kerusakan. Makanya, kita butuh sarana penunjang lainnya untuk pengendali banjir dari Bidang Sumber Daya Air (SDA),” ujar Feni.
Teknologi nano filter di SPAM Tanjungsamak baru dimulai tahun 2022. Program ini bersumber dari APBN sebesar Rp3.944.300.000 melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Reguler.
Bupati Kepulauan Meranti ketika itu, Muhammad Adil telah menyetujui alokasi dana penunjang SPM Bidang Air Minum melalui APBD Meranti TA 2022 sebesar Rp 1.376.685.500.
“Dengan dua sumber dana ini, pekerjaan mencakup kegiatan pendukung seperti jaringan perpipaan, resevoir, pompa intek dan beberapa item pendukung lainnya,” ujarnya.(gus)
Laporan Wira Saputra, Selatpanjang