(RIAUPOS.CO) -- Untuk dapat mengambil peran dalam menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal, masyarakat bisa menunjukkan dengan mengolah sampah yang dihasilkan. Selain memberikan nilai tambah dan manfaat, ini juga dapat dilakukan dengan langkah sederhana, sudah memilah sampah sejak dari rumah.
Saat ini jumlah sampah di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun dan hanya 64 persennya berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Di sisi lain, tingkat perilaku tidak memilah sampah di masyarakat sebelum dibuang masih sangat tinggi yakni 81,16 persen. Pada lingkup lokal, di Kota Pekanbaru Provinsi Riau, tiap harinya dihasilkan 1.000 ton sampah. Dengan jumlah penduduk 1,1 juta jiwa, tiap satu penduduk Pekanbaru rata-rata menghasilkan hampir satu kilogram sampah tiap hari.
Pemilahan sampah dapat dilakukan dengan mudah. Secara umum, sampah rumah tangga yang dapat diolah dibagi dalam dua jenis, yakni organik dan anorganik. Di luar itu, ada pula sampah bahan beracun berbahaya (B3) yang dihasilkan rumah sakit dan industri yang memiliki langkah khusus dalam penanganannya.
Sampah organik merupakan sampah yang bisa terurai oleh alam, seperti daun kering dan sisa makanan. Dari sini sampah dapat dijadian kompos atau dimasukkan ke lubang biopori. Sementara, sampah anorganik adalah sampah yang tidak bisa terurai oleh alam seperti plastik, kaca, logam dan lainnya. Namun demikian, jika dikelola dengan baik sampah anorganik dapat didaur ulang dan memberikan nilai tambah ekonomi. Sedangkan sampah B3 harus dikelola secara khusus, contohnya adalah sampah elektronik, baterai, pupuk kimia, pembersih lantai, detergen, dan banyak lagi.
‘’Sangat penting bagi kita melakukan pemilahan sampah dari sumbernya. Memilah sampah sesuai jenisnya adalah cara paling awal untuk mengelola sampah. Wadah untuk pemilahan juga tidak harus baru, bisa juga dengan memanfaatkan ember bekas yang disebut juga dengan nama daur ulang atau recycle,’’ kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Pekanbaru Zulfikri.
Pemilahan sampah rumah tangga sejak dari sumbernya pada dasarnya adalah metode yang sudah diterapkan dimana-mana. Untuk dampak yang maksimal, metode ini harus terintegrasi pula dengan pola pengangkutan baik ke tempat penampungan sementara (TPS) maupun hngga ke TPA.
Jika sejak dari rumah pemilahan sudah berjalan, ditambah lagi pola pengangkutan juga baik, maka sangat dimungkinkan sampah anorganik yang masih memiliki nilai tambah dan bisa diolah tidak sampai ke TPA.
’’Yang ke TPA hanya organik. Anorganik sampainya ke pabrik pengolahan. Khusus untuk plastik, itu sudah ada pabriknya untuk jadi bahan serat, poliester. Di Jawa Timur, Pabriknya malah kekurangan bahan baku dan harus dikirim dari luar. Termasuk dari Pekanbaru yang mengirim,’’ jelas Prof Adnan Kasri, pengajar Program Studi Pasca Sarjana Ilmu Lingkungan Universitas Riau pada Riau Pos, Sabtu (15/2).(ali)
Laporan M Ali Nurman, Pekanbaru