RIAUPOS.CO - PERUBAHAN garis pantai merupakan masalah serius yang dihadapi oleh banyak wilayah pesisir di seluruh dunia. Salah satu penyebab utamanya adalah abrasi pantai.
Sebenarnya, abrasi pantai merupakan proses alami di mana garis pantai secara bertahap terkikis dan tererosi oleh kekuatan ombak, arus, dan pasang surut.
Namun hal tersebut dapat lebih cepat terjadi jika didukung oleh beberapa faktor. Salah satu faktor alaminya adalah perubahan iklim yang mengakibatkan kenaikan muka air laut.
Dilanjutkan faktor akibat ulah manusia seperti penambangan pasir dan pembangunan pantai yang tidak terencana, dan ekploitasi hutan mangrove semakin memperburuk masalah tersebut.
Abrasi tersebut memberikan dampak terhadap lingkungan yang mengakibatkan hilangnya lahan pantai dan pesisir, erosi tanah, kerusakan ekosistem pesisir, hingga dapat mengancam langsung ke pemukiman di sekitarnya.
Selain itu, abrasi pantai juga berdampak negatif terhadap keberlanjutan sektor perikanan, pariwisata, dan sumber daya alam pesisir terutama yang sedang berlangsung di Kepualaun Meranti. Makanya, perlu aksi untuk memperkecil bencana tersebut.
Seperti yang baru-baru ini, Kabupaten Kepulauan Meranti terpilih menjadi tuan rumah kegiatan penanaman mangrove dan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) Stunting 2023 oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Pekanbaru.
Kegiatan yang dipusatkan di Desa Mekong Kecamatan Tebingtinggi Barat belum lama ini (1/11). Adapun penanaman mangrove sebanyak 1.050 pohon tersebut dilakukan di jalan Pelabuhan menuju penyeberangan Desa Semukut.
Atas hal ini, Kepala BBPOM Pekanbaru Alex Sander menyampaikan terima kasih atas dukungan Pemkab Kepulauan Meranti. Ia menjelaskan, BBPOM sebagai lembaga pemerintah non kementerian menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan, serta mengawal industri terkait untuk mematuhi pelestarian lingkungan.
“Dalam kaitan itu, Badan POM telah melakukan inisiatif kepedulian terhadap lingkungan, yang salah satunya dengan gerakan penanaman pohon mangrove sebagai program kolaborasi bersama pemangku kepentingan,” katanya.
Alex juga menyampaikan, selain kepedulian terhadap isu lingkungan, BBPOM juga memberikan dukungan nyata terhadap program pemerintah dalam percepatan penurunan stunting di Provinsi Riau.
“Balai besar POM Pekanbaru dengan wilayah kerja Provinsi Riau turut berperan dalam percepatan penurunan stunting,” sebut Alex.
Ia berharap kegiatan tersebut dapat direplikasi oleh instansi pemerintah lainnya maupun dari pihak swasta. “Kami minta dan juga berharap kepada Pemda Kepulauan Meranti untuk melakukan pengawalan dalam rangka memastikan kelanjutan tumbuh kembangnya pohon mangrove yang ditanam,” harapnya.
Sementara itu, Staf Ahli Bupati Rokhaizal turut mengucapkan terima kasih kepada BBPOM telah mempercayai Kepulauan Meranti sebagai tuan rumah pelaksanaan kegiatan tersebut. “Saya berharap kegiatan ini dapat berjalan dengan baik dan memberi manfaat seperti yang diharapkan,” ungkap Rokhaizal.
Ia menambahkan, penanaman mangrove itu merupakan bukti nyata peran aktif Badan POM dalam mengelola isu lingkungan. “Mengelola isu lingkungan bukanlah hal yang mudah, karenanya kami memberikan apresiasi besar atas inisiatif Badan POM dalam pengelolaan isu ini,” katanya.
Selain itu, penyelenggaraan KIE stunting juga menjadi bentuk dukungan Badan POM terhadap percepatan penurunan stunting.
“Semoga dengan dilaksanakannya 2 kegiatan yang menjadi fokus pemerintah pada saat ini, menyediakan udara yang bersih dan terbebas dari stunting dapat tercapai,” ujar Rokhaizal
Aksi tersebut juga tidak hanya dilaksanakan oleh BPOM, kegiatan peduli lingkungan tersebut juga rutin dilaksanakan oleh aparat kepolisian setempat melalui Personel dari Sat Samapta dan Polsek Tebingtinggi, Polres Kepulauan Meranti, Polda Riau, pesisir pantai Dorak Selatpanjang (4/11).
Kapolres Kepulauan Meranti AKBP Andi Yul LTG mengatakan, kegiatan penanaman bakau yang diinisiasi oleh pihaknya merupakan bentuk kepedulian Polri bersama insan pers terhadap lingkungan. Dan langkah tersebut menjadi agenda rutin mereka. Sebelum di Pantai Dorak, beberapa pekan sebelumnya, aksi yang sama turut dilaksanakan di Kecamatan Tebingtinggi Barat.
“Penanaman bakau ini diharapkan nantinya dapat menjadi solusi untuk mengantisipasi abrasi di kawasan pesisir. Disamping itu juga untuk menjaga ekosistem dan biota laut,” ujarnya.
Perlu Dukungan Pemprov dan Pusat
Sementara itu, Plt Bupati Kepulauan Meranti H Asmar mengaku sedikit kewalahan dalam mempercepat penanggulangan abrasi di wilayah yang ia pimpin. Langkah tersebut terbentur oleh wewenang.
Pasalnya menurut Asmar, untuk penanggulangan abrasi di Kepulauan Meranti tidak menjadi wewenang pemerintah daerah, melainkan provinsi dan pusat. “Soal penanggulangan ini yang membuat kita serbasalah, karena masuk dalam postur anggaran belanja dan rumah tanga daerah,’’ ujarnya.
Untuk itu ia meminta seluruh masyarakat yang terdampak, paham dengan kondisinya sebagai kepala daerah yang belum menjabat sebagai Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti. Dengan demikian ia tetap butuh dukungan moral agar program skala prioritas dapat berjalan sesuai harapan.
“Kita adalah yang terpanjang, untuk daerah Riau ada sebanyak 161 kilometer yang terkena dampak abrasi, dan 106,87 kilometer itu ada di Kepulauan Meranti,” sambungnya lagi ketika diwawancara baru-baru ini.
Dari data tersebut bahkan diprediksi garis pantai akan bergeser 772,4 meter ke arah darat dari garis pantai. Adapun laju abrasi yag terjadi di Kecamatan Rangsang Pesisir tidak kurang 3,6 M setiap tahunnya. Begitu juga di Kecamatan Rangsang hingga 8 M setiap tahunnya dan Kecamatan Rangsang Barat 8,8 M setiap tahunnya.
Menurutnya, abrasi di Kepulauan Meranti dampak kurangnya pemahaman masyarakat terhadap fungsi mangrove. Aktivitas itu masih berlangsung hingga saat ini sebagai sumber penghasilan ekonomi masyarakat kecil.
Sedangkan faktor lingkungan adalah karakteristik tanah gambut, gelombang dan arus laut yang besar dari Selat Malaka. “Rusak dan hilangnya kebun masyarakar bahkan hilangnya tempat tinggal masyarakat,” ujarnya.
Sisi lain juga berpengaruh pada pertahanan keamanan. Panjang garis pantai juga berkurang hingga mempengaruhi luas wilayah negara.
Dari kajian jajarannya, kebutuhan anggaran sesuai dengan sebaran abrasi di Kepulauan Meranti maka dibutuhkan biaya yang sangat besar yaitu Rp3,6 triliun lebih.
Menyikapi itu ia mengaku tak henti mengejar bantuan dari pemerintah pusat agar penanggulangan segera teratasi.(gus)
Laporan Wira Saputra, Selatpanjang