(RIAUPOS.CO) - SEBAGIAN orang menganggap sisa-sisa makanan sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi, dan dibuang begitu saja, sehingga berakhir di tempat sampah. Namun ternyata sampah-sampah organik masih dapat diolah untuk diambil manfaatnya, terutama sampah dari sayuran dan kulit buah-buahan.
Kepala Bidang Perubahan Iklim Pengelolaan Limbah Padat Domestik dan Peningkatan Kapasitas Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutan Provinsi Riau Abdul Harris, melalui Pengendali Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutan Provinsi Riau Isra’ mengatakan, sampah organik dapat dimanfaatkan kembali dengan eco enzyme. Ia menjelaskan eco enzyme adalah produk fermentasi yang berbahan organik, bahan organik tersebut bisa dari sampah dapur rumah tangga berupa sisa-sisa sayuran dan kulit serta ampas buah-buahan.
“Eko enzyme ini memiliki banyak manfaat, antara lain pupuk tanaman, pengharum ruangan, penetral udara, anti radiasi, dan bisa juga menjadi cairan tambahan pembersih untuk mencuci piring dan pakaian sehingga sabun yang kita gunakan bisa diminimalisir hingga 50 persen. Selain itu bisa untuk penjernih air kolam dan juga untuk kecantikan, kesehatan, dan lain-lain,” kata Isra’ didampingi Staf Peningkatan Kapasitas Dinas LHK Zuryati, Kamis (29/4).
Dinas LHK Riau saat ini sedang menjalankan program untuk membersihkan air di Danau Tahura Minas. Program itu kami kerjakan dengan pembuatan eco enzyme skala besar, oleh karena itu puluhan drum eco enzyme disiapkan untuk pilot project tersebut. Kendati demikian, ia juga menjelaskan cara pembuatan eco enzyme baik skala kecil maupun skala besar.
Proses pembuatan eco enzyme sangatlah mudah. Intinya kemauan untuk membuat dan belajar sehinga dapat mengubah perilaku masyarakat terhadap lingkungan hidup, khususnya masyarakat Provinsi Riau. Bahan yang perlu disiapkan adalah gula merah atau molase, bahan organik, dan air sumur, dengan rumus 1:3:10, menggunakan wadah tertutup (ember bekas cat 25 kg). Takaran menjadi hal penting yang harus diperhatikan.
Isra’ mengatakan, 1 kg gula merah yang dicairkan (molase) untuk 3 kg bahan organik, dan 10 liter air. “Kalau mau lebih banyak tinggal dikalikan. Misalnya untuk 1,2 kg molase, sampahnya 3,6 kg, dan airnya 12 liter, semua tergantung wadahnya dan harus kita sesuaikan dengan rumus 1:3:10,” ungkapnya.
Dia melanjutkan, 1 liter eco enzyme bisa memperbaiki kualitas air 50 ribu hingga 100 ribu liter air (1:50.000 hingga 1:100.000). Tak hanya itu, bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat eko enzyme juga mudah didapatkan, yaitu sisa-sisa potongan sayur dapur rumah tangga dan buah-buahan (kulit dan ampas).
Isra’ menuturkan, saat ini Dinas LHK Riau bekerja sama dengan pihak supermarket Lotte Mart Soekarno Hatta, dengan cara memanfaatkan sayur dan buah-buahan yang expired (layu, keriput, pecah,dan lain-lain) untuk digunakan menjadi bahan organik (BO) pembuatan eco enzyme. Selain itu Dinas LHK juga telah membentuk tim kecil untuk mencari BO tambahan dengan cara mengumpulkan sisa-sisa potongan dari pedagang Nenas kupas di sepanjang jalan Soekarno Hatta untuk mencukupi BO eco enzyme.
“Yang sering menjadi penghalang dalam pembuatan Eco Enzyme adalah mengumpulkan bahan organiknya dan takaran yang cermat sesuai rumus 1:3:10. Pengalaman pribadi dalam bulan Ramadan ini saya sudah selesai membuat eco enzyme sebayak dua ember cat. Bahan organiknya sangat gampang didapat dengan cara meminta kulit jeruk perasan yang dijual saat akan berbuka puasa serta kulit kupasan nenas di dekat rumah,” tukasnya.
Langkah selanjutnya, setelah bahan organik terkumpul harus dicuci bersih terlebih dahulu. Kemudian bahan lain seperti molase dan air diaduk menjadi satu dalam wadah yang telah disiapkan dan ditutup rapat. Mengumpulkan Bahan organik bisa dengan cara dicicil selama 10 hari sampai jumlah takaran tercukupi, setelah semua bahan lengkap kemudian ditutup rapat, dan ditunggu selama tiga bulan sampai proses fermentasi menjadi eco enzyme.
Dalam proses fermentasi tersebut, kemungkinan akan muncul ulat atau belatung bisa saja terjadi, Hal yang harus dilakukan adalah mengeluarkan ulat tersebut dan diberikan tambahan molase, kemudian wadah kembali ditutup rapat lalu wadah tersebut dijemur, ulat tersebut akan hancur oleh proses fermentasi lanjutan.
Isra’ mengatakan, pada satu minggu setelah hari pembuatan, akan muncul jamur pitera. Jamur ini bisa dimanfaatkan untuk kecantikan (glowing). Cara penggunaannya, jamur pitera diambil dengan menggunakan sendok, dan dipindahkan ke dalam wadah lain. Jamur tersebut bisa bertahan selama 5 hari jika disimpan di dalam kulkas. “Itu bisa langsung dipakai yang dioleskan ke wajah selama beberapa menit,” ucapnya.
Semua bahan organik dari sisa sayuran dan buah-buahan, seperti kulit nenas, kulit jeruk, kulit mangga, dan lain-lain bisa dimanfaatkan untuk membuat eco enzyme, kecuali salak, durian dan alpukat. Penggunaan bahan organik juga disesuaikan dengan pemakaian ke depannya, jika ingin membuat untuk kecantikan dan kesehatan bahan yang dihindari adalah cabai. Sementara jika ingin membuat untuk pengharum ruangan, lebih baik memilih bahan yang beraroma seperti jeruk, mangga, nenas dan lain-lain.
“Kalau untuk memperbaiki kualitas dan menjernihkan air, itu bisa dimasukkan semuanya, bahan dari sisa sayuran dan buah,” ungkap Isra’.
Eco enzyme ini sangat baik untuk mencuci atau membilas sayuran sebelum dimasak dan buah-buahan sebelum kita konsumsi, karena eco enzyme mampu menetralisir pestisida, herbisida (bahan kimia), logam berat, lilin dan sel parasit yang melekat pada sayuran dan buah dengan dosis dua sendok eco enzyme dengan satu liter air bilasan.
Selanjutnya bekas air bilasan tersebut kita buang ke parit yang akan memperbaiki kualitas air parit dan sungai di sekitar tempat tinggal.
“Melalui eco enzyme ini, apabila Masyarakat Riau bersama-sama membuat dan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari saya sangat yakin kualitas air parit dan sungai disekitar kita akan menjadi lebih baik, sebab eco enzyme mampu mengembalikan biota air menjadi lebih baik. Sampah yang berbahaya itu saat ini adalah sampah rumah tangga, mulai dari detergen, oli, minyak-minyak, semuanya bermuara ke parit, sehingga menyebabkan pendangkalan parit hingga ke sungai. Dengan eco enzyme semua itu bisa terurai, tentunya dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat secara umum,” ucapnya.
Dalam waktu tiga bulan, eco enzyme sudah siap dipanen. Semakin lama fermentasi, maka hasilnya akan semakin baik. Untuk penggunaan di bidang kesehatan akan sangat bagus jika fermentasi dilakukan selama lebih dari enam bulan. Di bidang kesehatan, eco enzyme bisa mempercepat penyembuhan luka luar, pemakaiannya juga sederhana yaitu dengan menyemprotkan eco enzyme ke luka atau borok.
Ketika panen, bisa digunakan selang atau saringan untuk memisahkan air dengan ampas eco enzyme. Ampasnya bisa diperas kemudian dimasukkan ke dalam jaring pembungkus buah, atau kain, lalu digantung di dalam ruangaan sebagai pengharum ruangan. Selain itu, ampas eco enzyme juga dapat digunakan sebagai pupuk untuk tanaman.
Selanjutnya Isra’ menambahkan, Dinas LHK Provinsi Riau sedang menjalin kerjasama dengan Komunitas eco enzyme Riau untuk merencanakan tebar eco enzyme di Sungai Sail pada Hari Ulang Tahun Provinsi Riau. “Harapannya, masyarakat menjadi lebih tau akan manfaat eco enzyme dikemuadian hari,” pungkasnya.(ali)
Laporan MUJAWAROH ANNAFI, Pekanbaru