Manfaatkan Limbah Sabut Jadi Bahan Produktif

Lingkungan | Minggu, 02 Januari 2022 - 10:15 WIB

Manfaatkan Limbah Sabut Jadi Bahan Produktif
Etmawati (kanan) dibantu salah seorang anggota dari KUB Kreasi Madani tampak mengerjakan proses pembuatan kaligrafi dan pot bunga, Sabtu (1/1/2022). (PRAPTI DWI LESTARI/RIAU POS)

(RIAUPOS.CO) - ADA banyak cara untuk memanfaatkan limbah yang berserakan di sekitar lingkungan tempat tinggal. Salah satunya dengan menyulapnya menjadi produk yang kreatif dan produktif serta dapat menopang perekonomian keluarga.

Inilah yang coba dilakukan oleh Etmawati. Warga di Perum Kartama Raya Blok G4 RT01, RW 03 Kelurahan Perhentian Marpoyan, Kecamatan Marpoyan Damai. Dia mendirikan kelompok usaha bersama dengan warga sekitar dan mengubah sabut kelapa yang selama ini hanya dianggap tak berguna oleh masyarakat menjadi produk yang serbaguna.  


Menurut Etmawati, Sabtu (1/1), sabut merupakan bagian mesokarp yang berupa serat-serat kasar dari buah kelapa. Sabut biasanya disebut sebagai limbah yang hanya ditumpuk di bawah tegakan tanaman kelapa lalu dibiarkan membusuk atau kering.

Selama ini masyarakat hanya memanfaatkannya paling banyak hanyalah untuk kayu bakar. Tapi sebenarnya banyak hasil produk yang bisa dihasilkan dari sabut kelapa seperti kaligrafi, cocopeat, pot bunga dan yang lainnya.  “Sebenarnya untuk menjadikan limbah ini menjadi produk yang bernilai hanya membutuhkan kesabaran, kemauan dan belajar. Sehingga hasil yang didapat jauh lebih bagus, “ ucapnya.

Bersama 20 orang anggota yang merupakan warga sekitar tempat tinggalnya, Etmawati mendirikan Gerai Industri Kecil Menengah (IKM) Kelompok Usaha Bersama (KUB) Kreasi Madani yang juga mendapatkan dukungan langsung dari PT Angkasa Pura II melalui CSR -nya.

KUB ini juga mendapatkan berbagai pelatihan yang diberikan oleh PT Angkasa Pura II dengan menurunkan langsung sejumlah pelatih yang berpengalaman. Ini untuk membantu masyarakat Kelurahan Perhentian Marpoyan dalam membuat kreasi berbahan baku sabut kelapa yang kini tengah digandrungi masyarakat.

“Nah produk kita itu salah satunya kaligrafi dari bahan sabut kelapa. Ini juga kami dapat dari hasil pelatihan dari PT Angkasa Pura serta menjadi peluang bagi kami untuk bangkit dari pandemi Covid-19 yang mulai berdampak pada perekonomian keluarga, “ katanya.

Lanjut Etmawati dalam sebulan dirinya bersama puluhan anggota dapat menghasilkan puluhan produk kreasi limbah dari daur ulang sabut kelapa dan dengan omset penjualan jutaan rupiah. “Untuk harganya sendiri dijual mulai dari Rp50.000 hingga jutaan rupiah tergantung ukuran dan kerumitan bentuk kaligrafi islam yang dibuat,“ paparnya.

Etmawati juga sedikit memberikan bocoran cara pembuatan produk kerasinya yaitu kaligrafi islam yang banyak diminta oleh masyarakat di Provinsi Riau.  Dimana sebagai tahap awal pembuatan kaligrafi islam dari sabut kelapa dimulai dari sabut kelapa direndam dalam air selama lebih kurang 5 sampai 10 hari saja. Perendaman bertujuan agar membuat sabut kelapa menjadi lebih lunak dan mudah untuk diolah menjadi kaligrafi Islam. “Perendaman jangan terlalu lama karena akan merusak sabut kelapa sehingga tidak mampu menempel,“ tuturnya.

Proses selanjutnya adalah sabut-sabut kelapa tersebut digiling dengan mesin khusus untuk memisahkan antara sabut kelapa dengan kulit kelapa. Ia menambahkan, bagian sabut yang lebih kasar dipisahkan dengan yang lebih halus dimana sabut kasar itu merupakan bahan utama dari pembuatan kaligrafi Islam.

Sementara bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat kaligrafi islam dari sabut kelapa itu diantaranya lem, pigura, dan mesin kompresor untuk merekatkan sabut kelapa dengan pigura. Selajutnya sabut-sabut yang telah dipilih tadi kemudian ditempelkan ke media kain dan dan triplek sebagai wadah dari tulisan kaligrafi Islam tersebut.

Sementara untuk tulisan ayat-ayat Al-Qur’an itu dibuat dari bahan ijuk berwarna hitam sehingga sabut kelapa yang berwarna kekuningan menjadi latar dan ijuk menjadi tulisan kaligrafinya. Proses pembuatan kaligrafi islam dengan bahan dasar sabut kelapa itu menghabiskan waktu selama satu hari karena proses perekatan sabut pada media dan pigura memakan waktu yang lama menggunakan kompresor. “Prosesnya tergantung ukuran pigura yang diminta. Jika kecil. Waktunya pun juga terbilang singkat dan bila besar bisa mapi menghabiskan waktu pembuatan hingga satu pekan,” tutupnya.(ali)


Laporan PRAPTI DWI LESTARI, Pekanbaru









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook