SIDANG LANJUTAN DUGAAN KORUPSI

Hakim Pertanyakan Uang Proyek Pembangunan Hotel Kuansing

Kuantan Singingi | Sabtu, 24 Juli 2021 - 10:30 WIB

Hakim Pertanyakan Uang Proyek Pembangunan Hotel Kuansing
ILUSTRASI (INTERNET)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru kembali menggelar sidang lanjutan dugaan korupsi proyek pembangunan Hotel Kuansing tahun anggaran 2015, Jumat (23/7). Dugaan kasus korusi ini menjerat Fakhruddin ST selaku mantan Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR) dan Alfion Hendra selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK).

Sidang yang diketuai oleh hakim Iwan Irawan MH dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing diisi oleh Teguh Prayogi dan Danang Seftrianto dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa Alfion Hendra dan Fakhruddin. Majelis hakim mempertanyakan keberadaan uang proyek pembangunan Hotel Kuansing ini.


Dalam keterangannya di persidangan, Alfion menerangkan bahwa pembayaran kegiatan pembangunan proyek Hotel Kuansing diproses dan dikirim ke rekening perusahaan PT Betania Prima sebagai pihak ketiga dalam kegiatan ini. Kemudian, hakim juga menanyakan kepada Alfion keberadaan Robert Tambunan selaku Direktur PT Betania Prima.

"Saya pernah ketemu dengan Robert Tambunan yang mulia. Tetapi dari informasi yang saya ketahui Robert Tambunan sudah meninggal yang mulia," ucap Alfion.

Majelis hakim mempertanyakan keberadaan Robert Tambunan karena uang pembayaran proyek pembangunan menurut keterangan Alfion dikirim ke rekening perusahaan. Tetapi saksi dari pihak perusahaan PT Betania Prima yang dihadirkan dalam persidangan sebelumnya mengatakan tidak ada uang yang masuk ke rekening perusahaan (PT Betania Prima). "Apakah saudara tidak tahu uang itu masuknya ke rekening siapa," tanya majelis hakim kepada Alfion. "Tidak tahu yang mulia," jawab Alfion.

Fakhruddin dalam persidangan ingin menyampaikan surat keberatan. Namun, hakim meminta agar surat keterangan keberatan bisa langsung disampaikan kepada penasihat hukum (PH) agar bisa disampaikan nanti dalam pledoi.  Fakhruddin juga mengungkapkan keberatan dengan keterangan saksi ahli sebelumnya yang dihadirkan dalam persidangan. "Kalau keterangan saksi ahli itu menurut pendapat dia (ahli). Kalau keberatan menurut pendapat ahli, terdakwa bisa dituangkan dalam pledoi nanti," sebut Hakim Iwan Irawan dalam persidangan.

Untuk diketahui, dalam kasus ini, yang menjadi terdakwa adalah Fakhruddin ST selaku mantan Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR) dan Alfion Hendra selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) dan Robert Tambunan selaku Direktur PT Betania Prima, pihak ketiga dalam kegiatan ini.(dof)

Namun berkas yang masuk ke persidangan hanya dua. Sebab, satu terdakwa Robert Tambunan  yang saat itu masih berstatus tersangka sudah meninggal sehingga dihentikan demi hukum.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing mendakwa Fakhruddin ST dan Alfion Hendra menjadi terdakwa dugaan korupsi pembangunan ruang pertemuan Hotel Kuansing yang membuat kerugian negara sebesar Rp5.050.257.046 dalam pekerjaan tersebut.

Disebutkan, dalam pelaksanaan pekerjaan pembangunan ruang pertemuan Hotel Kuantan Singingi tahun anggaran 2015 tersebut dan berdasarkan laporan hasil penghitungan atas kerugian keuangan negara dari ahli penghitung kerugian keuangan negara Universitas Tadulako rahun 2020 didapatkan total kerugian negara sebesar Rp5.050.257.046.

Sementara, kegiatan pembangunan ruang pertemuan Hotel Kuansing sendiri menelan anggaran sebesar Rp13.100.250.800 bersumber dari APBD Kuansing 2015. Sukarmis, Andi Putra dan Indra Agus Lukman pernah menjadi saksi dalam kasus ini.

Anggaran kegiatan ini berada di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (yang saat ini dilebur ke dalam Dinas PUPR dan Dinas Perkim). Pihak ketiga dalam kegiatan ini yakni PT Betania Prima. Anggaran sebesar itu untuk pekerjaan rehabilitasi gedung Abdoer Rauf (satu unit), penataan areal gedung Abdier Rauf (1 litf) dan interior dan furniture (1 lot).

Namun dalam perjalanannya, pihak ketiga tidak mampu menyelesaikan pekerjaan hingga batas waktu yang ditentukan. Pembayaran pekerjaan pun dibayarkan dengan bayaran seperti proyek yang sudah selesai. Dalam temuan BPK, pihak rekanan diwajibkan membayar denda keterlambatan Rp352 juta lebih.

Denda ini pun sudah dibayar tahun 2018. Selain itu, hingga saat ini, belum dilakukan putus kontrak. Namun dendanya tetap dibayar. Versi Kejaksaan, harusnya putus kontrak dulu baru hitung denda kemudian. PPK kegiatan ini juga tidak melakukan klaim terhadap jaminan pelaksanaan dari pihak ketiga berbentuk bank garansi pada Bank Riau Kepri senilai Rp629.671.400 yang seharusnya disetorkan ke kas daerah Pemkab Kuansing.

Selain itu, sejak awal tidak ada dibentuk tim panitia penerima hasil pekerjaan. Hotel pun sampai saat ini belum difungsikan karena masih mangkrak pembangunannya.(dof)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook