Masyarakat Adat Ingatkan Pemerintah Tuntaskan Kisruh Siberakun dan PT DPN

Kuantan Singingi | Jumat, 19 Juni 2020 - 13:28 WIB

Masyarakat Adat Ingatkan Pemerintah Tuntaskan Kisruh Siberakun dan PT DPN
Datuk Bisai (Pemangku Adat Tertinggi Rantau Kuansing) Dr H Edyanus Herman Halim SE MS.(IST)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Perseteruan antara masyarakat Siberakun dengan pihak Duta Palma Nusantara sudah berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Masyarakat mengharapkan pemerintah daerah dan aparat penegak hukum di Kuantan Singingi (Kuansing) dapat menjaga profesionalitas dan proporsionalitas, terkait hal-hal yang dapat memicu konflik yang lebih besar di tengah-tengah masyarakat.

Hal ini disampaikan oleh Datuk Bisai (Pemangku Adat Tertinggi Rantau Kuansing) Dr H Edyanus Herman Halim SE MS. Ia menjelaskan, masyarakat telah melakukan berbagai upaya untuk memperjuangkan hak-hak adat tradisionalnya, namun hal tersebut kerap mendapatkan tanggapan kurang baik dari perusahaan yang dinilai seperti ingin  mengelabui masyarakat.  


"Akibat kekurang pemahaman pemuka masyarakat, baik itu karena pendidikan yang rendah dan pengalaman yang masih kurang, maka sering terjadi tindakan-tindakan yang berakibat buruk terhadap kepentingan masyarakat," kata Edyanus, Kamis (18/6/2020).

Oleh karena itu, Edyanus mengharapkan pemerintah dan aparat penegak hukum hendaknya secara sadar mengayomi dan mengingatkan para pemuka masyarakat tersebut terhadap rantiang nan kan mencucuak (istilah masyarakat lokal,red).

Edyanus mengungkapkan, contoh konkrit tentang hal ini adalah adanya surat kesepakatan antara pihak masyarakat beserta Niniak mamak Kenegerian Siberakun dengan PT Duta Palma Nusantara pada tahun 1999 lalu yang menurutnya sangat merugikan masyarakat. Ia berpendapat, seharusnya pemerintah dan penegak hukum mencegah adanya kesepakatan tersebut. 

Selain itu, ia juga menjelaskan tanah ulayat yang demikian luas, yang sebelumnya dituntut melalui kesepakatan tahun 1998, dengan luas berkisar 675 hektar di wilayah Kenegerian Siberakun melalui kesepakatan yang dibuat tahun 1999 tersebut hanya dihargai sebesar Rp175 juta.  Bahkan kesepakatan tahun 1999 tersebut, pada poin dua juga  seperti mengeliminir semua hak-hak masyarakat adat Kenegerian Siberakun.  

Berkaitan dengan itu Edyanus yang didampingi Pengurus IKKS Bidang Kepemudaan Roby Maiva Putra berharap agar pihak keamanan atau penegak hukum mencermati masalah itu secara komprehensif. Ia menegaskan upaya-upaya provokasi oleh pihak-pihak tertentu, yang menimbulkan tindakan dan mengakibatkan masuk ke ranah pelanggaran hukum, maka provokasi tersebut juga harus dapat dianggap melanggar hukum

"Jika ada anak cucu kemenakan kami yang katakanlah berbuat kurang pantas atau bahkan melanggar ketentuan yang ada, maka analisanya harus pula diarahkan pada apakah ada upaya-upaya provokasi oleh pihak-pihak tertentu agar masyarakat melakukan tindakan yang pada akhirnya masuk pada ranah pelanggaran hukum. Bukankah provokasi-provokasi itu juga dapat dianggap melanggar hukum," ujar Edyanus.

Edyanus menambahkan, penahanan terhadap anak cucu kemenakan tersebut mungkin dapat ditangguhkan dan kemudian pihak-pihak yang diduga melakukan provokasi terhadap masyarakat  perlu juga dilakukan implementasi penegakan hukum yang tegas. 

"Harapan kami pemerintah daerah dan aparat penegak hukum di Kuansing tetap menjaga profesionalitas dan proporsionalitasnya. Mudah-mudahan kedepan tindakan-tindakan yang akan dilakukan dapat berpedoman kepada kepentingan orang banyak yang lebih luas," tukasnya.

Sementara itu, Terkait kisruh yang terjadi antara masyarakat Siberakun dengan PT DPN tersebut, Pemkab Kuansing melalui, asisten I Muhjelan belum bisa berkomentar banyak. Menurutnya, persoalan tersebut harus dicermati dengan seksama dan hati-hati.

"Kalau masalah ini, sebaiknya sama pak Bupati atau sama pak Sekda ditanyakan. Atau kita tunggu dulu. Kalau informasi, besok akan turun tim ke lapangan. Kita tunggu itu dulu ya. Saat ini kami sedang rapat," singkat Muhjelan.

Riaupos.co mencoba menghubungi Humas PT DPN Agus Prianto melalui sambungan telepon. Saat dimintai tanggapanya terkait persoalan itu, pihaknya tidak mau berkomentar.

"Ini bukan kewenangan saya. Saya hanya karyawan disini. Sebaiknya langsung saja konfirmasi ke kantor yang di Pekanbaru. Kalau saya, tak bisa memberikan komentar," singkat Agus Prianto.

Laporan: Mujawarah Annafi & Mardias Chan (Pekanbaru & Telukkuantan)

Editor: Eka G Putra









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook