Beberapa di antara yang ditangkap itu memiliki hubungan darah dengan pelaku penyerangan di Mapolda Riau yang sudah tewas. Yakni HAR, abang kandung Suwardi, NI, ibu kandung Suwardi. Lalu, AS, DS, dan SY. Kemudian SW yang merupakan ibu Adi Sufiyan dan dua adiknya, HD dan YEP.
Berikutnya ada An (25) terduga teroris yang ditangkap Densus 88 di Kelurahan Tanjung Kapal, Kecamatan Rupat, Kabupaten Bengkalis pada 18 Meil lalu. Kemudian di Rokan Hilir (Rohil) HS alias AY (32) dan AH.
Kapolres Rohil AKBP Sigit Adiwuryanto juga membenarkan adanya penangkapan dua orang terduga teroris ini di wilayah hukumnya. Sigit menyebut, sejumlah barang dan dokumen serta ATM milik kedua terduga teroris disita sebagai barang bukti. Namun petugas tidak menemukan bahan peledak.
Artinya, sudah ada 11 orang terduga teroris yang ditangkap hidup pascapenyerangan Mapolda Riau itu. Namun, Kapolda Riau Irjen Pol Nandang memberi sinyal bahwa sudah lebih 11 orang yang ditangkap. Selain delapan orang yang sudah ditangkap di Dumai, ada lima terduga teroris yang diamankan. Lima orang ini ditangkap di Rohil dan Dumai. Jika mengacu dari pernyataan Nandang, artinya sudah ada 14 orang yang sudah ditangkap hidup-hidup.
“Ada lima orang terduga teroris yang diamankan tim Densus 88,” ujar Irjen Pol Nandang kepada wartawan, Ahad (20/5).
Sementara itu kriminolog Universitas Islam Riau (UIR) Kasmanto Rinaldi menilai, penyerangan Mapolda Riau beberapa hari yang lalu, sebagai bukti nyata bahwa tidak ada wilayah yang steril dari praktik terorisme. Termasuk wilayah Riau. “Mereka (teroris, red) bisa berkembang di mana-mana. Tidak hanya di kota, bahkan sampai ke kabupaten atau pelosok-pelosok,” ujar mahasiswa doktoral Kriminologi UI yang juga Wakil Dekan 3 Fisipol UIR ini, Ahad (20/5).
Kata Kasmanto, keberadaan jaringan teroris ini, tidak bisa terpola oleh aparat penegak hukum. Hal inilah yang menyulitkan pihak kepolisian mendeteksi keberadaan mereka. Begitu juga dengan aktivitasnya, yang sulit untuk mengetahuinya.(dal)