PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Teror dengan tembakan beruntun di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA Pekanbaru beberapa hari yang lalu, menjadi pelajaran penting bagi Kementerian Hukum dan HAM. Seiring dengan itu, Lapas Klas IIA Pekanbaru meningkatkan keamanan.
“Baik terhadap keamanan petugas dan warga binaan. Ini indikasi teror semacam itu, berdampak luas yang saat ini masih dalam penyelidikan kepolisian,” kata Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Hukum dan HAM Riau Muhammad Diah, kemarin.
Diah pun mengakui adanya kekurangan fasilitas pendukung dalam pengamanan ini. Seperti minimnya ketersediaan CCTV di bagian luar. Sehingga, ini menjadi catatan penting baginya, untuk mengadakan CCTV untuk memantau kondisi di luar lapas.
Saat ini, hanya ada satu CCTV yang mengarah ke luar lapas. Tapi CCTV itu, tidak dapat merekam aksi di luar. “Semua CCTV aktif. Namun, CCTV tidak mengarah langsung pada titik di luar. CCTV mengarah ke dalam,” ujarnya.
Dia menyebut, sejauh ini pihaknya masih terus berkoordinasi dengan pihak kepolisian. Mulai dari Polsek hingga ke tingkat Polda. Sebab, pelaku hingga kini belum diketahui. Begitu juga dengan motifnya hingga melakukan teror dengan senjata api. “Mudah-mudahan hasilnya menemukan titik terang siapa pelakunya, apa motifnya,” sebutnya.
Dengan ditangkapnya koki kantin, kata Diah, membuktikan bahwa pihaknya telah berkomitmen memberantas peredaran narkoba. Bahkan, bukan hanya di lapas dewasa saja, penyeludupan narkoba beberapa waktu lalu juga terjadi di lapas perempuan dan anak.
“Mereka membawa barang itu di roti gulung, itu berhasil ditemukan petugas kita (di lapas perempuan dan anak). Ini yang kami dorong terus,” ujarnya.
Pemicu Ketakutan Masyarakat
“Dalam konteks ini siapa yang sanggup menghentikan para pelaku kejahatan tersebut? Pertanyaan ini yang bisa menjadi pemicu bahwa masyarakat cemas dan merasa wilayah Pekanbaru sudah tidak kondusif lagi,” kata Kasmanto.
Dalam konteks lain, Kasmanto juga menyampaikan hal tersebut merupakan “keberanian” yang luar biasa dari pelaku kejahatan yang benar menunjukkan keberadaannya. Namun pertanyaan lain yang bisa muncul adalah mengapa lapas sebagai tempat pembinaan warga masyarakat yang telah dinyatakan bersalah oleh negara agar bisa kembali ke masyarakat sesuai dengan Undang-undang nomor 12 tahun 1995 yang menjadi sasaran?
“Saya yakin ini bukan masalah “sederhana” dan memerlukan keseriusan pihak kepolisian untuk menuntaskan kejahatan ini. Dimulai dari pelakunya, motivasinya serta asal usul senjata yang digunakannya,” ujarnya.(dal/man)