JAKARTA (RIAUPOS.CO) - DPRD Kota Malang mencatat sejarah. Di antara 45 anggota legislatif aktif, sebanyak 41 orang telah ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Praktis, tinggal empat anggota dewan yang tersisa. Itu pun, dua di antaranya dalam kondisi sakit. Artinya, hanya dua dewan saja yang benar-benar “on” menjalankan fungsinya saat ini.
Penetapan 41 orang dewan sebagai tersangka itu memang tidak dilakukan serentak. Sebanyak 22 orang ditetapkan tersangka, Senin (3/9). Sementara 19 lainnya telah ditetapkan sebelumnya. Seorang sudah divonis. Yakni mantan Ketua DPRD M Arief Wicaksono. Sementara 18 lainnya kini berstatus terdakwa dan tengah menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Penetapan tersangka secara massal itu sudah diprediksi sebelumnya. KPK awalnya menyeret Arief. Dari fakta persidangan kemudian muncul keterlibatan anggota dewan lain dalam kasus suap pembahasan dan persetujuan APBD Perubahan (APBD-P) Kota Malang tahun anggaran 2015. Hampir semua dewan disebut menerima uang suap dari Walikota Malang (nonaktif) Moch. Anton.
Nah, dari fakta-fakta itu, KPK kemudian menyeret Moch Anton bersama 18 anggota DPRD. Penetapan tersangka secara masal itu dilakukan pada Maret lalu. Para tersangka itu pun ditahan bersamaan. Saat itu, mereka meminta penangguhan penahanan karena khawatir kinerja pengawasan dewan terhadap pemerintah daerah terganggu. Namun permohonan itu ditolak KPK.
Nah, kemarin, 22 orang anggota DPRD ditetapkan sebagai tersangka untuk kasus yang sama. Mereka menyusul 19 dewan lain yang telah lebih dulu merasakan tinggal di rumah tahanan negara (rutan) cabang KPK. Mereka berangkat dalam satu rombongan dari Malang dan tiba di gedung KPK pukul 09.00 kemarin. Dan langsung ditahan usai menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka.
Para tersangka itu adalah dua Wakil Ketua DPRD: Choeroel Anwar (Golkar) dan Sony Yudiarto (Demokrat). Serta 20 anggota dewan. Yakni, Asia Iriani (PPP), Indra Tjahyono (Demokrat), Moh Fadli (Nasdem), Bambang Triyoso (PKS), Een Ambarsari (Gerindra), Erni Farida (PDIP) dan Syamsul Fajrih (PPP).
Selain itu, Choirul Amri (PKS), Teguh Mulyono (PDIP), Imam Ghozali (Hanura), Suparno Hadiwibowo (Gerindra), Afdhal Fauza (Hanura), Ribut Harianto (Golkar), Teguh Puji Wahyono (Gerindra), Harun Prasojo (PAN), Hadi Susanto (PDIP), Diana Yanti (PDIP), Arief Hermanto (PDIP), Mulyanto (PKB) dan Sugiarto (PKS).
Di antara para tersangka itu, 21 ditahan di rutan cabang KPK di gedung penunjang, Pomdam Jaya Guntur, Polres Jakarta Selatan dan Polda Metro Jaya. Sedangkan seorang tersangka, Afdhal Fauza untuk sementara dirawat di Rumah Sakit Abdi Waluyo Menteng, Jakarta Pusat. Belum diketahui apa penyakit yang dialami Afdhal. Pantauan Jawa Pos (JPG), politisi Partai Hanura itu masih sempat melambaikan tangan usai diperiksa.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menjelaskan penetapan tersangka 22 anggota dewan itu merupakan pengembangan kasus suap APBD-P Kota Malang 2015. Sejauh ini, mereka disangka menerima aliran dana dari Anton yang disalurkan melalui Arief Wicaksono. Duit yang diterima berkisar Rp12,5 juta hingga Rp50 juta.
“Penerimaan itu berlawanan dengan kewajiban mereka,” ujarnya di Gedung KPK, kemarin.
Basaria mengakui masih ada empat anggota DPRD yang belum ditetapkan sebagai tersangka. Menurut dia, sejauh ini penyidik belum menemukan dua alat bukti untuk menjerat mereka sebagai tersangka. Namun, dia memastikan pengembangan perkara tetap akan diteruskan.
“Penyidik belum bisa menetapkannya sebagai tersangka,” ungkap dia.
Empat anggota dewan yang masih “selamat” itu adalah Tutuk Haryani (PDIP), Subur Triono (PAN), Priyatmoko (PDIP) dan Abdurahman (PKB). Tutuk dan Priyatmoko saat ini tengah dalam kondisi sakit. “Kebetulan ada yang sakit, sudah barang tentu belum bisa dilakukan pemeriksaan,” ujar Basaria.
Terkait dengan kinerja dewan yang terancam lumpuh, Basaria masih menimbang untuk menangguhkan penahanan terhadap para tersangka. Namun, dia menyebut mestinya partai masing-masing tersangka yang menyelesaikan persoalan itu dengan skema pergantian antarwaktu (PAW).
“Itu tidak urusan kami, tapi kewenangan partai-partai,” imbuh dia.
Di sisi lain, para tersangka yang ditahan kemarin memilih bungkam kepada awak media. Mereka yang mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK masuk mobil tahanan secara bertahap mulai pukul 18.00. Gelombang pertama yang dibawa adalah Asia Iriani dan Een Ambarsari. Kemudian diikuti lainnya.
Hanya Syamsul Fajrih yang memberikan keterangan. Dia mengaku akan mengikuti proses hukum dan tidak akan mundur sebelum kasus yang menjeratnya saat ini berkekuatan hukum tetap.
Jadi Tersangka Jelang Buka Puasa Azan Magrib berkumandang di langit Jakarta, kemarin (3/9). Puluhan kamera sudah berjajar di depan pintu gedung kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Meski sudah menunggu sekitar satu jam setengah setelah diumumkan sebagai tersangka, tidak satupun anggota DPRD Kota Malang keluar dari ruang pemeriksaan.
Beberapa menit setelah azan berkumandang itu, salah satu petugas KPK menginformasikan aktivitas 22 legislator tersebut. ”Masih buka puasa,” katanya kepada wartawan, termasuk wartawan Jawa Pos Radar Malang (JPG) yang mereportase di Gedung KPK kemarin.
Tidak lama setelah itu, dua perempuan berpakaian rompi oranye KPK terlihat di lobi. Rupanya, dia adalah Een Ambarsari dan Asia Iriani. Mengetahui keberadaan awa kmedia, dua perempuan tersebut lantas kembali masuk ke ruangan. Setelah itu, keduanya keluar dengan kepala menunduk.
Sementara puluhan wartawan sudah menunggu di pintu utama, langsung memberondong pertanyaan. Een dan Asia yang berjarak sekitar delapan meter itu hanya menunduk. Tidak ada kata-kata yang terucap dari mulut Asia. Sedangkan Een hanya menjawab singkat.
“Iya, iya,” katanya menjawab aneka macam pertanyaan wartawan. Setelah itu, kedua perempuan tersebut masuk ke mobil tahanan.
Een dan Asia adalah dua dari 22 anggota DPRD yang berstatus tersangka suap pembahasan APBD-P 2015 senilai total Rp700 juta. Keduanya menjadi rombongan paling awal yang masuk ke mobil tahanan, kemudian disusul rombongan lain.
Sementara itu, kuasa hukum tiga tersangka, Arief Fathoni SH menyatakan, kliennya diperiksa sejak pukul 10.00 hingga 19.40 ”Semua klien saya kooperatif dan siap ditahan,” kata kuasa hukum dari Sony Yudiarto, Indra Tjahyono dan Syamsul Fajrih itu. (riq/dan/tyo/ted)
Fathoni tidak menampik kalau pertanyaan oleh penyidik KPK hanya pengulangan seperti pemeriksaan sebelumnya.
“Ya pemeriksaannya tetap soal suap APBD-P 2015, dan klien kami tidak merasa menerima,” katanya.
Sedangkan saat ditanya soal kemungkinan praperadilan, dia menyatakan belum memikirkan pengajuan pra peradilan.
”Menurut saya percuma. KPK masih bisa mengeluarkan surat penyidikan ulang meski kami menang di pra peradilan, seperti kasus Setnov itu,” pungkasnya.(riq/dan/tyo/ted)