PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Pemberkasan dugaan korupsi kredit fiktif salah satu bank (BUMN) di Pekanbaru atas tersangka, Dar dan DFD tak kunjung rampung. Hal ini terkendala, lantaran penyidik belum mendapatkan persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris (MKN) untuk memeriksa salah satu tersangka.
Persetujuan itu untuk memanggil dan meminta keterangan DFD. Karena, pada perkara rasuah ini yang bersangkutan selaku notaris. Dan berperan mengeluarkan cover note terkait agunan dari PT RBJ untuk mengajukan kredit pada 2007 dan tahun 2008.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau Kombes Pol Gidion Arif Setiawan menegaskan, proses penyidikan dugaan korupsi kredit fiktif masih bejalan. Namun, dalam penanganannya terhambat oleh sejumlah kendala.
“Masih ada kendala, karna perbedaan persepsi dengan jaksa penuntut umum (JPU). Tapi tu sudah supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” ungkap Gidion, Ahad (2/12) siang.
Selain itu, kata mantan Wadir Resnarkoba Polda Metro Jaya, pihaknya sejauh ini belum bisa melakukan pemeriksaan atas tersangka selaku notaris untuk pemberkasan perkara.
Akibat terganjal belum mendapatkan izin dari MKN. “Pemeriksan DFD, belum. Kita belum
dapat izinnya. Jadi prosesnya masih stagnan di sini, belum bergerak dari sana,” tambahnya.
Sedangkan bagi tersangka lainnya, Dar selaku mantan pegawai Badan Pertanahan Nasional, diterangkan Gidion, penyidik masih melengkapi berkasnya. Nanti, penyerahan berkas tersebut ke jaksa pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau bersamaan dengan berkas notaris.
Sebelumnya, jaksa peneliti mengembalikan berkas atas dua tersangka baru dalam kasus rasuah tersebut yakni, Dar dan DFD, karena belum dinyatakan lengkap atau P-19. Pengembalian itu dilakukan ke penyidik Ditreskrimsus Polda Riau, beberapa waktu yang disertai dengan petunjuk saja.
Mereka berdua ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan pengembangan terhadap enam tersangka yang sudah menjalani proses sidang dan divonis masing-masing 9 tahun penjara di antaranya Esron Napitupulu sebagai Direktur Utama PT BRJ. Lalu tiga pegawai bank BUMN Atok Yudianto, AB Manurung, dan Dedi Syahputra. Kemudian, dua mantan pimpinan bank Wilayah 02, yaitu Mulyawarman dan Ahmad Fauzi.
Pada dugaan kredit fiktif itu, DFD berperan mengeluarkan cover note terkait agunan dari PT BRJ untuk mengajukan kredit pada 2007 dan tahun 2008. Sementara Dar mengeluarkan surat tanah yang menjadi acuan dari DFD.
Sementara kasus ini bermula sewaktu Direktur PT RBJ, Esron, mengajukan kredit Rp40 miliar ke salah satu bank cabang Pekanbaru. Sebagai agunan, Esron melampirkan beberapa surat tanah di Kabupaten Kampar, Pelalawan dan Kuansing. Di mana kredit ini diajukan secara bertahap yakni pada 2007 Rp17 miliar dan tahun 2008 Rp23 miliar
Tanpa tinjauan di lapangan, pegawai bank bernama Atok, Dedi Syahputra dan AB Manurung menyetujui kredit. Hasil penyelidikan, sebagian tanah yang diagunkan ternyata tidak ada.
Dalam pengembangan kasus ini terungkap, kredit yang diajukan Esron bukan untuk perkebunan sawit. Uang itu digunakannya membangun klinik kecantikan, membeli beberapa rumah dan toko serta hektare tanah di daerah Riau.
Mereka dijerat dengan pasal 2 dan atau pasal 3 juncto pasal 18 Undang Undang Nomor 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(rir)