Thalassemia adalah suatu kondisi kelainan darah yang diturunkan secara genetik akibat hilangnya atau berkurangnya sintesis rantai globin didalam sel darah merah. Sel darah merah atau yang biasa kita kenal dengan hemoglobin adalah rantai kompleks yang terdiri dari hemme (besi) dan globin (senyawa protein) yang terdiri dari 2 rantai utama, yaitu alfa dan beta.
Ketika salah satu dari rantai ini hilang atau berkurang sintesisnya, maka ikatan dari hemoglobin akan menjadi lemah dan berdampak pada mudahnya sel darah merah ini rusak (lisis). Seperti yang kita ketahui sel darah merah kita akan diregenerasi setiap 120 hari. Sehingga, jika rantai hemoglobin ini rusak tentunya regenerasi sel darah merah akan menjadi semakin cepat. Dampak yang ditimbulkan dari kondisi ini adalah anemia (kekurangan sel darah merah) dan juga menumpuknya hemme (besi) didalam darah dan beberapa organ seperti hati dan limpa.
Pembagian Thalassemia
Berdasarkan kelainan genetiknya thalassemia dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu;
- Thalassemia alfa, yang diakibatkan oleh kelainan pada rantai globin alfa.
- Thalassemia beta, yang diakibatkan oleh kelainan pada rantai globin beta.
Sedangkan secara klinis atau kebutuhan transfusi darah, thalassemia dapat dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu;
1. Thalassemia mayor, dimana pasien memerlukan transfusi darah yang rutin dan adekuat seumur hidupnya.
2. Thalassemia intermedia, bila pasien membutuhkan transfusi tetapi tidak rutin.
3. Thalassemia minor/ traits bila tanpa gejala, secara kasat mata tampak normal, disebut sebagai pembawa sifat thalassemia.
Gejala Thalassemia
Penyintas thalassemia akan mengalami anemia yang membuat penderitanya mudah lelah dan lemas. Gejala ini biasanya muncul pada 2 tahun pertama kehidupan. Gejala ini juga dapat disertai dengan kulit berwarna kuning, perut membesar akibat pembesaran organ hati dan limpa, perubahan struktur tulang wajah yang dinamakan facies cooley, gagal tumbuh hingga jika tidak ditata laksana dengan baik dapat berakibat kematian. Akan tetapi, bagi penderita thalasemia ringan (minor), anemia mungkin tidak terjadi.
Prevalens Thalassemia
Thalassemia menjadi perhatian karena secara epidemiologi jumlah penyintas thalassemia terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data dari WHO, 7 persen dari total penduduk dunia adalah pembawa sifat thalassemia. Selain itu, terdapat 300-400 ribu kelahiran baru thalassemia per tahun. Thalassemia dapat ditemui di seluruh dunia, terutama negara-negara yang termasuk dalam thalassemia belt (Asia Tenggara, Timur Tengah, Afrika sub-sahara dan Mediterania), termasuk Indonesia.
Di Indonesia deteksi untuk thalassemia agak sulit dilakukan oleh karena memerlukan pemeriksaan DNA dan pemeriksaan tersebut baru dapat dilakukan di beberapa kota besar saja. Berdasarkan data UKK Hematologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, pada tahun 2021 di Indonesia tercatat prevalens penderita thalassemia mayor sebesar 10.973 pasien.
Dari sisi pembiayaan, menurut data BPJS Kesehatan 2020 beban pembiayaan kesehatan sejak tahun 2014 sampai tahun 2020 terus meningkat. Thalasemia menempati posisi ke-5 di antara penyakit tidak menular setelah penyakit jantung, gagal ginjal, kanker dan stroke yaitu 2,78 triliun tahun 2020. Beban pembiayaan ini dikarenakan penyintas harus melakukan transfusi darah secara rutin (berkisar 2-8 minggu sekali) seumur hidup, beban obat-obatan kelasi besi untuk menurunkan penumpukan besi di organ tubuh seperti hati, limpa dan jantung.
Kualitas Hidup Penyintas Thalassemia
Thalassemia termasuk penyakit kronis dengan pengobatan jangka panjang yang meningkatkan potensi dampak pada kondisi fisik, kognitif dan psikologis. Faktanya 80 persen pasien thalassemia mengalami gangguan mental mulai dari stres, ansietas hingga depresi. Dukungan psikososial sangat dibutuhkan mulai dari keluarga, fasilitas kesehatan, teman dan komunitas. Dukungan ini dibutuhkan mulai dari edukasi, support group, konseling hingga dukungan spiritual.
Penyintas thalassemia memiliki hak yang sama dengan hak manusia lain seperti mendapatkan pendidikan, pekerjaan dan hidup laik. Perlu dukungan semua sektor untuk. Nyatanya hanya 37.8% penyintas thalassemia yang merasa terdukung dengan adanya edukasi oleh tenaga medis. Banyak studi yang menyatakan bahwa semakin seorang merasa didukung, dicintai dan diperdulikan, maka semakin cepat cara untuk mengatasi stres dengan positif dan meningkatkan harapan hidup.
Pencegahan Thalassemia
Thalassemia tidak dapat diobati tetapi dapat dicegah. Pencegahan yang dapat dilakukan dengan cara screening terhadap pasangan yang akan menikah. Hal ini karena penyakit thalassemia merupakan penyakit yang diturunkan dan banyak orang yang tidak menyadari bahwa dirinya merupakan pembawa sifat yang dapat memberikan keturunan anak dengan thalassemia mayor. Screening dilakukan untuk memutus mata rantai thalassemia yaitu untuk tidak melakukan pernikahan sesama pembawa sifat, karena bila mereka melahirkan anak kemungkinan 25 persen akan menderita thalassemia mayor.
Jika ternyata terdapat pasangan calon suami istri terdeteksi sama-sama pembawa sifat, mereka tetap mempunyai hak untuk menikah namun diberikan pemahaman kemungkinan mereka akan melahirkan anak dengan thalassemia mayor dengan beban biaya yang besar seumur hidup.
Seperti tema hari Thalassemia sedunia tahun ini yang jatuh pada 8 Mei lalu, “Strengthening Education to Bridge the Thalassaemia Care Gap”, mari mulai mengedukasi dan menyingkirkan stigma pada penyintas thalassemia.***