40 Laboratorium Bekas SARS Akan Digunakan untuk Pengecekan COVID-19

Kesehatan | Kamis, 19 Maret 2020 - 20:45 WIB

40 Laboratorium Bekas SARS Akan Digunakan untuk Pengecekan COVID-19
Warga menggunakan masker wajah saat melintasi kawasan MH. Thamrin, Jakarta, Selasa (3/3). Menanggapi masuknya wabah virus corona ke Indonesia, pemerintah melalui Kementrian Kesehatan meminta masyarakat agar tidak panik. Foto : Ricardo/JPNN.com

JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana sekaligus Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo mengatakan Indonesia memiliki sedikitnya 40 laboratorium yang pernah digunakan menangani pandemi SARS.

Laboratorium itu kemungkinan bisa diajukan untuk digunakan dalam penanganan COVID-19, terutama untuk pengecekan hasil rapid test massal COVID-19 yang rencananya akan dilakukan pemerintah.


"Paling tidak ada sekitar 40 laboratorium yang pernah digunakan pada saat pandemi SARS yang lalu, tapi tingkat kesehatannya perlu dicek ulang," kata Doni Monardo di Jakarta, Kamis (19/3).

Dia menyampaikan, sejauh ini sudah ada 12 laboratorium yang ditunjuk pemerintah sebagai rujukan melakukan pengecekan COVID-19.

Jika kapasitas laboratorium itu terbatas, menyusul adanya rencana pemerintah melakukan rapid test massal COVID-19, maka Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 akan memohon kembali untuk ditambah.

Adapun terkait dengan rencana rapid test massal COVID-19, Gugus Tugas menyampaikan telah mendapat izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan rapid test, sejak 17 Maret lalu ketika terselenggaranya rapat tingkat menteri yang dipimpin oleh Menko PMK dan Menko Polhukam dan menteri lainnya.

Namun saat ini alat rapid test ini belum tersedia di Tanah Air sehingga pemerintah harus mendatangkan dari beberapa negara.

Rapid test ini dilakukan sebagaimana pengalaman yang sudah dilakukan sejumlah negara, baik itu RRT, Korea Selatan, juga Jepang.

Mengenai target rapid test, yakni masyarakat secara luas, terutama terhadap mereka yang secara fisik telah mengalami kontak dengan pasien positif.

"Tentunya ini menjadi prioritas utama. Kalau seluruh masyarakat harus mendapat rapid test ini, mungkin akan sangat sulit. Karena akan sangat banyak, penduduk kita jumlahnya 270 juta jiwa," kata Doni.

Oleh karena itu, kata dia, nantinya siapa yang wajib menjalani rapid test akan ditentukan dari hasil koordinasi antara tim medis di lapangan dengan tim deteksi yang terdiri dari tim gabungan TNI/Polri dan intelijen BIN. (jpnn)

Sumber: Jpnn.com
Editor: Erizal









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook