JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) awal Juni lalu mengumumkan ada 11 kasus kematian yang disebabkan oleh rabies. 95 persen kasus rabies tersebut disebabkan oleh gigitan hewan anjing.
“95 persen kasus rabies pada manusia didapatkan lewat gigitan anjing yang terinfeksi. Ada juga beragam hewan liar yang bertindak sebagai reservoir virus di berbagai benua seperti rubah, rakun, dan kelelawar, tapi 95 persen karena gigitan anjing,” ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular dr Imran Pambudi, MPHM pada konferensi pers secara virtual baru-baru ini.
Berdasarkan data terakhir pada April 2023 sudah ada 31.113 kasus gigitan hewan penular rabies, 23.211 kasus gigitan yang sudah mendapatkan vaksin anti rabies, dan 11 kasus kematian di Indonesia.
Saat ini ada 26 provinsi yang menjadi endemis rabies tapi hanya 11 provinsi yang bebas rabies yakni Kepulauan Riau, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Papua Barat, Papua, Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan.
Menanggapi kasus rabies yang belum lama ini menimpa beberapa anak di Indonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menjelaskan bahwa rabies memang mematikan. Tapi bisa dicegah.
Dr dr Novie Homenta Rampengan SpA (K), DTM&H, MCTM (TP) selaku Anggota Unit Kerja Koordinasi Infeksi dan Penyakit Tropis, IDAI menjelaskan bahwa ada gejala-gejala yang bisa dikenali jika kita, orang dewasa atau anak-anak terkena rabies. Terlebih sebelumnya memang ada kontak dengan hewan yang berpotensi membawa rabies seperti anjing.
"Ada beberapa gejala yang bisa dikenali saat seseorang tertular rabies. Kalau gejalanya bisa dikenali, penanganannya bisa lebih cepat," ujar dr Novie saat jumpa pers daring, Sabtu (17/6).
Sebagai langkah pertolongan pertama, jika seseorang digigit hewan penular rabies seperti anjing, maka harus secepatnya mencuci luka gigitan dengan sabun atau detergen pada air mengalir selama 15 menit, kemudian beri antiseptik dan sejenisnya.
"Langkah selanjutnya adalah bawa ke puskesmas atau rumah sakit untuk dilakukan kembali pencucian luka dan mendapatkan vaksin anti rabies (VAR) dan serum anti rabies (SAR) sesuai dengan indikasinya," lanjut dr Novie.
Dijelaskannya, sebagian besar kematian-kematian akibat rabies itu disebabkan karena terlambat dibawa ke fasilitas kesehatan (faskes). Mereka merasa hanya gigitan kecil dan tidak berdarah, sehingga mereka datang ke faskes sudah pada kondisi parah.
Sebagai informasi, gejala rabies pada manusia di tahap awal gejala yang timbul adalah demam, badan lemas dan lesu, tidak nafsu makan, insomnia, sakit kepala hebat, sakit tenggorokan, dan sering ditemukan nyeri. Setelah itu dilanjut dengan rasa kesemutan atau rasa panas di lokasi gigitan, cemas, dan mulai timbul fobia yaitu hidrofobia, aerofobia, dan fotofobia sebelum meninggal dunia.
Sementara gejala hewan yang terkena rabies dapat dicirikan dengan karakter hewan menjadi ganas dan tidak nurut pada pemiliknya, tidak mampu menelan, lumpuh, mulut terbuka dan air liur keluar secara berlebihan, kemudian bersembunyi di tempat gelap dan sejuk, ekor dilengkungkan ke bawah perut di antara kedua paha, kejang-kejang, dan diikuti oleh kematian. Pada rabies asimtomatik hewan tidak memperlihatkan gejala sakit namun tiba-tiba mati.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman