JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Virus corona masih terus menyebar dengan cepat dan ganas. Meski banyak yang sembuh dari data secara global, namun banyak juga yang meninggal dunia akibat virus itu. Covid-19 hanya butuh waktu 4 bulan untuk menginfeksi hampir 2 juta orang di seluruh dunia. Parahnya, virus ini terus bermutasi sehingga semakin sulit dihindari.
Ada tiga hal yang membuat mengapa Covid-19 bisa disebut virus yang jahat. Pertama, beberapa penelitian mengungkapkan karakter penularan virus Korona yang bisa berpindah dari orang ke orang tanpa disadari. Salah satunya karena penularnya tidak memiliki gejala sama sekali, alias orang tanpa gejala (OTG), demikian dilansir dari AsiaOne, Selasa (14/4).
Beberapa penelitian mengatakan bahwa jumlah OTG tidak sedikit. OTG diperkirakan bisa mencapai sebanyak 55 persen hingga 70 persen orang yang terinfeksi. Mereka dapat terus menginfeksi orang lain tanpa ada yang pernah mengetahuinya.
"Ini adalah salah satu dari tiga alasan yang membuat Covid-19 menjadi penyakit yang sangat sulit diatasi," kata Direktur eksekutif Pusat Penyakit Menular Nasional Leo Yee Sin kepada The Straits Times.
Kedua, Covid-19 memanifestasikan dirinya sebagai penyakit yang tidak berbahaya dan ringan. Akan tetapi memiliki sekresi virus yang tinggi pada permulaannya.
"Ini menyebabkan orang yang terinfeksi salah menilai keseriusan penyakit mereka, dan memiliki kecenderungan untuk melanjutkan kegiatan rutin tanpa menyadari bahaya penyebaran infeksi," “katanya.
Ketiga, Covid-19 adalah patogen baru. Virus baru ini membuat dunia sulit menemukan vaksin dan obatnya. "Salah satu dari kita dapat terinfeksi dan, jika kita tidak hati-hati, dapat berfungsi sebagai pemancar yang menularkan virus kepada orang lain. Ketika itu terjadi, mereka yang paling berisiko adalah orang-orang yang dekat dengan kita, seperti anggota keluarga, kolega dan teman dekat," kata Leo.
Leo pun meminta orang untuk melindungi diri mereka sendiri, orang-orang di sekitar dan masyarakat dengan bertanggung jawab secara sosial. Wajib tetap tinggal di rumah, tidak mengunjungi orang lain dan menghindari anggota keluarga yang lebih tua, yang paling berisiko mengalami komplikasi dari penyakit ini.
"Temuan baru sekarang menunjukkan bahwa mereka yang tidak menunjukkan gejala penyakit dapat menyebarkannya secara luas tanpa menyadarinya," paparnya.
OTG Banyak di Tiongkok, AS, dan Italia
Seorang ahli penyakit menular yang berpraktik di Klinik Rophi di Rumah Sakit Mount Elizabeth Novena Dr Leong Hoe Nam mengatakan, penelitiannya yang dilakukan di Amerika Serikat, Cina, dan Italia menunjukkan bahwa lebih dari setengah hingga sekitar 70 persen pengidap Covid-19 tidak menunjukkan gejala apapun.
Sementara itu, pemimpin program program penyakit menular di Universitas Nasional Singapura Professor Hsu Li Yang mengatakan orang-orang yang tidak menunjukkan gejala selama infeksi akan luput dari deteksi. Hal itu terlihat pada kasus kapal pesiar Diamond Princess dan di negara-negara seperti Islandia, Korea Selatan dan Jerman.
Pada 1 April, Cina mulai menerbitkan angka harian tentang jumlah kasus virus corona asimptomatik yang baru. Komisi Kesehatan Nasional Cina melaporkan bahwa sekitar 78 persen dari 166 infeksi baru yang diidentifikasi dalam 24 jam tidak menunjukkan gejala. Padahal saat pertama kali virus ini muncul, gejalanya jelas dan nyata seperti batuk, demam dan sesak napas.
Sumber: JawaPos.com
Editor: Erizal