Dampak Gas Air Mata pada Tubuh Manusia, Ini Penjelasan Lengkapnya

Kesehatan | Rabu, 12 Oktober 2022 - 13:13 WIB

Dampak Gas Air Mata pada Tubuh Manusia, Ini Penjelasan Lengkapnya
Salah satu tribune penonton di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur yang dipenuhi gas air mata yang menyebabkan kepanikan penonton sesaat usai laga Liga 1 Indonesia antara Arema FC vs Persebaya, 1 Oktober 2022. (TANGKAPAN LAYAR/DOK.RIAUPOS.CO)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Dugaan penggunaan gas air mata kedaluwarsa di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, pada 1 Oktober lalu terus didalami. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui kandungan gas air mata tersebut.

Ketua Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan Mohammad Mahfud MD menyatakan, pihaknya sudah memperoleh beberapa temuan penting terkait dengan penggunaan gas air mata. Beberapa temuan tengah dicek di laboratorium. ”Misalnya, menyangkut kandungan gas air mata,” kata Mahfud kemarin (11/10/2022).


Pemeriksaan itu menyusul temuan gas air mata yang sudah kedaluwarsa, tetapi tetap dipakai dalam pengamanan pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya. 

”Tim juga menemukan bahwa sebagian gas yang disemprotkan itu sudah daluwarsa (kedaluwarsa, Red). Ada yang akan diperiksa lagi, apakah daluwarsa atau tidak,” ujar Menko Polhukam tersebut.

Selain itu, TGIPF ingin mengetahui pasti seberapa jauh tingkat bahaya kandungan gas air mata yang sudah kedaluwarsa. Apakah lebih berbahaya atau justru tidak berbahaya.

Komisioner Komnas HAM M. Choirul Anam memastikan, pihaknya mendalami perihal gas air mata yang kedaluwarsa. 

”Yang soal (gas air mata) kedaluwarsa itu memang kami dapatkan (data dan faktanya), tapi memang perlu pendalaman,” tuturnya.

Gas air mata umumnya sudah kedaluwarsa lima tahun setelah tanggal pembuatan. Namun, ada banyak kasus gas air mata yang sudah kedaluwarsa tetap digunakan untuk membubarkan massa.

Direktur Medis di Oregon Poison Center Dr Rob Hendrickson mengungkapkan, tidak ada hubungan pasti antara paparan gas air mata kedaluwarsa yang berulang dan efek kesehatan jangka panjang. Sebab, sangat jarang orang terpapar gas air mata kedaluwarsa terus-menerus sehingga penelitian semacam itu jarang dilakukan.

Namun, kata Hendrickson, gas air mata kedaluwarsa bisa berbahaya karena dua alasan. Pertama, mekanisme pembakaran dalam tabung kedaluwarsa bisa rusak dan menyebabkan gas keluar terlalu cepat atau pada konsentrasi yang terlalu tinggi. Kedua, komponen kimia gas dapat berubah jika melewati tanggal kedaluwarsa. 

’’Kami tidak tahu lagi apa isi tabung (gas air mata) itu (jika kedaluwarsa, Red),” kata Hendrickson seperti dikutip Portland Mercury.

Fakta bahwa amunisi memiliki tanggal kedaluwarsa menunjukkan bahwa perusahaan tidak dapat menjamin produk tersebut akan berfungsi normal atau tetap mengandung zat yang awalnya terkandung di dalamnya. Konsentrasi gas air mata yang tinggi juga menimbulkan bahaya yang sangat besar bagi para pengunjuk rasa.

Pusat Pengendalian Penyakit AS menyatakan di situs webnya bahwa paparan gas air mata dalam jumlah besar dan terutama di tempat tertutup dapat mengakibatkan kebutaan, kegagalan pernapasan, dan bahkan kematian.

Dalam kasus demo antirasisme di Portland pada 2020, polisi juga menggunakan gas air mata yang kedaluwarsa selama belasan hingga puluhan tahun. Padahal, gas tersebut ditembakkan hampir setiap hari selama berbulan-bulan.

Oregon Public Broadcasting kala itu mewawancarai 26 demonstran berusia 17–43 tahun yang terpapar gas air mata terus-menerus. Demonstran perempuan rata-rata mengaku mengalami gangguan menstruasi. Bahkan, demonstran transgender kembali datang bulan. Padahal, seharusnya mereka tidak lagi menstruasi karena meminum obat hormon testosteron.

Profesor di Duke University School of Medicine ven Eric Jordt mengungkapkan kemungkinan gas tersebut berdampak pada hormon. Sebuah penelitian pada 2020 menunjukkan bahwa zat CS yang umum terdapat di gas air mata dapat menghasilkan bahan kimia yang berpotensi cukup beracun untuk memengaruhi homeostasis hormonal.

Sementara itu, zat senyawa dalam gas air mata yang telah expired dipastikan telah berubah. Perubahan senyawa itu bisa jadi berbahaya, bisa juga tidak. Bergantung zat yang dihasilkan dari perubahan senyawa tersebut.

Pakar kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Dr Ir Syafsir Akhlus MSc menjelaskan, zat punya kestabilan. Pada durasi tertentu, bentuk zat gas air mata akan stabil. Namun, jika melebihi durasi yang sudah ditentukan, bakal terjadi perubahan pada zat-zatnya. ”Bisa jadi berubah menjadi senyawa lain. Namun, harus dilihat lagi gas yang digunakan dan ketika kedaluwarsa perubahan senyawa tersebut menjadi apa?” katanya kepada Jawa Pos kemarin.

Secara prinsip, gas air mata tidak mematikan, tetapi bisa digunakan untuk melumpuhkan massa. Artinya, efek yang dihasilkan seharusnya sesaat. Hanya, penggunaan gas air mata harus hati-hati. Jika terpapar gas air mata dalam jumlah besar, akan membahayakan. 

”Namanya zat kimia konsentrasi tinggi, kalau terkena, ya pasti bisa berbahaya. Namun, gas air mata memang didesain untuk melumpuhkan massa,” jelasnya.

Menurut dia, gas air mata adalah partikel seperti debu kecil. Karena itulah, orang yang melintasinya akan terkena. Efeknya dapat diukur dari terpapar banyak atau sedikit. Gas air mata memang bukan untuk mata, tetapi utamanya untuk pernapasan sehingga dapat melumpuhkan sesaat. 

”Kalau masuk ke pernapasan, membuat orang terganggu. Dan, mata akan perih ketika terpapar karena itu partikel halus,” kata dia.

Ketua Senat Akademik ITS itu menambahkan, untuk mengetahui efek yang akan dihasilkan gas air mata kedaluwarsa, harus dilihat zat dan jenis yang digunakan. Gas air mata ditujukan pada kestabilan komponen di dalamnya (zat kimia). Artinya, ketika gas air mata kedaluwarsa, zat kimianya bisa berubah karena ketidakstabilannya. 

”Ini ada beberapa yang tidak berbahaya dan bisa menjadi lebih berbahaya juga. Bergantung perubahannya tadi,” ujarnya.

Akhlus menegaskan, gas air mata yang kedaluwarsa sudah semestinya tidak boleh digunakan. Seperti halnya makanan kedaluwarsa yang akan berbahaya ketika dikonsumsi. 

”Di setiap jenis gas air mata yang digunakan sudah tertulis tanggal kedaluwarsa. Intinya, kalau sudah kedaluwarsa, jangan digunakan,” tegasnya.

Sementara itu, dokter spesialis paru Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) dr Isnin Anang Marhana SpP (K) FCCP FIRSS mengungkapkan, gas air mata kerap digunakan di berbagai negara sebagai agen untuk mengontrol massa. Pada dosis normal, gas air mata tidak memberikan efek mematikan. 

”Namun, pada dosis yang tinggi gas air mata dapat menyebabkan sesak napas hingga kematian,” ujarnya.

Kandungan gas air mata beragam. Terutama CN (chloroacetophenone) atau CS (chlorobenzylidene malononitrile). Ada juga senyawa bromoacetone dan oleoresin capsicum (OC). 

”Jenis CN sering digunakan pada 1950. Namun, setelahnya CS lebih sering digunakan karena aman,” katanya.

Menurut Isnin, gas air mata memiliki sifat iritan yang dapat memicu inflamasi. Semua membran mukosa yang tertempel gas air mata menumbuhkan reaksi radang akut. Mulai rasa pedih, gatal, hingga terbakar ketika terkena mata. 

”Jika terkena mulut dan tenggorokan, akan menyebabkan hidung berair dan rasa tersedak. Jika terkena saluran pernapasan, dapat menyebabkan batuk dan sesak napas,” jelasnya.

Gas air mata juga bisa mengakibatkan rasa mual, muntah, dan diare ketika masuk saluran pencernaan. Belum lagi, efek psikologis yang dirasakan korban dapat menimbulkan kecemasan. 

”Reaksi yang muncul tersebut akan menimbulkan kepanikan bagi yang terkena gas air mata,” katanya.

Sementara, kasus di Kanjuruhan disebabkan multifaktor. Massa yang panik setelah terkena gas air mata berusaha berlarian keluar dari stadion. Ketika berdesakan di pintu keluar, mereka kekurangan oksigen. 

”Di ruang tertutup, gas terdispersi terus berputar di udara sehingga dosis yang terhirup tinggi. Ini menyebabkan sesak napas,” ujarnya.

Isnin menjelaskan, paparan gas air mata dalam dosis tinggi dan lebih dari 20 menit bisa menimbulkan efek permanen. Salah satunya, fibrosis paru. Yakni, gangguan pernapasan yang disebabkan penebalan jaringan di sekitar dan di antara kantung udara di paru-paru pengidap. 

”Ini membuat paru-paru tidak mengembang bagus sehingga tidak bisa bernapas sempurna,” tuturnya.

Efek jangka panjang, terjadi bronkitis kronis. Selain itu, gangguan pada alveolus paru mengakibatkan gangguan pertukaran oksigen dan karbon dioksida.

”Orang dengan penyakit pernapasan seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronis memiliki risiko dua hingga tiga kali gejala serius lebih tinggi,” katanya.

Kerusakan Imbas Gas Air Mata pada Tubuh

Mata sakit dan keluar air mata

Sakit kepala

Bersin

Muntah

Sesak napas

Kehilangan suara

Batuk terus-menerus

Serangan asma

Sakit di bagian dada

Sakit di bagian paru-paru

Mual

Ruam-ruam dan luka bakar kimia di kulit

Pada sistem pencernaan, terjadi diare terus-menerus.

Mereka yang alergi terhadap bahan kimia mungkin bakal pingsan dan sulit bernapas. Ia bisa mengakibatkan kematian jika tidak ditangani secepatnya.

Efek samping jangka panjang

Satu-satunya cara untuk menghilangkan racun pada gas air mata adalah menyiramkan air. Hasil penelitian The Scientific World Journal (volume 2014, article ID 963638) menunjukkan bahwa seseorang yang terkena gas air mata lebih dari 8 kali memiliki peluang 2–2,5 kali mengalami efek samping jangka panjang seperti produksi dahak berlebih, batuk, dan sakit pada dada.

Catatan: Ahli kimia asal Venezuela, Monica Krauter, mengungkapkan bahwa gas air mata yang kedaluwarsa akan melepas zat beracun mematikan seperti sianida dan fosgen.

Sumber: Jawapos.com

Editor: Eka G Putra









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook