JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Dokter spesialis anak dari RSUP Persahabatan dr M Ramdhani Yassien, MMRS, Sp.A mengatakan bahwa HIV pada anak sering kali tidak menimbulkan gejala khas sehingga kadang-kadang dapat mengecoh orang tua.
“Namanya anak itu biasanya gejalanya tidak khas. Seperti kita ketahui bahwa HIV itu menyerang daya tahan tubuh, sehingga bisa terjadi penyakit apa saja, dan kita tahu bahwa anak kecil ini memang daya tahan tubuhnya belum terbentuk dengan baik,” kata Ramdhani dalam bincang-bincang kesehatan yang digelar daring diikuti di Jakarta, Selasa (6/12/2022).
Untuk itu, menurut dia, gejala yang timbul ketika anak terinfeksi HIV akan bergantung pada sistem tubuh mana yang terserang oleh infeksi penyakit.
“Karena HIV ini tidak sendiri, ada yang nebeng. Virus HIV ibarat yang membawa motor dan ada yang nebeng yaitu penyakit lainnya. Jadi gejalanya ya tergantung siapa yang nebeng,” jelas Ramdhani.
“Kalau yang nebeng misalnya kuman TBC maka dia akan bergejala penyakit TBC, tergantung TBC apa, bisa TBC paru-paru, bisa TBC otak,” imbuhnya.
Secara terpisah, anggota Satgas HIV Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Dwiyanti Puspitasari, DTMH., MCTM (TP), Sp.A(K) mengatakan ada beberapa tanda bahaya yang tak boleh diabaikan oleh orang tua jika anak terkena HIV.
“Biasanya kalau minum obat teratur, daya tahan tubuhnya lebih baik, istilahnya ya seperti anak yang lain yang tidak HIV. Tapi kalau sudah mulai bolak-balik sakit misalnya, lidahnya sering putih-putih, demam yang enggak jelas, diare, dan yang lain-lain, itu tanda yang mungkin kita harus hati-hati,” kata Dwiyanti.
Tanda bahaya lainnya, lanjut dia, adalah sesak napas dan sering batuk, muncul ruam, tiba-tiba lebam, hingga adanya perubahan perilaku. Menurut dia, tanda-tanda tersebut bisa jadi karena adanya infeksi oportunistik yang disebabkan oleh berbagai macam mikroba seperti jamur, bakteri, virus, dan parasit lainnya.
Untuk mencegah hal tersebut, Dwiyanti mengatakan orang tua harus mengawasi anak dengan seksama dan memastikan bahwa dia tidak melakukan kontak dengan pasien infeksi menular.
“Karena kalau kena infeksi, (anak dengan HIV) memang bisa cenderung lebih berat (gejalanya) dibandingkan anak-anak lain,” ujar Dwiyanti.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman