Segera Ubah Gaya Hidup, Jantung dan Stroke Penyebab Kematian Utama

Kesehatan | Sabtu, 06 Agustus 2022 - 06:06 WIB

Segera Ubah Gaya Hidup, Jantung dan Stroke Penyebab Kematian Utama
Ilustrasi penyakit jantung. (ISTIMEWA)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Penyakit jantung dan kardiovaskular saat ini bergeser ke usia lebih muda karena gaya hidup yang tak sehat. Penyakit tak menular itu juga menjadi penyakit penyebab kematian nomor 1 di dunia.

Data WHO, stroke dan jantung menjadi penyebab kematian pertama di dunia. Di Indonesia, penyakit jantung dan stroke menjadi beban pembiayaan paling utama bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Pembiayaan untuk penyakit katastropik selama 2 tahun terakhir masih didominasi penyakit jantung, kanker, stroke, hingga gagal ginjal, dan thalasemia. Kelima penyakit itu menjadi 5 besar penyakit yang paling banyak menjadi beban biaya kesehatan.


Pada 2022, pembiayaan untuk sampai Mei, yakni sakit jantung Rp4,3 triliun, kanker Rp1,6 triliun, stroke Rp1,1 triliun, dan gagal ginjal Rp700 miliar karena membutuhkan cuci darah.

Data terbaru dari WHO menunjukkan, penyakit jantung koroner dan stroke masih menduduki peringkat pertama dan kedua penyebab kematian utama di dunia. Jumlah kematian global 18,6 juta orang setiap tahun.

 

Angka itu diperkirakan akan terus meningkat menjadi 20,5 juta pada 2020 dan 24,2 juta pada 2030 seiring dengan peningkatan kualitas hidup.

Di Indonesia, penyakit jantung dan stroke menduduki peringkat pertama dan kedua penyebab kematian paling tinggi. Juga membebani BPJS hingga Rp 10 triliun.

Tingginya angka kematian membuat Perki (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia) berusaha ambil terobosan.

”Kami akan bekerja sama dengan kemenkes mengawal tranformasi kesehatan di bidang layanan rujukan untuk cita-cita besar mewujudkan seluruh provinsi mampu pasang ring jantung dan bedah jantung terbuka,” ujar Ketua Umum Perki Radityo Prakoso dalam webinar, Kamis (4/8/2022).

Data Riskesdas menunjukkan, prevalensi penyakit kardiovaskular seperti hipertensi meningkat dari 25,8 persen (2013) menjadi 34,1 persen (2018), stroke 12,1 persen (2013) menjadi 10,9 persen (2018), penyakit jantung koroner tetap 1,5 persen (2013-2018).

Data Riskesdas 2018 juga melaporkan, prevalensi penyakit jantung berdasar diagnosis dokter di Indonesia mencapai 1,5 persen. Prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Utara 2,2 persen, DIJ 2 persen, dan Gorontalo 2 persen.

 

Segera Ubah Gaya Hidup

Dalam laman Kemenkes, menurut Perki, tingginya prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia disebabkan perubahan gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok dan pola makan yang tidak seimbang. Gaya hidup, merokok, dan pola makan, merupakan kontributor utama terjadinya penyakit jantung koroner (PJK).

Dilaporkan 50 persen penderita PJK berpotensi mengalami henti jantung mendadak atau sudden cardiac death. Pada masa pandemi, orang dengan komorbid terutama penyakit kardiovaskular memiliki risiko yang sangat tinggi apabila terpapar Covid-19 karena dikhawatirkan dapat menyebabkan perburukan bahkan kematian.

Perki mendorong agar upaya promotif preventif terus dilakukan masyarakat untuk menghindari timbulnya masalah kesehatan penyakit kardiovaskular terutama penyakit jantung koroner. Selain membudayakan pola hidup sehat, ditekankan agar masyarakat juga aktif menerapkan protokol kesehatan dan segera mengikuti vaksinasi Covid-19 untuk memberikan perlindungan yang optimal dari paparan Covid-19.

 

Sumber: Jawapos.com

Editor: Edwar Yaman

 

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook