LINGKUNGAN

Bupati Adil: Jangan Rampas Tanah Milik Penduduk Meranti

Kepulauan Meranti | Minggu, 31 Oktober 2021 - 12:49 WIB

Bupati Adil: Jangan Rampas Tanah Milik Penduduk Meranti
M ADIL (WIRA SAPUTRA/RIAUPOS.CO)

SELATPANJANG (RIAUPOS.CO) - Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti H M Adil SH mengaku, terus mendesak pemerintah pusat untuk mengevaluasi kembali moratorium area pengunaan lain (APL) yang telah diterbitkan beberapa tahun terakhir.

Langkah itu dilakukan untuk melepas belenggu hak penduduk Kepulauan Meranti yang masuk dalam Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB), melalui Inpres Nomor 5 Tahun 2019 tentang penghentian pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut. 


Dalam peta tersebut tidak kurang 96 persen luas wilayah Kepulauan Meranti masuk dalam zona konservasi gambut dan hutan. Sementara sisa 4 persen permukiman. 

"Sudah kita kirim surat berulang kali agar pemerintah pusat mengevaluasi kebijakan tersebut. Kepada presiden juga sudah kita surati. Namun hingga kini masih stagnan 96 persen wilayah ini, masuk dalam peta itu," ungkapnya, Ahad (31/10/21) siang.

Bahkan kata dia, Wamen Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (WamenATR/BPN) Surya Tjandra juga pernah ke berkunjung ke daerah setempat membahas soal tersebut. Namun tetap tidak pengaruh dan perkembangan lanjutan. 

"Wamen ATR juga sudah ke sini kemarin, tapi tak ada guna. Persentase dan jumlahnya masih sama. Berkurangpun tidak. Untuk itu tolonglah jangan rampas tanah milik penduduk Meranti ini. Cabut saja itu," ungkapnya. 

Ternyata kondisi ini tidak hanya menjadi keluhan penduduk dan kepala daerah setempat, tapi juga menjadi atensi DPR RI. Demikian disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI Syamsurizal kepada Riau Pos.
 
"Ini buka  menjadi keluhan warga Meranti saja. Kami di komisi II juga telah mempertanyakan itu kepada presiden dan sejumlah kementerian terkait impres tersebut. Seperti Kemenhut dam KemenATR/BPN," ujarnya. 

Hasil sementara ia menilai dua kementerian tersebut dianggap tak sejalan dalam melaksanakan program skala prioritas, sehingga mengorbankan hak warga. "Dari hasil yang kami terima dua kementerian ini dianggap tak sejalan sehingga menimbulkan keresahan," ungkapnya.

Seperti diketahui, KemenATR/BPN memiliki fungsi dan tugas strategis nasional melalui program prioritas nasional dalam percepatan pendaftaran tanah sistematis lengkap. Selain itu pengendalian pemanfaatan ruang dan penguasaan tanah, serta penanganan masalah agraria pertanahan, pemanfaatan ruang.

Sementara di sisi lain dijelaskannya, fungsi Kemenhut menjaga keutuhan lingkungan termasuk dalam penerbitan PIPPIB yang melarang menerbitkan izin di hutan dna lahan gambut. Sementara 80 persen Sumatra gambut, apalagi Meranti mencapai 90 persen.

"Jadi ini yang kami pandang tidak adil. Sehingga kita juga terus menggesa untuk meminta pertanggung jawaban itu. Berulang kali sudah bincang panjang lebar soal ini. Namun belum final karena dua kementerian masih dengan ego sektoralnya masing masing. Jadi inilah yang mesti terus kita dudukkan di komisi II agar dapat membawa mereka untuk dapat berunding sama," ungkapnya.(Wir)


Laporan: Wira Saputra (Selatpanjang)
Editor: E Sulaiman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook