PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Rustam bin alm Kartawirya seorang masyarakat Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, yang terjerat hukum karena membersihkan pekarangan rumahnya kini sudah memasuki tahap pembelaan (pledoi) di Pengadilan Negeri Bengkalis dengan Nomor Perkara 187/Pid.B/LH/2020/PN Bls.
Sebelumnya, dia ditangkap pada tanggal 25 Januari 2020 tepat saat anak keempatnya baru berusia 21 hari dan keluarga Rustam pada saat itu belum sempat memberikan nama kepada anak terakhirnya.
Sejak saat itu Rustam ditahan hingga saat ini untuk menjalani proses hukum yang sedang dijalaninya.
Dalam nota pembelaannya yang dibacakan pada Selasa 7 Juli 2020 kemarin, Penasihat Hukum dari LBH Pekanbaru menyebutkan bahwa fakta persidangan tidak membuktikan Rustam melakukan kegiatan membuka atau mengelola lahan dengan cara membakar sebagaimana dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Meranti mendakwa Rustam dengan dakwaan alternatif, yaitu dakwaan pertama melanggar Pasal 69 ayat (1) huruf h Jo Pasal 108 Undang-Undang RI No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau Dakwaan Kedua melanggar Pasal 56 ayat (1) Jo Pasal 108 Undang-Undang RI No.39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Dalam fakta persidangan itu, terungkap bahwa Rustam hanya membersihkan pekarangan rumahnya agar terlihat bersih dan rapi karena keluarga Rustam akan mengadakan acara syukuran atau kenduri atas kelahiran anak keempatnya.
Pekarangan rumah Rustam juga bukan sebuah lahan perkebunan, dan Rustam juga bukan seorang pekebun atau juga bukan pelaku usaha perkebunan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang perkebunan.
“Pak Rustam hanya seorang buruh bangunan, bukan seorang pekebun dan juga Pak Rustam tidak membuka lahan atau mengelola lahan perkebunan. Dia hanya membersikan pekarangan rumah saja, pekarangan rumah Pak Rustam juga bukanlah areal perkebunan,” kata Penasihat Hukum Rustam, Noval Setiawan, kepada Riau Pos di Pekanbaru, Kamis (9/7).
Dalam nota pembelaannya, Penasihat Hukum Rustam menyebutkan, kesesatan berpikir Jaksa Penuntut Umum jika mengkategorikan tanaman yang berada di pekarangan rumah Rustam adalah usaha perkebunan.
“Jika pohon di depan rumah Pak Rustam dikatakan merupakan usaha perkebunan, maka bagaimana jika ada pohon kelapa, pisang ataupun pinang berada di tepi jalan raya, di halaman, pekarangan kantor Polres, kantor Kejaksaan atau Pengadilan, bahkan kantor LBH sendiri? Apakah kantor-kantor tersebut dapat dikatakan memiliki usaha perkebunan? Atau bahkan pelaku usaha perkebunan?, Ini merupakan kesesatan berfikir Jaksa Penuntut Umum dalam mengartikan perkebunan atau usaha perkebunan,” ungkap Noval.
Kepala Operasional LBH Pekanbaru, Rian Sibarani menyebutkan, bahwa unsur-unsur dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti.
“Jaksa tidak dapat membuktikan dakwaannya baik dalam dakwaan kesatu maupun dakwaan kedua kesemuanya tidak terbukti, fakta persidangan terungkap bahwa Rustam tidak membuka atau mengelola lahan perkebunan. Rustam tidak ada berniat untuk membuka atau mengelola perkebunan, hanya untuk membersihkan pekarangan karena akan mengadakan kenduri,” ungkap Rian Sibarani.
Dalam nota pembelaannya Penasihat Hukum Rustam juga menyebutkan bahwa terjadi suatu disparitas atau perbedaan penegakan hukum antara masyarakat yang buta hukum dengan korporasi atau cukong yang secara terang melakukan pembakaran lahan, hal ini dapat terlihat dari banyaknya masyarakat yang terjerat hukum karena membakar setitik lahan.
Menurut Rian, mestinya penegak hukum tidak melakukan pemidanaan kepada Rustam, karena ada sesuatu hal yang lebih penting daripada memidanakan masyarakat yang buta hukum.
Selanjutnya, pada saat membacakan nota pembelaan pada 7 Juli 2020 lalu, Penasehat Hukum Noval menyebutkan, agar jangan jadikan hukum itu sebagai alat untuk memenjarakan orang-orang miskin dan buta hukum dan jangan jadikan hukum itu tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Rustam dituntut pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp800 juta subsidiair selama 2 (dua) bulan kurungan karena menurut Jaksa Penuntut Umum, Rustam melanggar pasal Pasal 56 Ayat (1) Jo Pasal 108 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Lebih lanjut, Penasihat Hukum Noval menyebutkan bahwa jaksa menuntut sesuai dengan dakwaan kedua melanggar UU Perkebunan.
Jauh sebelum ini, Kapolres Kepulauan Meranti AKBP Taufik Hidayat SIK mengaku jika pihaknya tidak memberikan toleransi kepada pelaku penyebab terjadinya Karhutla. Soalnya dampak akibat dari kasus tersebut sangatlah luas.
"Tidak ada toleransi kepada pembakar yang menyebabkan Karhutla. Soal Karhutla telah menjadi atensi pusat. Seperti yang dilakukan oleh tersangka.
Kebakaran terjadi walaupun di depan halaman rumah. Sudah jelas dampak dan akibatnya. Menurutnya jika kemarin lambat penanggulangan, tentu habis semua rumah yang ada di dekatnya. "Yang rugi siapa? ya masyarakat,"ujarnya.(p)