SELATPANJANG (RIAUPOS.CO) - Puluhan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) yang tersebar di Kepulauan Meranti gagal menyandang status berkembang hingga maju. Hasil dari evaluasi Pemprov Riau, dominan tata kelola Bumdes daerah setempat masih tergolong dasar dan tumbuh.
Dampaknya, badan usaha yang menyandang status itu terancam tidak boleh menerima suntikan modal usaha melalui program bantuan keuangan khusus (BKK) yang disalurkan Pemprov Riau melalui masing-masing pemerintah desa.
Demikian diterangkan Kabid Pemberdayaan Ekonomi Desa dan Lembaga Desa, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kepulauan Meranti Fajarrullah SFarm kepada Riau Pos, Rabu (8/2).
Dikatakannya, jumlah Bumdes di Kepulauan Meranti tidak kurang dari 96 badan usaha. Dari jumlah tersebut hanya 6 badan usaha yang tergolong maju, dan 15 badan usaha lainnya menyandang status berkembang.
Sementara Bumdes yang masuk dalam kategori tumbuh, tidak kurang dari 58 badan usaha. Sedangkan 15 lainnya masuk dalam kategori dasar dari penilaian Pemprov Riau yang diterima oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakan dan Desa setempat.
''Petunjuk terhadap klasifikasi Bumdes yang bisa menerima penyertaan modal dari BKK itu diberlakukan tahun ini. Tapi yang masuk kategori dasar dan tumbuh kabarnya tidak bisa. Karena secara rinci kami masih menunggu petunjuk teknisnya dari Pemprov Riau,'' katanya.
Peningkatan status dari hasil evaluasi tahunan dilaksanakan oleh Pemprov Riau. Hasilnya, banyak Bumdes masih terbentur oleh kelengkapan legalitas data perusahaan hingga memperoleh nilai buruk.
''Evaluasi setiap tahun ada form yang harus diisi untuk memutuskan status masing-masing Bumdes. Evaluasi melalui tanya jawab tertulis kuesioner. Banyak yang tidak bisa melengkapi data. Rata-rata Bumdes di Meranti tak ada badan hukum,'' ungkapnya.
Padahal dari informasi ia terima, Pemprov Riau tahun 2023 kembali mengalokasikan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) desa sebesar Rp278 miliar, atau lebih besar dari tahun lalu Rp238 miliar.
Bantuan itu dikucurkan mendorong pembanguan ekonomi desa. Termasuk pengembangan Bumdes. Menurutnya setiap desa bakal kebagian BKK tidak kurang dari Rp100 juta hingga Rp180 juta.
''Apalagi kami meyakini di dalam penyertaan modal ke Bumdes yang bersumber dari BKK itu tak ada batasan. Semua tergantung pada kesepakatan badan musyawarah desa. Tapi sayang banyak badam usaha tidak bisa kebagian suntikan dari dana itu,'' ungkapnya.
Makanya, kata Fajar, saat ini mereka sedang intensifkan pembinaan seluruh Bumdes tanpa terkecuali. Sehingga, menurutnya semua badan usaha itu bisa berperan maksimal dalam peningkatan ekonomi desa.
''Namun upaya yang menjadi skala prioritas ditujukan kepada Bumdes yang tergolong dasar dan tumbuh. Menyusul berkembang dan maju,'' ujarnya.(gem)
Laporan WIRA SAPUTRA, Selatpanjang