SELATPANJANG (RIAUPOS.CO) - Dalam rangka Pemulihan Ekonomi Masyarakat (PEM) tahun ini, Pemkab Kepulauan Meranti melalui Dinas Perkebunan dan Hortikultura melaksanakan kegiatan pengadaan bibit salak.
Dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) 2021 ini, tertulis bibit salak pondoh madu. Namun realisasi di lapangan, ternyata salak pondoh biasa yang didatangkan dari Yogyakarta. Padahal selisih harga untuk kedua varietas tersebut cukup jauh.
Dari penelusuran Riaupos.co yang tertuang dalam DPA, kegiatan tertulis harga bibit salak pondoh madu Rp60.000 setiap batangnya. Sedangkan harga salak pondoh biasa yang bersertifikat hanya Rp8.500 setiap batangnya.
Dalam kegiatan ini terdapat 5.225 batang bibit diadakan dan telah dibagikan kepada masyarakat melalui tiga nama kelompok tani. Tiga kelompok tani ini, tersebar di Desa Lemang, Kecamatan Rangsang Barat; Kelurahan Teluk Belitung Kecamatan Merbau; dan Desa Tenan, Kecamatan Tebingtinggi Barat.
Khusus pengadaan bibit salak pondoh madu besertifikat tersebut, total anggaran yang digelontorkan sebesar Rp313.500.000. Kegiatan ini menjadi salah satu dari kegiatan belanja sosial oleh Dinas Perkebunan dan Hortikultura Kabupaten Kepulauan Meranti dengan total tidak kurang dari 1.063.720.000.
Seperti pengakuan salah satu penangkar bibit salak besertifikat di Yogyakarta, Maryanto, yang dihubungi lewat seluler, khusus wilayah Yogyakarta tidak ada satu pun bibit salak pondoh madu yang besertifikat.
"Di seluruh wilayah Yogyakarta tidak ada tersedia bibit salak pondoh madu besertifikat. Kalau tak percaya boleh cari. Kalau ada berarti abal-abal itu. Boleh tanya langsung ke Balai Benih dan Sertifikasi langsung. Yang ada sertifikat hanya jenis salak pondoh biasa. Harganya per bibit Rp8.500," kata Maryanto (18/11/2021).
Bibit salak pondoh yang didistribusikan ke sejumlah kelompok tersebut tertulis produsen benih Mulia Tani, alamat Bening Merdikorejo Tempel, Sleman, Yogyakarta, varietas pondoh.
Kabid Hortikultura Dinas Perkebunan dan Hortikultura Kabupaten Kepulauan Meranti, Sudarmadi, yang dikonfirmasi beberapa hari lalu sempat berkilah jika varietas yang didatangkannya adalah salak pondoh madu.
Namun setelah mendengar jika wartawan telah mengantongi data label sertifikatnya, ia akhirnya mengakui jenis yang didatangkan adalah salak pondoh Biasa.
Sudarmadi malah berkilah, pembengkakan harga pembelian akibat menutupi biaya transportasi dan bongkar-muat dari Yogyakarta. Ditambah lagi biaya pendampingan dari pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kepulauan Meranti.
Kegiatan pengadaan bibit tersebut juga sudah selesai dilaksanakan. Bahkan sudah selesai pembayarannya kepada pihak rekanan.
"Kegiatan tersebut sudah selesai dilaksanakan. Kenapa terjadi pembengkakan anggaran dari nilai sebenarnya, ini untuk menutupi biaya transportasi, bongkar-muat, hingga pendampingan," ujarnya.
Sudarmadi juga sempat mengakui, pendampingan di Kejari setempat dilakukan dengan koordinasi langsung ke Kajari, Waluyo. Ia merasa kegiatan yang dilaksanakan ini secara teknis tidak ada masalah.
"Sebenarnya harga per bibit kami beli sebesar Rp25 ribu. Untuk menutupi biaya transportasi, bongkar-muat, membengkak hingga per bibit sebesar Rp58.000. Kami mengeksekusinya juga minta pendampingan dari kejaksaan. Pak Kajarinya langsung. Pak Waluyo," ujar dia.
Menurut Sudarmadi, kegiatan pengadaan bibit salak ini ada tiga kegiatan yang merupakan kegiatan aspirasi dewan.
"Dua kegiatan yang pengadaan untuk Desa Tenan dan Lemang berada di Hortikultura. Satu kegiatan lagi ada di Bidang Perkebunan. Kalau di Perkebunan kita tak tau pengadaannya dari mana," sebut Kabid Horti tersebut.
Namun ia mengaku terpaksa mengeksekusi kegiatan tersebut dengan salak pondoh. Karena dibeberkannya, jenis salak pondoh madu tidak ada di pasaran. Yang ada cuma salak pondoh, salak madu, dan salak gading.
"Jadi kami terpaksa mengeksekusinya menjadi salak pondoh. Sebenarnya kegiatan ini sudah salah dari perencanaan," tambahnya.
Kepala Kejari Kepulauan Meranti, Waluyo SH MH, yang dikonfirmasi tidak menampik telah melakukan pendampingan terhadap kegiatan yang dimaksud. Namun hingga kini, Bidang OPD terkait belum melaporkan progres kegiatannya.
"Kok pakai nama saya. Pendampingan memang, tapi syarat pendampingan harus membuat progres laporan yang benar. Kalau cek lapangan ada masalah, dan masih dalam tahun berjalan akan diminta lakukan perbaikan," ujar Waluyo.
Namun, tambah Waluyo, kalau ada kerugian, pada tahun berikutnya akan dilakukan pemeriksaan. Pendampingan itu ada di Seksi Datun menyangkut dari segi hukum perdata dan administrasinya.
"Kalau progresnya tak dilaksanakan, maka akan saya cabut pendampingannya," tegas Waluyo.
Laporan: Wira Saputra (Selatpanjang)
Editor: Hary B Koriun