Setelah 61 Tahun, Perempuan Arab Saudi Akhirnya Mengemudi

Internasional | Minggu, 24 Juni 2018 - 14:35 WIB

Setelah 61 Tahun, Perempuan Arab Saudi Akhirnya Mengemudi
PERLIHATKAN SIM: Seorang muslimah Arab Saudi memperlihatkan surat izin mengemudi (SIM), beberapa waktu lalu. (INTERNET)

ARABSAUDI (RIAUPOS.CO) - Hari ini pemerintah Arab Saudi resmi mencabut larangan perempuan mengemudi yang diterapkan sejak 1957. Tapi, izin dari suami, ayah, paman, atau saudara laki-laki bisa jadi halangan.

Salma Youssef tak sabar menanti hari ini (24/6) tiba. Sebab, hari ini adalah hari bersejarah bagi dirinya dan seluruh perempuan Arab Saudi. Larangan mengemudi untuk para perempuan yang diterapkan selama lebih dari enam dekade bakal resmi dicabut.

Baca Juga :Saudi Batasi Masuk ke Raudah di Masjid Nabawi

Youssef sudah lulus ujian mengemudi pekan lalu dan mendapatkan SIM. Dia tak sabar untuk bisa berkendara sendiri ke tempat kerjanya. Juga, mengantarkan anak-anaknya ke sekolah. ’’Ini akan mengubah saya, mengubah keluarga saya. Ini adalah ebuah kebebasan,’’ tegasnya.

Khusus untuk belajar mengemudi dan memperoleh SIM, perempuan Saudi tak perlu izin dari walinya. Di negara penjaga dua situs suci umat muslim itu, aturan penjagaan perempuan oleh walinya masih diberlakukan dengan ketat.

Perempuan yang pergi ke luar rumah, ke luar negeri, menikah, berobat, dan melakukan berbagai hal lainnya harus atas izin ataupun didampingi wali. Yaitu, ayah, suami, saudara laki-laki, maupun paman.

Aturan itu pula yang diperkirakan masih akan menjadi penghalang bagi perempuan untuk mengemudi. Meski telah memiliki SIM, jika walinya tak mengizinkan, semua percuma saja.

Ada beberapa alasan yang membuat para pria yang menjadi wali tak mengizinkan perempuan di bawah penjagaan mereka untuk mengemudi. Mulai takut terjadi pelecehan seksual hingga kecelakaan.

Alanoud Hakami contohnya. Perempuan 22 tahun yang tinggal di Jeddah itu tidak berencana belajar mengemudi dan memiliki SIM. Sebab, suami dan ayahnya memperingatkan kemungkinan terjadi pelecehan. Dan, dia takut itu menjadi kenyataan. Biasanya dia berangkat kerja diantar sang ayah ataupun suami.

’’Saya tak ingin mengemudi karena pemuda Saudi tidak sopan. Situasinya tidak seperti di luar negeri,’’ ujar perempuan yang bekerja sebagai sales tas itu sebagaimana dilansir The Wall Street Journal.

Berdasar survei yang dilakukan Saudi National Center for Public Opinion Polls Maret lalu, sebanyak 61 persen perempuan ingin mengemudi. Untuk mereka yang tidak mau, 41 persen beralasan karena takut terjadi kecelakaan dan 27 persen takut dilecehkan para pria. Saudi sudah mengesahkan UU Anti Pelecehan yang berlaku mulai bulan ini.

Banyak perempuan yang masih merasa tak aman. Tapi, banyak pula yang merasa yakin bahwa UU Anti Pelecehan itu bakal banyak berperan.

Noura al-Mangour misalnya. Beberapa waktu lalu dia hampir dilecehkan. Dia akhirnya mengeluarkan telepon seluler dan mengancam lapor polisi. Pria itu lantas kabur.

Untuk itu, dia berencana memasang kamera di mobil yang akan dibelinya. ’’Saat ini kesadaran bahwa para perempuan tak akan tinggal diam kian meningkat,’’ kata instruktur mengemudi di Princess Noura University, Riyadh, itu.

Memang masih banyak laki-laki Saudi yang tak setuju dengan pencabutan larangan mengemudi itu. September tahun lalu, ketika pemerintah mengumumkan larangan mengemudi bakal dicabut, banyak pria yang bereaksi.

Salah satunya ditangkap karena mengunggah video yang di dalamnya berisi ancaman bakal membakar pengemudi perempuan beserta mobil yang dikendarainya. Tagar yang artinya #kamutidakakanmengemudi bertebaran di Twitter.

Kelompok perempuan membalas dengan pernyataan bahwa mereka akan mengemudi dengan mengunggah foto mereka. Disertai buku panduan di sekolah mengemudi.

’’Saya ingin mandiri, saya ingin mengemudi. Saya tidak mau hidup di bawah belas kasihan pria,’’ tegas Ghadir al-Mezeni yang suaminya sempat menentang ide perempuan mengemudi sendiri.

Pebisnis asal Jeddah Abu Mohammed mengungkapkan, dirinya hanya akan mengizinkan istri ataupun anak perempuannya mengemudi untuk situasi darurat. Dia memprediksi bakal terjadi kekacauan besar-besaran di jalanan Saudi saat perempuan diizinkan memegang kemudi.

Kecelakaan akan meningkat tajam. Dia bahkan berencana ’’mengungsi” ke luar negeri untuk sementara waktu. ’’Alih-alih menginjak rem, mereka malah akan menginjak gas. Kecelakaan tak terhindarkan. Mereka yang biasanya di dapur beralih ke jalanan untuk kali pertama,’’ katanya.

Angka kecelakaan di Saudi memang luar biasa tinggi. Jalanan Saudi bahkan menjadi salah satu yang paling mematikan di dunia. Sepanjang 2016, ada 533 ribu kecelakaan lalu lintas di negara tersebut.

Sebanyak 9.031 orang tewas dan 38 ribu lainnya mengalami luka-luka. Jika dirata-rata, artinya setiap menit terjadi kecelakaan dan kurang lebih 24 orang meninggal per hari.

Memang tak semua perempuan Saudi yang bisa mengemudi bakal langsung turun ke jalan mencoba mengemudi hari ini. Diperkirakan mayoritas bakal memilih untuk melihat situasi lebih dulu. Setidaknya hingga beberapa pekan ke depan.

Banyak perempuan yang memilih tak mengemudi lebih dulu bukan karena faktor pelecehan, tapi karena fasilitas untuk pengemudi perempuan belum memadai. Yang menjadi sorotan adalah lahan parkir.

Beberapa lainnya tak ingin mengemudi karena takut para suami akan membebankan semua tanggung jawab di pundak istrinya. Kewajiban sang suami untuk mengantarkan anak-anak maupun istrinya bakal hilang begitu saja.

’’Saya melihat laki-laki Saudi selalu mencari cara untuk menghindari dan mengurangi tanggung jawabnya,’’ ujar Rawan Najjar sebagaimana dilansir Arab News.

Dia tak ingin mengemudi sendiri. Terlebih, selama ini dia merasa mobilitasnya tak bermasalah. Dia bisa pergi ke mana pun dan kapan pun dengan menggunakan Uber maupun diantar suaminya.(sha/c17/ttg/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook