BEIJING (RIAUPOS.CO) – Polisi Cina hari ini secara resmi mengumumkan ditembak matinya 24 anggota dari apa yang mereka sebut ‘’kelompok teroris’’ di wilayah Xinjiang, yang mayoritasnya muslim.
Ini merupakan operasi paling berdarah dalam beberapa bulan, dari hasil perburuan selama 56 hari menyusul serangan terhadap sebuah tambang batu bara di Aksu pada September lalu yang menewaskan 16 orang, kata portal web pemerintah daerah Xinjiang, Tianshan. Satu "preman" menyerah, tambahnya.
Itu adalah konfirmasi resmi pertama dari kedua serangan terhadap tambang dan juga efeknya.
Xinjiang adalah tanah air dari etnis minoritas Uighur yang sebagian besar Muslim. Banyak dari mereka mengeluhkan diskriminasi dan kontrol pada budaya dan agama mereka, dan sering dilanda kerusuhan mematikan.
Serangan di tambang batu bara itu merupakan "serangan teroris kekerasan di bawah komando langsung dari sebuah organisasi ekstrimis di luar negeri", kata Tianshan.
Kantor berita resmi Xinhua mengutip pernyataan pemerintah Xinjiang mengidentifikasi pemimpin serangan sebagai Musa Tohniyaz dan Mamat Aysa, yang bentuk dan namanya bercririkan dari etnis Uighur.
Pernyataan resmi hari ini itu dikeluarkan tak lama setelah Radio Free Asia (RFA), yang didanai oleh pemerintah AS, mengatakan bahwa lebih dari 50 orang termasuk lima polisi tewas dalam serangan pisau di sebuah tambang batu bara di Aksu pada bulan September.
Para penyerang menargetkan penjaga keamanan, pemilik rumah tambang, dan asrama pekerja, katanya.
Awal pekan ini RFA mengutip pemerintah dan sumber-sumber lokal mengatakan 17ntersangka, termasuk tujuh perempuan dan anak-anak - di antara mereka satu tahun dan enam tahun - telah dibunuh oleh pihak berwenang.
Beijing menuduh separatis Uighur seperti Gerakan Islam Turkistan berada di balik serangan di Xinjiang, yang telah menimbulkan gelombang kerusuhan yang mematikan.
Namun para ahli di luar negeri meragukan kekuatan kelompok itu dan hubungan mereka dengan terorisme global, dengan beberapa mengatakan Cina melebih-lebihkan ancaman untuk membenarkan langkah-langkah keamanan ketat di wilayah yang kaya sumber daya alam itu.
Kelompok-kelompok HAM mengatakan bahwa tindakan tersebut adalah salah satu pemicu kekerasan.
Beijing - yang menganggap kecaman dari serangan di Xinjiang oleh pemerintah asing sebagai tidak berdasar – balik menuding negara-negara Barat menerapkan "standar ganda" dengan mengangkat isu terorisme dari serangan Paris yang menewaskan sedikitnya 129 orang.
"Standar ganda seharusnya tidak diperbolehkan," kata Menteri Luar Negeri China Wang Yi Minggu.
"Cina adalah korban dari terorisme," kata Xinhua dalam sebuah komentar Kamis malam.
"Memerangi Gerakan Turkistan, kelompok teror yang ada dalam daftar PBB, dan kelompok teroris lainnya merupakan komponen penting dari perjuangan melawan terorisme internasional," tambahnya.
Cina cenderung untuk melabelkan "teroris" untuk serangan yang melibatkan Uighur. Polisi bulan lalu dengan cepat mengesampingkan kemungkinan "aksi teroris" ketika serangkaian 18 ledakan menewaskan sedikitnya tujuh orang di wilayah selatan Guangxi.
Kata itu sama dihindari ketika ledakan bom menewaskan satu orang dan melukai delapan orang di luar kantor Partai Komunis di provinsi Shanxi pada tahun 2013.
Portal Tianshan mengatakan, polisi mengerahkan sekitar 10.000 orang dari "berbagai kelompok etnis" untuk membantu dalam mencari penyerang tambang batubara. Berita dilengkapi gambar yang menunjukkan petani dipersenjatai dengan tongkat kayu dan alat-alat pertanian, dan sebuah helikopter yang juga dikerahkan dalam operasi itu.(zar)