Pengiriman Bantuan ke Gaza Kembali Terhenti

Internasional | Sabtu, 18 November 2023 - 12:30 WIB

Pengiriman Bantuan ke Gaza Kembali Terhenti
Seorang anak laki-laki berjalan membawa karung-karung berisi persediaan di Rafah Selatan Jalur Gaza, Jumat (17/11/2023). (SAID KHATIB/AFP)

GAZA CITY (RIAUPOS.CO) - Pengiriman bantuan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ke Gaza dihentikan lagi Jumat (17/11). PBB mengatakan tidak akan ada operasi bantuan lintas batas karena kekurangan bahan bakar dan terputusnya komunikasi. Ini merupakan hari kedua berturut-turut, tidak ada truk bantuan yang tiba di Gaza karena kekurangan bahan bakar untuk mendistribusikan bantuan.

Direktur Eksekutif Badan Pangan Dunia PBB (WFP) Cindy McCain mengatakan, hampir seluruh penduduk sangat membutuhkan bantuan pangan. "Persediaan makanan dan air praktis tidak ada di Gaza dan hanya sebagian kecil dari kebutuhan yang datang melalui perbatasan," katanya dalam sebuah pernyataan.


"Dengan semakin dekatnya musim dingin, tempat penampungan yang tidak aman dan penuh sesak, serta kurangnya air bersih, warga sipil menghadapi kemungkinan kelaparan," tambahnya.

Meski gerbang penyeberangan Rafah beroperasi, WFP menilai, proses pengiriman bantuan kemanusiaan dari perlintasan tersebut tidak maksimal. Israel benar-benar membatasi konvoi bantuan yang diizinkan memasuki Gaza.

Dari 1.129 truk yang memasuki Gaza sejak pembukaan perbatasan Rafah pada 21 Oktober 2023, hanya 447 truk yang membawa pasokan makanan. "Meskipun WFP menyambut baik peningkatan jumlah truk yang menyeberang ke Gaza, sayangnya volume tersebut masih belum mencukupi: makanan yang masuk ke Gaza hanya cukup untuk memenuhi tujuh persen dari kebutuhan kalori minimum harian masyarakat," kata WFP.

Ketiadaan suplai bahan bakar telah memicu berhentinya produksi roti di 130 toko roti di Gaza. Saat ini roti, makanan pokok masyarakat Gaza, langka atau bahkan tidak ada.

Kekurangan bahan bakar juga melumpuhkan distribusi dan operasi kemanusiaan, termasuk pengiriman bantuan makanan. "Tanpa akses terhadap bahan bakar, kemampuan kami untuk menyediakan roti atau mengangkut makanan kepada mereka yang memerlukan telah sangat terganggu, yang pada dasarnya membuat kehidupan di Gaza terhenti. Orang-orang akan kelaparan," kata Direktur WFP di Palestina Samer Abdeljaber.

Truk pertama yang mengirimkan bahan bakar ke Jalur Gaza sejak perang dimulai telah tiba di daerah kantong yang terkepung tersebut. Truk bahan bakar diesel tersebut tiba di Gaza melalui perbatasan Rafah dengan Mesir pada Rabu (15/11). Namun, pengiriman tersebut dinilai sama sekali tidak cukup untuk memenuhi keperluan.

Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) menyatakan saat itu, penggunaan bahan bakar tersebut telah "dibatasi" oleh Israel. "Baru saja menerima 23,027 LT bahan bakar dari Mesir (setengah kapal tanker), tetapi penggunaannya telah dibatasi oleh otoritas Israel, hanya untuk mengangkut bantuan dari Rafah,"  kata Direktur Urusan UNRWA di Jalur Gaza Tom White.

"Tidak ada bahan bakar untuk air atau rumah sakit. Ini hanya sembilan persen dari apa yang kita butuhkan setiap hari untuk mempertahankan aktivitas penyelamatan nyawa," tambahnya dikutip dari Aljazirah.

Menurut White, pengiriman bahan bakar pertama itu hanya setara dengan setengah truk. Jumlah tersebut sangat tidak cukup sama sekali dan diperlukan lebih banyak lagi. "Bahan bakar digunakan sebagai senjata perang, hal ini harus dihentikan," katanya.

Wabah Penyakit Mulai Menyebar di Gaza

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, bahwa mereka sangat khawatir dengan penyebaran berbagai macam penyakit di Gaza, Jumat (17/11). Menurut WHO, pengeboman yang dilakukan Israel selama berminggu-minggu telah menyebabkan warga memadati tempat penampungan dengan pasokan makanan dan air bersih yang minim.

"Kami sangat prihatin dengan penyebaran penyakit ketika musim dingin tiba," kata Perwakilan WHO di Wilayah Pendudukan Palestina Richard Peeperkorn.

Dia mengatakan bahwa lebih dari 70.000 kasus infeksi pernafasan akut dan lebih dari 44.000 kasus diare telah tercatat, angka yang jauh lebih tinggi dari perkiraan.

WHO sebelumnya telah memperingatkan adanya "tren yang mengkhawatirkan" dalam penyebaran penyakit di Gaza. Pengeboman dan serangan darat telah mengganggu sistem kesehatan, akses terhadap air bersih dan menyebabkan orang-orang berkumpul di tempat penampungan.

Awal musim hujan dan kemungkinan banjir juga meningkatkan kekhawatiran bahwa sistem pembuangan limbah di wilayah padat penduduk tersebut akan kewalahan dan penyakit akan menyebar dengan cepat.

Ketiadaan bahan bakar telah memaksa stasiun pompa limbah dan pabrik desalinasi ditutup, sehingga meningkatkan risiko kontaminasi air dan berjangkitnya penyakit

Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan pada hari Jumat bahwa sekitar 813.000 pengungsi internal tinggal di setidaknya 154 tempat penampungan yang dikelola oleh Badan Pengungsi Palestina di PBB, UNRWA.

"Kepadatan yang berlebihan menyebabkan penyebaran penyakit, termasuk penyakit pernafasan akut dan diare, sehingga meningkatkan permasalahan lingkungan dan kesehatan," kata OCHA memperingatkan.

Erdogan Sebut Israel Negara Teroris

Agresi bertubi-tubi yang dilakukan oleh militer Israel (IDF) di Jalur Gaza, telah membuat para pemimpin negara di dunia melontarkan kritik tajam. Presiden Turki, Tayyip Erdogan telah melontarkan sebuah kritik tajam terhadap Israel atas apa yang dilakukan terhadap warga Palestina, Kamis (16/11).

Tayyip Erdogan tak segan menyebut negara pimpinan Benyamin Netanyahu ini dengan sebutan "negara teroris" karena telah melakukan kejahatan perang dan melanggar hukum internasional. "Dengan kebiadaban mengebom warga sipil yang memaksa mereka keluar dari rumah mereka saat mereka direlokasi, hal ini benar-benar menggunakan terorisme negara," kata Tayyip Erdogan.

"Saya sekarang mengatakan, dengan hati yang tenang, bahwa Israel adalah negara teror," tambahnya.

Ia juga menuntut agar para pemimpin negara zionis diadili atas kejahatan perang di Mahkamah Internasional Den Haag.

Dalam pidatonya, pemimpin negara bulan sabit ini juga menyerukan tentang pembelaannya terhadap Hamas.

Menurutnya, Hamas bukanlah organisasi teroris, namun sebuah partai politik yang memenangkan pemilu dan sedang berjuang melindungi tanah serta kehormatan mereka. "Kami tidak akan pernah segan-segan menyuarakan kebenaran bahwa anggota Hamas yang melindungi tanah, kehormatan, dan nyawa mereka dalam menghadapi kebijakan pendudukan adalah pejuang perlawanan, hanya karena sebagian orang merasa tidak nyaman dengan hal tersebut," katanya.

Turki berencana akan memanggil para pemimpin negara-negara yang bulan lalu abstain dalam pemungutan suara di Majelis Umum PBB mengenai gencatan senjata bantuan di Gaza.

Pada Rabu malam, Presiden berusia 69 tahun ini juga berbicara dengan Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni dan memberitahunya bahwa Ankara mengharapkan dukungan Roma dalam mencapai gencatan senjata di Gaza.

Sementara itu, Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad memberikan komentar menohok kepada tentara Benjamin Netanyahu tersebut  atas apa yang dilakukan di Jalur Gaza.

Mahathir menjelaskan bahwa  apa yang dilakukan sekarang lebih parah dari peristiwa Nakba (pengusiran jutaan warga Palestina akibat pembentukan negara Israel) pada tahun 1948.

"Ini lebih buruk dari Nakba sebelumnya karena ini bukan perang.  Ini hanyalah penindasan kemanusiaan," katanya dikutip dari Arabnews.com, Jumat (17/11).

Selain itu ia juga mengatakan bahwa  Israel telah melakukan penindasan kemanusiaan yakni hanya membunuh warga sipil. "Kami tidak melihat tentara saling berkelahi.  Sederhananya, kita melihat tentara Israel membunuh warga sipil.  Itu bukan perang.  Ini adalah bencana kemanusiaan," ujarnya.

PM Malaysia tahun 1981 – 2003 ini juga mengatakan, apa yang dianggap sebagai pembelaan terhadap serangan Hamas 7/10 telah melampaui batas. "Mereka mungkin mempunyai hak untuk membela diri, tetapi tidak sampai pada tingkat mengusulkan untuk membunuh warga sipil Palestina tanpa batasan apa pun," kata Mahathir.

 "Saat ini, mereka telah membunuh 12.000 orang.  Mereka mengklaim telah kehilangan 1.400 orang, namun kini mereka telah membunuh lebih dari 12.000 warga Palestina.  Itu bukanlah cara untuk menjamin kesejahteraan Israel," tambanya.

 Terakhir, PM terlama di Malaysia tersebut menganggap serangan Hamas pada (7/10) silam merupakan hal yang wajar karena Israel telah merampas hak Palestina selama berpuluh-puluh tahun.

Selama 70 tahun, Israel menindas warga Palestina, merampas tanah mereka dan membangun pemukiman di tanah mereka," kata Mahathir. "Dan mereka (Palestina) sudah mencoba banyak cara, termasuk negosiasi yang dilakukan  Arafat.  Namun setiap kali mereka mencoba menyelesaikan masalah tersebut, Israel mengingkari janji mereka," tambahnya.(int/jpg)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook