GAZA (RIAUJPOS.CO) - Negara-negara Arab mengecam adanya seruan ultimatum yang diberikan Israel agar warga sipil Palestina segera meninggalkan Gaza. Seruan ultimatum dari Israel tersebut, disampaikan menjelang serangan darat sebagai tindakan pengusiran terhadap Palestina.
Sementara itu, Mesir, satu-satunya negara Arab yang berbatasan langsung dengan Gaza, dan Yordania, yang berbatasan dengan Tepi Barat yang diduduki Israel, juga memperingatkan agar warga Palestina tidak diusir dari tanah mereka.
Hal ini mencerminkan kekhawatiran Arab bahwa perang terbaru Israel dengan Hamas di Gaza dapat memicu gelombang baru pengusiran permanen dari tanah di mana warga Palestina ingin membangun negara di masa depan.
Presiden Mesir juga menegaskan bahwa penting bagi rakyat palestina untuk tetap berada di tanah mereka.
"Penting bagi rakyat (Palestina) untuk tetap teguh dan hadir di tanah mereka," kata Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi pada hari Kamis dilansir dari reuters.
Bagi warga Palestina, gagasan untuk meninggalkan atau diusir dari mereka bisa diartikan sebagai "Nakba", atau "malapetaka".
Sekitar 700.000 orang Palestina, merupakan setengah dari populasi Arab yang dulu dikuasai Inggris, dirampas dan mengungsi. Banyak dari mereka yang menyebar ke negara-negara Arab yang berdekatan, di mana mereka atau banyak dari keturunan mereka masih tinggal di kamp-kamp pengungsi.
Sementara itu, Israel membantah pernyataan bahwa mereka mengusir warga Palestina, dengan mengatakan bahwa mereka diserang oleh lima negara Arab setelah pembentukannya. Sejak Israel melancarkan pengeboman intens terhadap Gaza pada 7 Oktober lalu, ratusan ribu penduduk Gaza yang berjumlah 2,3 juta orang telah meninggalkan rumah mereka, namun mereka masih bertahan di Gaza, sebuah wilayah kecil yang terjepit di antara Israel, Mesir, dan Laut Tengah.
Utusan Israel untuk PBB, Gilad Erdan, mengatakan bahwa peringatan evakuasi tersebut adalah "untuk memindahkan (warga) ke selatan untuk sementara waktu... untuk mengurangi bahaya bagi warga sipil."
"PBB seharusnya memuji Israel atas tindakan pencegahan ini," kata Erdan kepada para diplomat PBB dalam sebuah acara yang diselenggarakan oleh Israel bersama keluarga-keluarga warga Israel yang diculik Hamas.
"Selama bertahun-tahun, PBB telah menaruh kepalanya di pasir dalam menghadapi teror Hamas di Gaza," lanjutnya. Nasib para pengungsi Palestina merupakan salah satu isu paling pelik dalam proses perdamaian yang mandek.
Palestina dan negara-negara Arab mengatakan bahwa kesepakatan harus mencakup hak para pengungsi dan keturunan mereka untuk kembali, sesuatu yang selalu ditolak oleh Israel.
Beberapa pernyataan Israel telah memicu kekhawatiran Arab. Di Khan Younis di selatan Gaza, Mariam al-Farra, seorang ibu berusia 36 tahun dengan dua anak, mengatakan bahwa orang-orang yang mengungsi di daerah terkepung itu berdesakan tanpa air, listrik, dan jaringan internet.
"Orang-orang mengatakan kami semua akan pergi ke Sinai - bahwa kami akan dipindahkan secara paksa," katanya.
"Kami tidak ada hubungannya dengan semua ini. Kami hanya ingin hidup dengan tenang."
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman