SENGKETA LAUT CINA SELATAN

Cina Klaim Natuna, Indonesia Tantang ke MI

Internasional | Jumat, 13 November 2015 - 00:01 WIB

Cina Klaim Natuna, Indonesia Tantang ke MI
SIAGA DI PEKANBARU - Sejumlah pesawat tempur F16 milik TNI-AU disiagakan di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, menyusul memanasnya situasi di Laut Cina Selatan yang kini melibatkan Indonesia karena Natuna di Kepulauan Riau juga diklaim oleh Cina.(INTERNET)

BEIJING (RIAUPOS.CO)  – Sejak Cina mengklaim sejumlah wilayah di Laut Cina Selatan, termasuk Natuna di Kepulauan Riau, situasi di kawasan strategis ini kian memanas. Indonesia pun tidak tinggal diam. Selain menguatkan kesiagaan, Jakarta juga serius membawa klaim sepihak itu ke Mahkamah Internasional (MI).

Menkopolhukam Indonesia Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, Indonesia bisa menjadi negara kedua di kawasan itu yang menantang klaim Cina atas seluruh wilayah di Laut Cina Selatan, termasuk kepulauan Natuna milik Indonesia. Ini terjadi jika Cina dan Indonesia tidak bisa menyelesaikan perselisihan wilayah itu lewat dialog.

Baca Juga :Buluh Cina Terendam Banjir, Tidak Bisa Dilalui Kendaraan Roda Dua

Luhut Panjaitan  Rabu (11/11) mengatakan Indonesia bekerja keras menyelesaikan isu itu dan berupaya mendekati Cina untuk membahas keprihatinan tentang klaim wilayah Cina yang kontroversial di Laut Cina Selatan.

“Kami ingin melihat solusi masalah ini dalam masa dekat lewat dialog, atau kami akan membawanya ke Mahkamah Kriminal Internasional (ICC),” ujar Luhut.

Filipina telah mengadukan Cina ke mahkamah internasional, dan baru-baru ini mahkamah itu memutuskan akan mendengar beberapa klaim yang diajukan Filipina terhadap Cina.

Cina menolak keras arbitrase itu. Cina telah sejak lama mengatakan bahwa perselisihan di Laut Cina Selatan seharusnya diselesaikan secara bilateral dan tidak lewat intervensi internasional.

Cina mengklaim hampir seluruh wilayah Laut Cina Selatan sebagai bagian dari wilayahnya dan menggunakan apa yang disebut sebagai “sembilan garis putus-putus” untuk menjelaskan klaimnya itu.

Namun, masalahnya adalah garis putus-putus yang digunakan Cina itu menyentuh zona ekonomi ekslusif beberapa negara lain. Selain Indonesia dan Filipina, Vietnam, Taiwan, Malaysia dan Brunei Darussalam kini memiliki klaim yang tumpang tindih dengan Cina.

“Kita tidak ingin melihat ada negara manapun yang memproyeksikan kekuatannya di wilayah itu. Kita menginginkan solusi damai dengan mendorong dialog,” lanjut Luhut.

“Sembilan garis putus-putus itu adalah masalah yang kita hadapi sekarang ini, dan tidak saja menjadi masalah Indonesia,” tambahnya.

Klaim sembilan garis putus-putus Cina itu mencakup kepulauan Natuna milik Indonesia.

Pernyataan Luhut Panjaitan itu disampaikan beberapa hari menjelang pertemuan para pemimpin dalam forum APEC – Kerja sama Ekonomi Asia Pasifik – di Manila, Filipina. Cina sudah mengatakan tidak ingin masalah Laut Cina Selatan menjadi agenda dalam pertemuan itu.

Presiden Xi Jinping mengatakan akan menghadiri forum APEC, meskipun perselisihan dengan Filipina masih terus berlangsung. Sebagai tuan rumah, Filipina tidak akan membawa isu ini dalam pertemuan tersebut. Namun, beberapa peserta tampaknya akan membahas perselisihan itu di sela-sela pertemuan, meskipun fokus utama adalah isu kerja sama ekonomi dan perdagangan.

Amerika baru-baru ini melaksanakan apa yang disebut sebagai misi navigasi pelayaran yang bebas dalam zona 12 mil dari pulau-pulau buatan di Laut Cina Selatan, yang dibangun Cina dengan cepat dan menimbulkan keprihatinan bahwa pulau-pulau itu terutama akan digunakan oleh militer. Tapi keprihatinan itu berulangkali dibantah Cina.

Sumber: VOICE OF AMERICA

Editor: Amzar









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook