JAM MALAM TAK MAMPU MEREDAM

Kematian George Floyd, Unjuk Rasa Meluas ke Hampir Seluruh Amerika

Internasional | Senin, 01 Juni 2020 - 07:31 WIB

Kematian George Floyd, Unjuk Rasa Meluas ke Hampir Seluruh Amerika
Demonstran menendang kendaraan polisi yang rusak di Los Angeles, Sabtu (30/5/2020), sebagai protes terhadap kematian George Floyd.(ARIANA DREHSLER/AFP)

WASHINGTON (RIAUPOS.CO) -- Demonstrasi memprotes kematian George Floyd meluas di berbagai wilayah di Amerika Serikat. Jam malam yang diberlakukan tak mampu meredam aksi solidaritas tersebut. Hingga kemarin (31/5), sudah 25 kota diberlakukan jam malam.

Sejumlah aksi memang berujung pada kerusuhan. Bahkan penjarahan.


Setidaknya 13 negara bagian sudah mengizinkan pasukan National Guard untuk membantu aparat lokal. Salah satunya, Gubernur Minnesota Tim Walz. Negara bagian tersebut menaungi Minneapolis, lokasi kematian Floyd. Walz mengatakan, dirinya sudah mengerahkan seluruh personel National Guard yang bisa mereka panggil. Sekitar 13 ribu personel diharapkan bisa menekan massa yang menolak bubar.

Politikus berusia 56 tahun itu sama dengan pejabat lainnya. Mereka mengutuk oknum pendemo yang melakukan perusakan, pembakaran, dan penjarahan. Dia menuduh para pelaku kerusuhan bukan warga lokal. Namun, kelompok asing yang ingin memanfaatkan situasi.

"Mereka tak peduli apakah kami bisa menghadirkan keadilan bagi George Floyd," ungkap Walz seperti dilansir CNN.

Namun, upaya tersebut tak membuat pendemo takut. Di sebagian besar daerah, warga masih memilih bertahan meski sudah melewati jam malam kemarin WIB. Konflik antara demonstran dan aparat terus bermunculan.

Di New York City, video yang merekam mobil patroli menabrak kerumunan massa menjadi buah bibir. Wali Kota New York City Mayor Bill de Blasio tak menyalahkan aparat atas peristiwa tersebut. Di beberapa lokasi, kasus penembakan juga muncul. Semua otoritas mengatakan bahwa tembakan itu tidak berasal dari penegak hukum.

Semalam suntuk aparat terus melakukan penangkapan. Di Dallas 74 orang ditahan dan segera diproses hukum. Kepolisian New York City mengeklaim mereka sudah menangkap lebih 120 demonstran.

"Tak ada yang tahu siapa yang berada di balik aksi kekerasan. Tapi, sudah jelas bahwa suara yang menuntut agar AS bisa berubah sudah ada jauh sebelum kasus ini," ujar Ketua  Poor People’s Campaign William Barber.

Aktivis HAM tersebut mengatakan bahwa demo yang terjadi merupakan buntut dari kekesalan masyarakat terhadap masalah rasisme selama bertahun-tahun. Bukan hanya soal kebrutalan polisi terhadap kaum ras minoritas. Namun, juga kebijakan-kebijakan yang mengizinkan tindakan rasis.

Kasus Floyd jelas bukan kebrutalan polisi terhadap warga kulit hitam AS yang pertama. Ada kasus Michael Brown di Ferguson dan Eric Garner di New York. Kasus-kasus tersebut memicu gerakan Black Lives Matter. Namun, gelombang kali ini memang yang terbesar di antara semuanya. Bahkan, Agence France-Presse meriliis bahwa warga Toronto, Kanada, ikut menunjukkan solidaritas dengan menggelar aksi damai.

Hal tersebutlah yang menyebabkan pemerintah semakin khawatir.

"Saya meminta semua rakyat Los Angeles untuk berhenti sejenak. Biarkan petugas pemadam kebakaran memadamkan api dan aparat mengembalikan kedamaian," ungkap Wali Kota Eric Garcetti setelah mengumumkan kebijakan jam malam.

George Floyd tewas di tangan polisi Minneapolis. Dia ditangkap karena diduga bertransaksi dengan menggunakan uang palsu 20 dolar AS. Dalam sebuah video yang viral terlihat Floyd diborgol dan dijatuhkan ke aspal. Seorang polisi menekan leher Floyd dengan lutut hingga akhirnya tewas.(bil/c10/tom/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook