INDRAGIRI HULU (RIAUPOS.CO) -- Komisi III DPRD Provinsi Riau kembali mendatangi dua perusahaan di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Selasa (18/2). Kunjungan insidentil itu berlangsung di PT Tirta Sari Surya dan PT Swakarsa Sawit Raya.
Kegiatan tersebut dipimpin langsung Ketua Komisi III Husaimi Hamidi, Wakil Ketua Komisi III Karmila Sari serta Anggota Komisi III lainnya. Serta diterima oleh Direksi PT Tirta Sari Surya dan PT Swakarsa Sawit Raya UPT Pendapatan Bapenda Riau, dan Dinas Penanaman Modal Riau di Ruang Rapat Internal PT Tirta Sari Surya dan Ruang Kerja Manajer PT Swakarsa Sawit Raya.
Husaimi Hamidi menyebutkan, kunjungan pihaknya berkaitan dengan pajak air permukaan. Data-data terkait air permukaan yang digunakan oleh PT Tirta Sari Surya dalam mengelola pengolahan karet dimintai langsung oleh Komisi III DPRD Riau. Mulai dari jumlah kubikasi air yang diperlukan untuk pengolahan pabrik tersebut perlu diketahui agar mendapat informasi yang jelas karena hal itu merupakan sumber nilai PAD bagi Provinsi Riau.
Berkaitan hal itu Komisi III juga meminta pada direksi perusahaan agar water meter pada pipa saluran yang digunakan sebaiknya menggunakan sistem analog, mengingat hal tersebut juga mendapat himbauan dari Komisi Pemberantasan Korupsi agar menggunakan sistem Water Meter Analog tersegel.
Usai Rapat internal di ruang Rapat PT Tirta Sari Surya, Komisi III bersama Direksi PT Tirta Sari Surya selanjutnya melaksakan kunjungan lapangan ke pabrik pengolahan karet tersebut dan langsung menuju tempat atau sumber air yakni tepian sungai yang digunakan dalam pengolahan kegiatan pabrik.
Berkesinambungan dengan PT Tirta Sari Surya, usai kunjungam insidentil di PT Tirta Sari Surya, Komisi III juga langsung menyambangi PT Swakarsa Sawit Raya dan menuju ke lokasi sumber air yang akan digunakan dalam pengolahan kelapa sawit.
Setiba di lokasi, Komisi Ill menemui bahwa Water Meter yang digunakan oleh PT Swakarsa Sawit Raya masih menggunakan Water Meter Digital.
"Disana kami juga meminta langsung data-data terkait jumlah kubikasi air yang ditarik dalam pengolahan pabrik sawit tersebut, seperti yang diketahui jumlah kubikasi air permukaan yang dipakai sangat berpengaruh dalam peningkatan PAD Provinsi Riau dari sektor Pajak Air Permukaan," tegas Husaimi.
Sebelumnya, upaya peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) oleh Komisi III DPRD Riau sudah mulai membuahkan hasil. Salah satunya datang dari sektor pajak air permukaan dengan objek pajak PLTA Koto Panjang. Di mana sebelumnya, pembayaran pajak diserahkan kedua provinsi. Yakni Provinsi Riau dan Provinsi Sumbar.
Setelah dilakukan penelaahan oleh komisi III, akhirnya besaran pajak air permukaan hanya dibayarkan kepada Pemprov Riau. Hal itu disampaikan anggota Komisi III DPRD RiauAbu Khoiri.
Dikatakan dia, besaran pajak yang dibayarkan ke daerah dari objek pajak air permukaan PLTA Koto Panjang hanya sebesar Rp1,7 miliar. Setelah dilakukan beberapa kajian oleh pihaknya, jumlah pajak yang masuk berjumlah dua kali lipat. Atau sebesar Rp3,4 miliar.
"Kan sejak awal kami fokus terhadap peningkatan pendapatan ya. Jadi untuk pajak permukaan air di PLTA Koto Panjang ini kan sebelumnya dibagi dua. Disetor ke Sumbar dan Riau," sebut Abu.
Mendapati kondisi itu, pihaknya melakukan kunjungan ke lokasi objek pajak yang terletak di Kabupaten Kampar. Termasuk juga dengan mendatangi Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Utara untuk meminta klarifikasi. Adapun pelaksanaan klarifikasi didasari UU No.28/2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, serta perda Provinsi Riau No.8/2011 tentang pajak.(adv)
Narasi: Afiat Ananda
Foto: Humas DPRD Riau