KAJARI INHU DAN DUA BAWAHANNYA DITAHAN

Terima Rp650 Juta dari 63 Kasek Diduga Memeras

Indragiri Hulu | Rabu, 19 Agustus 2020 - 10:12 WIB

Terima Rp650 Juta dari 63 Kasek Diduga Memeras
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung RI Hary Setiyono (tengah) memberikan keterangan terkait dugaan pemerasan terhadap kepala sekolah di Indragiri Hulu, di Gedung Kejagung RI Jakarta, Selasa (18/8/2020).(YUSNIR/RIAUPOS.CO)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) -- Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) ak­hirnya mengekspose kasus dugaan pemerasan terhadap 63 kepala SMP Negeri di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Provinsi Riau yang diduga dilakukan oleh enam orang pejabat struktural di lingkungan Kejaksaan Negeri (Kejari) Inhu. Dari enam pejabat tersebut, tiga di antaranya ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan. Sedangkan, tiga lainnya masih berstatus sebagai saksi.

Ketiga jaksa yang ditetapkan sebagai tersangka tersebut adalah Kajari Hayin Suhikto SH MH, Kasi Pidsus Ostar Al Pansri, dan Kasubsi Barang Bukti Rionald Febri Rinando. "Setelah ditetapkan tersangka, ketiganya dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan. Mereka ditahan di Rutan Salemba, Jakarta Cabang Kejagung," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung RI Hari Setiyono, Selasa (18/8) sore.


Ia menyebutkan, awalnya keenam pejabat ini dilaporkan adanya dugaan dan dinyatakan terbukti melakukan perbuatan tercela sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 angka 1 dan angka 8 juncto Pasal 13 angka 1 dan 8 peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin, sehingga Kejati Riau melakukan klarifikasi terhadap enam tersebut. "Dari hasil klarifikasi itu, ditemukan perbuatan melawan hukum," ujar Hari.

Hari menyebut, pemeriksaan ditingkatkan ke inspeksi kasus dengan dikeluarkannya surat perintah kepala Kejaksaan Tinggi Riau Nomor 237/L.4/L.1/07/2020 tanggal 21 Juli 2020 untuk melakukan inspeksi kasus. Ia menyebut, berdasarkan hasil inspeksi kasus yang dilakukan oleh Bidang Pengawasan Kejati Riau, maka disimpulkan laporan hasil pemeriksaan dinyatakan terbukti adanya perbuatan tercela yang dilakukan oleh enam pejabat Kejaksaan Negeri Inderagiri Hulu.

"Keenam pejabat struktural tersebut adalah Kepala Kejari Inhu, Kasi Pidsus Kejari Inhu, Kasi Intel Inhu, Kasi Datun Kejari Inhu, Kasi Pengelolaan Barang Bukti dan Rampasan Kejari Inhu dan Kasubsi Barang Bukti dan Rampasan Kejari Inhu," jelas Hari.

Hary menjelaskan, berdasarkan keputusan Wakil Jaksa Agung Nomor: Kep/4-042/b/WCA/8/2020 tanggal 7 Agustus 2020, keenam pejabat tersebut dikenakan sanksi hukuman disiplin tingkat berat berupa pembebasan jabatan struktural. Selain dijatuhi hukuman disiplin PNS, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan (LHP), diduga adanya peristiwa tindak pidana maka Bidang Pengawasan Kejagung menyerahkan penanganannya ke Bidang Pidsus Kejagung. Setelah dilakukan pemeriksaan secara mendalam, maka tiga dari enam orang tersebut memenuhi unsur pidana maka ditetapkan sebagai tersangka.

Hasil inspeksi kasus tersebut dituangkan dalam hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa terdapat enam orang pejabat tadi dinyatakan terbukti melakukan perbuatan tercela sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 angka 1 dan angka 8 juncto pasal 13 angka 1 dan 8 peraturan pemerintah nomor 53 tahun 2010 tentang disiplin.

"Setelah dilakukan pemeriksaan, dan dikaitkan dengan alat bukti dan barang bukti lainnya, dan dipenuhi kedua alat buktinya, maka penyidik berkesimpulan menetapkan tersangkanya. Yaitu pertama inisial HS, Kepala Kejari Inhu, Kasi Pidsus Kejari Inhu inisial OAP, Kasubsi Barang Bukti dan Rampasan Kejari Inhu inisial RFR," terangnya.

Saat ini proses penyidikan masih berlangsung dan dilakukan oleh Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus. Lebih jauh, Hari mengatakan, belum dipastikan berapa besar uang yang telah diterima karena masih dalam tahap penyelidikan. Namun dari hasil penyelidikan sementara, uang yang telah terbukti diterima dari kepala sekolah sejak tahun 2019 totalnya lebih kurang Rp650 juta. Di mana uang tersebut diberikan secara bertahap dengan jumlah berbeda-beda mulai dari Rp10 juta setiap kepala sekolah pada saat pencairan pertama dari dana bantuan operasional sekolah (BOS).

 

"Dari hasil dugaan sementara dari 63 kepala sekolah ini terkait dengan adanya pengelolaan dana BOS. Total keseluruhan sementara ini karena proses penyidikan sekitar hampir Rp650 juta kira-kira karena ini masih proses penyidikan," ucapnya.

"Sementara ini dana BOS dari tahun 2019. Jadi ketika pencairan dana BOS untuk tahun 2019. Nah, tentu dalam perkembangan penyidikan apakah berhenti di situ atau barangkali di tahun-tahun sebelumnya. Nah itulah yang didalami dalam penyelidikan," tambahnya.

Terkait pemeriksaan yang dilakukan oleh KPK terhadap 63 kepala sekolah tersebut, Hari menjelaskan, bahwa KPK melakukan fungsinya dan menindaklanjuti laporan dari Inspektorat Inhu. Namun begitu, pihaknya sudah lebih dulu melakukan koordinasi sebagaimana MoU sesama penegakan hukum yaitu Kejagung, Polri dan KPK RI.

"Jadi inspektorat Inhu juga melaporkan ke KPK jadi kami sinergi, makanya kami lakukan koordinasi saling support. Data yang yang kami miliki dan KPK saling support. Kami support data yang diperoleh oleh KPK ke penyidik Direktorat Penyidikan Jampidsus," imbuhnya.

Saat ditanya apakah akan ada tersangka baru dari pihak luar, mengingat kasus tersebut berjalan sudah cukup lama dan tanpa perantara, pihaknya tidak menutup kemungkinan akan ada, namun sejauh ini belum ada bukti yang mengarah ke sana terlebih pengungkapan perkara tersebut masih baru.

"Tentu masih pendalaman, sementara ini penyidik baru melakukan penyelidikan tiga hari. Tergantung alat bukti lah nanti (tersangka baru, red). Ini kan masih baru, saat ini belum," ujarnya.

Sebelumnya juga telah KPK melakukan klarifikasi ke 63 Kepala SMP Negeri Kabupaten Inhu tersebut. Proses permintan keterangan dilakukan penyidik lembaga antirasuh di hotel yang berada di Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru. Klarifikasi ini berlangsung selama tiga hari, Selasa-Kamis (11-13/8) lalu.

Selain itu, KPK juga telah menyita sejumlah barang bukti. Di antaranya dua unit handphone milik kepala sekolah yang telah digandakan serta tas yang digunakan untuk menyerahkan uang kepada oknum jaksa. Pada pemeriksaan selama tiga hari itu, tidak ada pejabat eselon II yang dimintai keterangan seperti Kadisdik, Kepala Inspektorat. Karena, pemeriksaan ini khusus untuk kepala sekolah.

Tidak Ikut Upacara HUT RI
Informasi penahanan tiga jaksa di lingkungan Kejari Inhu yang ditetapkan Kejagung RI sebagai tersangka atas kasus dugaan pemerasan terhadap 63 kepala SMP di Kabupaten Indragiri Hulu ini telah beredar sejak Sabtu (15/8) lalu. Namun belum ada pihak yang mau memberikan statemen resmi baik dari Kejari Inhu, Kejati Riau hingga Kejagung, hingga konferensi pers kemarin sore. Namun memang, sejak merebaknya kabar tersebut, Kejari Inhu tidak berada di Rengat bahkan tidak ikut upacara peringatan HUT Ke-75 RI di Kabupaten Inhu yang dihadiri seluruh unsur pimpinan daerah (forkompimda).

Pantauan Riau Pos di Rengat, Inhu, pada upacara peringatan HUT Ke-75 RI, ketidakhadiran pimpinan korps Adhiyaksa sempat menjadi tanya tanya banyak pihak. Terlebih sejak Sabtu (15/8) lalu, memang telah beredar kabar adanya babak baru dari kasus dugaan pemerasan oleh oknum jaksa di Inhu terhadap para kepala SMPN di Kabupaten Inhu.

Usai upacara kemarin, ketika ketidakhadiran perwakilan Kejari Inhu ini ditanyakan ke Kantor Kejari Inhu di Jalan Lintas Timur Kelurahan Pematang Reba Kecamatan Rengat Barat, belum ada pihak yang bisa dikonfirmasi. Namun undangan untuk mengikuti upacara HUT RI telah disampaikan ke Kantor Kejari Inhu.

Kemudian informasi yang diperoleh di Kantor Kejari Inhu juga belum ada pejabat pengganti Kajari Inhu.

"Informasinya bakal ada Plt dari Kejati Riau sebagai pengganti Kajari Inhu," ujar sumber di Kantor Kejari Inhu yang tak mau namanya disebut sehari sebelum penetapan tersangka resmi.

Sebelumnya, sejak Sabtu (15/8) lalu, Riau Pos memperoleh informasi terkait status tersangka dan penahanan tersebut. Informasi itu berawal dari penyerahan jaksa dari Kejati Riau, Jumat (14/8), ke bagian Jamwas Kejaksaan Agung di gedung Kejagung, Jakarta. Ada enam jaksa yang dilakukan pemeriksaan. Yang tiga lagi adalah Kasi Datun Kejari Inhu BP, Kasi Intel Kejari Inhu yang saat ini sebagai Kasi Intel Kejari Majalengka BDS, dan Kasi Pengelolaan Barang Bukti dan Rampasan Kejari Inhu (saat ini sebagai Kasi Datun Kejari Ciamis) AS.

Setelah menerima laporan dan keterangan dari Kejati Riau, malam itu keenamnya diperiksa sebagai saksi. Hasil pemeriksaan, Kejagung menyimpulkan memiliki alasan yang cukup untuk menetapkan status tersangka kepada tiga orang seperti kabar yang beredar. Selanjutnya juga dikabarkan pada Sabtu (15/8) sekitar pukul 04.30, ketiganya ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung, Jakarta. Permasalahan ini akhirnya terang benderang hingga konferensi pers di Kejagung kemarin.(yus/rir/fas/kas)

Laporan: YUSNIR dan RIRI RADAM KURNIA (Jakarta dan Pekanbaru)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook