JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Kasus korupsi penyaluran dana bantuan sosial (bansos) di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menjadi pelajaran penting bagi banyak pihak. Tak terkecuali, pemerintah pusat. Jumat (27/11) dalam rapat terbatas kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi arahan agar segera dibuat pengaturan
lebih tegas atas dana yang kerap disinyalir menjadi sumber korupsi di daerah itu.
“Ini penting, sebab kasus-kasus bansos di beberapa daerah, terutama di Sumut, memang telah membuat (jalannya) pemerintahan terganggu,” kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung setelah rapat terbatas di Kantor Presiden, Jumat (27/11).
Menurut dia, arahan Presiden untuk mempertegas pengaturan dana bansos itu dilandasi semangat untuk menutup ruang abu-abu dalam penyaluran dana bansos. “Jangan memberikan kesempatan kepada kepala daerah atau institusi di bawahnya untuk mereka bisa bermain-main,” kata Pramono, mengulang arahan presiden.
Salah satu yang akan diatur adalah kewajiban pemenuhan asas akuntabilitas bahwa dana yang disalurkan harus ada laporannya. “Selama ini kan nggak seperti itu, seakan-akan dana ini diberikan dan kemudian sudah tidak ada urusan dengan pemerintah pusat. Hal-hal seperti ini yang akan diubah secara mendasar,” beber mantan Sekjen DPP PDIP tersebut.
Pramono menyadari bahwa dana bansos selama ini kerap menjadi instrumen politik kepala daerah tertentu. Modusnya, dana tersebut baru dikeluarkan menjelang pilkada. “Tidak boleh lagi seperti itu, tidak boleh jadi alat politik. Karena itu, kami akan segera buat standarisasinya,” jelasnya.
Dia kemudian mengungkap bahwa dalam rapat sempat berkembang sejumlah masukan menyangkut standarisasi penyaluran dana bansos nantinya. Misalnya, Wapres Jusuf Kalla (JK) yang kembali membuka ingatan peserta rapat tentang beberapa hal baik di pemerintahan Orde Baru. Di antaranya, menyangkut keberadaan SD-SD Inpres ataupun Masjid Pancasila yang tersebar di berbagai daerah dan masih terjaga dengan baik sampai sekarang.
“Inilah nanti pentingnya ada standarisasi, selain supaya tidak menjadi ruang bermain politik, juga tidak menjebak mereka (kepala daerah, red) sehingga terkena kasus seperti yang terjadi di beberapa daerah,” imbuh Pramono.(dyn/agm/jpg)