JAKARTA(RIAUPOS.CO)– Tersangka dugaan suap proses pergantian antarwaktu (PAW) Fraksi PDI Perjuangan, Harun Masiku hampir dua bulan atau 47 hari menjadi buronan KPK. Namun hingga kini, mantan Caleg PDIP itu belum ditemukan tempat persembunyiannya.
Peneliti Pusat Studi Kontitusi (Pusako) Universitas Andalas Charles Simabura menilai, pimpinan KPK jilid V tidak mempunyai sikap tegas terhadap koruptor. Terlebih, kasus yang menjerat Harun Masiku menyinggung partai penguasa republik ini.
“Bukan KPK (yang lemah), tapi pimpinan KPK. Pimpinan KPK yang lemah,” kata Charles kepada JawaPos.com, Selasa (25/2).
Charles memandang adanya kemungkinan Harun Masiku disembunyikan merupakan sebuah kecurigaan yang besar. Terlebih belakangan KPK diketahui gagal menggeledah kantor DPP PDI Perjuangan.
“Kalau melihat dimensi kasusnya, kemungkinan disembunyikan sangat besar, ini kan untuk melokalisir kasus hanya berhenti di komisioner KPU,” ucap Charles.
Bahkan Charles menyebut, ada indikasi Harun sengaja untuk didesain agar tidak ditemukan. Terlebih pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri melontarkan pernyataan aneh soal belum ditemukannya Harun Masiku. Ali menyebut kalau Harun tidak menggunakan handphone dan media sosial selama buron.
“Apalagi keterangan jubir aneh juga alasannya sangat tidak masuk akal, medsos kok jadi instrumen utama mencari DPO,” sesal Charles.
Sebelumnya, Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri menyampaikan, alasan sulitnya menemukan Harun karena dia duga tidak menggunakan alat komunikasi selama bersembunyi. Hal itu salah satu penyebab belum juga tertangkapnya Harun Masiku.
“Jika seseorang menggunakan handphone itu sangat mudah sekali (dilacak), atau menggunakan media sosial, mudah sekali, faktanya kan tidak seperti itu,” kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (19/2) malam.
Kendati demikian, juru bicara KPK berlatar belakang Jaksa ini menyebut, KPK terus berupaya mencari keberadaan Harun dengan meminta bantuan Polri. KPK akan coba mendatangi titik titik yang diduga menjadi tempat persembunyian Harun.
Harun diduga merupakan salah satu kunci terkait perkara yang diduga melibatkan petinggi PDIP. Penyidik lembaga antirasuah hingga kini masih mendalami asal-usul uang Rp 400 juta yang diberikan untuk mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan melalui sejumlah perantara.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka yakni Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina selaku mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Harun Masiku selaku caleg DPR RI fraksi PDIP dan Saeful.
KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total Rp 900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.
Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani Tio yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a atau Pasal 12 Ayat (1) huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Sementara itu, Harun Masiku dan Saeful sebagai tersangka pemberi suap disangkakan melanggar pasal pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Editor : Deslina
Sumber: Jawapos.com