Meski begitu, jika terbukti Jessica memang tersangka, Nalini memastikan seorang psikopat yang terlibat kasus kejahatan tidak akan lepas dari jerat hukum. Sebab, psikopat merupakan jenis gangguan kepribadian yang tetap bisa dipidanakan. Pelaku dianggap sadar saat melakukan tindakan kejahatan. ”Psikopat bukan jenis gangguan yang lepas dari sanksi hukum,” tegasnya.
Sementara itu, Psikiater Forensik Natalia Widiasih Raharjanti menolak memberikan keterangan terkait sosok Jesica. Menurutnya, dia tidak bisa menentukan apakah Jessica sendiri mempunyai gangguan kepribadian neurotik tanpa memeriksa langsung. Pasalnya, kesimpulan diagnosis berasal dari berbagai pemeriksaan psikologis dan analisa medis yang objektif.
’’Saya tidak bisa menuduh seseorang punya masalah psikologis hanya dengan pengamatan saja. Kalau mau tanya soal diagnosa lebih baik tanya ke psikiater forensik yang memeriksa secara langsung,’’ ujarnya.
Terkait kemungkinan tersangka yang menghindari evaluasi penyelidikan seperti lie detector, Natalias tak menampik. Menurutnya, setiap proses penyelidikan mempunyai pitfall atau hasil tes yang tak ternyata salah. Hasil tersebut bisa berubah false positif atau false negatif. False positif merupakan kondisi dimana hasil menyatakan terdapat gangguan mental padahal nyatanya tidak. Sedangkan, fasle negatif merupakan hasil sebaliknya.
Hal tersebut juga dikonfirmasi oleh Psikolog Klinis Kasandra Putranto. Menurutnya, tes-tes psikologis seperti lie detector masih mengandung kotroversi dalam penggunaannya. Pasalnya, berdasarkan penelitian, ada segolongan profil yang mampu mengendalikan emosi dan memanipulasi alat tersebut.
Namun, dia mengaku bahwa proses psikiatri forensik tak hanya bergantung pada satu dua proses saja. Menurutnya, dunia forensik saat ini terdiri dari berbagai bidang studi. Mulai dari otopsi fisik, kimia forensik, IT forensik, sampai forensik psikologis yang juga dikenal sebagai criminal profiling.
’’Yang perlu dilakukan hanya mencari hubungan setiap bukti yang ada dengan forensik tersebut. Dan itu sudah cukup menjadi alat bukti. Metode pengakuan sendiri sudah lama jarang tidak dilakukan oleh kepolisian,’’ terangnya.
Dia juga tak menampik, beban mental seseorang yang ditetapkan pasti tinggi. Mulai dari menerima surat panggilan pun pasti menghasilkan dampak mental. Namun, ada juga orang-orang dengan kualifikasi tertentu yang menjadi pengecualian. Namun, dia menegaskan bahwa hal itu belum bisa menjadi diagnosis psikologis.
Jessica Resmi Tersangka
Usai sudah teka-teki siapa yang menjadi pelaku pembunuhan Wayan Mirna Salihin, yang tewas usai minum kopi di Kafe Olivier, Grand Indonesia. Misteri pembunuhan itu terjawab sudah dengan ditangkapnya Jessica Kumala Wongso yang merupakan teman ngopi Mirna.
“Ya, Jessica telah kami tangkap di sebuah hotel di Jakarta,” kata Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombes Pol M Iqbal.
Saat ditanya soal status Jessica, Iqbal pun menjawab, ”tidak mungkin ditangkap kalau tidak tersangka.” Jessica yang merupakan teman Mirna yang sama-sama menempuh kuliah di Billy Blue Collage og Design Australia.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan Jessica ditangkap di Hotel Neo Mangga Dua Square sekitar puul 07.43 WIB.
Seperti diketahui, Jessica adalah orang yang kali pertama memesan kopi untuk Mirna dan Hani di Kafe Olivier. Namun, tak baru sekali menenggak kopi, Mirna pun kejang-kejang dan tewas.