JAKARTA (RIAUPOS.CO) -- Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy alias Rommy menyatakan, jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat fakta imajiner dalam kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) yang menjeratnya.
Menurutnya, JPU membangun fakta imajiner yang memerintahkan mantan Menag Lukman Hakim Saifuddin untuk meloloskan Haris Hasanuddin menjadi Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur.
"Penuntut umum menciptakan fakta imajiner, bahwa saya memerintahkan Lukman Saifuddin untuk meloloskan Haris dalam seleksi administrasi pada Desember 2018," kata Rommy membacakan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (13/1).
Mantan anggota DPR RI periode 2014-2019 menyebut, fakta itu dibangun dari pesan aplikasi WhatsApp kepada Haris. Menurutnya pesan itu berbunyi ‘harus langsung B1’. Dia mengklaim, sepanjang persidangan, penuntut umum tidak mampu membuktikan, bagaimana cara Rommya memerintahkan Lukman.
"Sementara kesaksian Lukman Saifuddin, Nurkholis Setiawan dan Ahmadi, maupun seluruh bukti di persidangan tidak ada satu pun yang menyatakan atau menunjukkan saya memerintahkan mereka," sesal Rommy.
Selain itu, Rommy pun menyesalkan JPU KPK yang juga menciptakan fakta imajiner terkait pertemuannya dengan Muafaq di hotel Aston, Bojonegoro pada 16 Januari 2019 setelah ditelepon oleh Haris Hasanudin. Dia pun mengklaim, dalam kesaksian Muafaq tidak ada pertemuan khusus dengan dirinya.
"Lantas mengapa fakta persidangan ini tidak dirujuk penuntut umum? Yang jadi rujukan itu apa? Apa ini namanya kalau bukan copy-paste dari dakwaan?," jelas Rommy.
Sebelumnya, Rommy dituntut empat tahun penjara oleh Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jaksa menilai, Rommy terbukti menerima suap dari mantan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur, Haris Hasanudin.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp 250 juta, subsider lima bulan kurungan," kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto membacakan surat tuntutan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (6/1).