Kejari Pekanbaru Pertimbangkan Polisikan Akhmad Mujahidin

Hukum | Senin, 09 Januari 2023 - 19:00 WIB

Kejari Pekanbaru Pertimbangkan Polisikan Akhmad Mujahidin
Kasi Pidsus Kejari Pekanbaru Agung Irawan memberikan keterangan pers, Senin (9/1/2023). (M ALI NURMAN/RIAUPOS.CO)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Langkah hukum akan dipertimbangkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru. Ini merespons tudingan eks Rektor UIN Suska Riau Akhmad Mujahidin yang menyebut memberikan uang ratusan juta pada jaksa penuntut umum (JPU) untuk lepas dari perkara.

Kepala Seksi (Kasi) Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Pekanbaru Agung Irawan, Senin (9/1/2023) dalam keterangan pers yang disampaikannya, membantah tudingan yang dilayangkan Akhmad Mujahidin.


"Terkait adanya pemberitaan adanya dugaan penerimaan salah satu oknum jaksa di Pidsus dalam perkara yang sedang berjalan AM. Kami tegaskan di sini bahwasanya pihak Pidsus Kejari Pekanbaru tidak pernah menerima suatu apa pun dari terdakwa atau penasihatnya," tegas dia.

Disampaikannya, hal tersebut juga ditegaskan oleh pihak yang ternyata menerima sesuatu uang dari terdakwa Akhmad Mujahidin.

"Kami sudah ada video dari orang yang menerima saudara SP. Ternyata dialah yang menerima uang dari terdakwa AM yang katanya digunakan untuk perkara ini," imbuhnya.

Menyikapi tuduhan tersebut, kini pihaknya, kata Agung, tak menutup kemungkinan untuk mengambil langkah hukum.

"Langkah selanjutnya akan mempelajari dulu, kemudian kami akan laporkan kepada pimpinan sehingga akan ada langkah hukum pasti. Mungkin salah satunya akan melapor ke polisi," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, eks Rektor  UIN Sultan Suska Riau Akhmad Mujahidin bikin geger. Dari dalam tahanan dia menulis surat, meminta uang ratusan juta yang diklaimnya sudah diberikan ke jaksa agar dikembalikan. Uang ini disebut untuk membebaskan dirinya dari jeratan pidana. 

Akhmad Mujahidin adalah terdakwa dalam dugaan korupsi pengadaan jaringan internet di kampus yang dipimpinnya itu. Perkara diusut oleh penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru. Dia disangkakan melakukan tindak pidana korupsi yaitu melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf I Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo  Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUH Pidana.

Dalam sidang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru yang digelar Jumat (16/12/2022), JPU Dewi Sinta Dame Siahaan menuntut Akhmad Mujahidin dihukum 3 tahun penjara dan denda Rp200 juta.

Hampir sebulan pascatuntutan berlalu, Ahad (8/1/2023) malam, muncul pesan WhatsApp ke beberapa orang termasuk jurnalis dari nomor telepon seluler Akhmad Mujahidin di 081365662XXX. Isinya, dia mengaku sudah melaporkan dugaan pelanggaran kode etik jaksa.

"Mohon izin mengirimkan melalui WA karena tidak bisa keluar tahanan, mohon segera ditindaklanjuti,  laporan pelanggaran kode perilaku jaksa dan disiplin pns an. Jaksa Penuntut Umum Dewi Sinta Dame Siahaan SH MH dalam perkara NO 57/PIDSUS.TPK/2022/PN PBR dengan terdakwa Akhmad Mujahidin Bin Abidin," bunyi pesan yang dikirimkan Akhmad Mujahidin.

Dalam pesan tersebut dilampirkan berkas Pdf yang berisi tulisan tangan Akhmad Mujahidin. Isinya, dia mengaku sudah memberikan uang sebesar Rp460 juta kepada JPU Dame melalui perantara seorang bernama Samuel Pasaribu.

Surat terbuka sebanyak empat lembar, ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Riau, Supardi tertanggal 9 Januari 2023. Isi kiriman pesan singkat itu juga disertai dengan sejumlah lampiran bukti kiriman, percakapan hingga foto.

Dalam surat pertama tanggal 5 Januari 2023 dijelaskan, tim pengacara Akhmad Mujahidin, Jon Piter Marpaung, Nofriansyah dan Selfy Asmalinda bertemu dengan Samuel Pasaribu di Hotel Batiqa Pekanbaru. Dalam surat itu tertulis, Samuel Pasaribu sebagai perantara mengatakan bahwa JPU Dame telah menerima uang darinya sebesar Rp460 juta.

Sisa uang, menurut Samuel Pasaribu sebesar Rp190 digunakan keperluan pribadi pada saat Natal dan Tahun Baru. Sebesar Rp30 juta diberikan pada jaksa dan hakim. Untuk komunikasi awal Rp28 juta dan untuk biaya operasional Rp13 juta.

Pada akhir surat yang ditulis dengan huruf besar seluruhnya itu, Akhmad Mujahidin meminta uang yang diberikan lewat perantara Samuel Pasaribu kepada JPU Dewi Sinta Dame dikembalikan sebesar Rp460 juta. Karena merasa apa yang telah dia bayar tidak sesuai harapan.

''Harapan saya mohon proses persidangan saya dihentikan sampai Saudari JPU diperiksa oleh Majelis Kode Etik Kejaksaan, saya akan kooperatir jika dipanggil oleh Majelis Kode Etik Kejaksaan,'' tertulis dalam surat tersebut.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Riau Dr Supardi SH MH dikonfirmasi Riaupos.co, Senin (9/1)  menyebutkan dugaan pelanggaran tersebut sedang ditelusuri pihaknya.

"Baru turun tim ke Kejari Pekanbaru. Saya dengar juga semalam (permasalahanya, red). Kita tunggu hasilnya," kata dia.

Plt Kepala Kejari Pekanbaru Martinus Hasibuan dikonfirmasi terpisah meminta agar permasalahan ini dikonfirmasi pada Kasi Pidsus Kejari Pekanbaru.

"Konfirmasi ke Kasi Pidsus ya," kata dia.

Kasi Pidsus Kejari Pekanbaru Agung Irawan dikonfirmasi terkait tuduhan Akhmad Mujahidin membantah bahwa JPU perkara tersebut menerima uang ratusan juta dari Akhmad Mujahidin.

"Yang pasti tiu tidak benar.  Orang yang ngambil duitnya sudah ngaku. Samuel tidak ada ke (JPU, red) Dame," tegasnya.

Dia kembali memastikan bahwa tak ada aliran uang dari Akhmad Mujahidin ke JPU Dame. Ini dapat dibuktikan dari sejak perkara berjalan Akhmad Mujahidin sudah ditahan dan dalam persidangan dituntut penjara yang dinilai Agung cukup tinggi.

"Sama sekali tidak ada (penerimaan uang, red). Dia ditahan. Tuntutan kita tinggi tiga tahun. Jadi tidak ada hal yang bisa dibeli oleh dia," ujarnya.

Laporan: M Ali Nurman (Pekanbaru)

Editor: Edwar Yaman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook