Pisahkan Sel Djoko Tjandra dan Brigjen Prasetijo

Hukum | Minggu, 02 Agustus 2020 - 09:45 WIB

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Djoko Tjandra dititipkan ke Rutan Salemba cabang Bareskrim. Ini tentunya membuka potensi pertemuan dengan Brigjen Prasetijo Utomo. Kondisi itu bisa membuka peluang keduanya untuk berkomunikasi dan mengatur pengakuannya ke penyidik. Bahkan, bisa menutupi apa saja yang terjadi dalam kasus tersebut.

Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo memahami kondisi tersebut. Karena itu, kendati keduanya berada di rutan yang sama, tentunya


keduanya akan dipisahkan sehingga tidak bisa berkomunikasi untuk mengatur kasus tersebut. ”Penempatannya kita pisahkan,” terang jenderal bintang tiga tersebut.

Penyidik tentunya sangat memahami bahwa keduanya memiliki kepentingan untuk pendalaman. Maka, tidak mungkin keduanya dijadikan dalam satu sel yang sama. ”Yang pasti, untuk Djoko Tjandra setelah selesai pemeriksaan akan diserahkan ke Rutan Salemba,” paparnya.

Salah satu yang didalami terkait aliran dana Djoko Tjandra, benarkah Djoko memberikan uang kepada Brigjen Prasetijo Utomo. Dalam rangka membantunya meloloskan diri masuk ke Indonesia untuk menurus peninjauan kembali (PK). ”Inilah yang didalami,” terangnya.

Listyo berupaya kasus tersebut akan diselesaikan dalam waktu yang singkat. Karena itu Bareskrim meminta dukungan masyarakat agar penyelesaian kasus ini berjalan lebih cepat. ”Kami minta doanya agar kasus ini cepat selesai,” tuturnya.

Sementara Koordinator Masya­rakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menjelaskan bahwa tentunya penting untuk membuka gratifikasi yang diberikan Djoko Tjandra kepada oknum kepolisian tersebut. ”Apakah aliran dananya hanya ke Brigjen PU atau ada yang lainnya,” terangnya.

Hal tersebut penting dalam rangka menegaskan komitmen Kapolri Jenderal Idham Aziz dan Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo untuk membersihkan oknum-oknum nakal. ”Kan memang kapolri yang berjanji membersihkan oknum nakal ini,” tuturnya.

Karena itu, akan menjadi pertanyaan bila ada yang tidak terjawab dalam kasus tersebut. Misalnya, seperti uang yang diminta kuasa hukum Djoko Tjandra senilai Rp300 juta untuk pengurusan red notice. Apakah biaya itu hanya klaim dari pengacara atau malah justru benar-benar untuk pengurusan akibat oknum yang meminta. ”Jangan sampai prestasi dari kapolri dan kabareskrim ini tercoreng dengan ganjalan semacam itu,” paparnya.

Dalam kejadian ini tentunya bisa menjadi pengalaman berarti bagi Polri, bahwa seharusnya oknum-oknum yang sejak awal memiliki kecenderungan semacam Brigjen Prasetijo Utomo ini mendapatkan pengawasan yang lebih baik. ”Sehingga tidak meledak suatu saat,” urainya.

Mau tidak mau, perlu diakui bahwa pengawasan terhadap Brigjen Prasetijo sebagai anak buah tentunya masih terlampau lemah. Mengingat Brigjen Prasetijo bisa keluar kota tanpa sepengetahuan atasan, bahkan di saat hari kerja. ”Ini yang tentunya perlu menjadi masukan,” urainya.

Kepulangan Djoko Tjandra hingga dapat dieksekusi penahanan oleh Kejaksaan Agung diikuti dengan berbagai desakan agar aliran dananya juga diusut. Sebelumnya, aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) pernah memberi masukan agar KPK juga turun tangan jika muncul dugaan korupsi dan penyalahgunaan dana yang dilakukan Djoko.

Masukan ini disampaikan oleh Peneliti ICW Kurnia Ramadhana. “KPK harus segera berkoordinasi, baik dengan kepolisian atau kejaksaan, untuk dapat menangani dugaan tindak pidana suap yang dilakukan Djoko Tjandra,” jelas Kurnia. Selain itu, penegak hukum juga harus mengusut adanya kemungkinan obstruction of justice.

Terkait hal tersebut, KPK menyatakan kesanggupan untuk bisa terlibat mengusut tuntas aliran dana yang digelontorkan Djoko demi memuluskan pelariannya ke luar negeri beberapa waktu terakhir. “Iya benar, melalui Kedeputian Pencegahan sudah berkoordinasi dan berkomunikasi dengan Bareskrim,” jelas Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Sabtu (1/8).

Selain soal aliran dana, aktivis antikorupsi juga mendorong agar Djoko terbuka soal siapa saja nama-nama yang membantu pelariannya. Hingga saat ini, baik Polri maupun Kejaksaan Agung telah mengambil tindakan terhadap pegawainya yang diduga membantu Djoko bebas keluar-masuk Indonesia. “Polisi harus mengembangkan terkait adanya kemungkinan petinggi Korps Bhayangkara lain yang juga terlibat membantu pelarian Djoko Tjandra,” ujar Kurnia.

Polri pun bisa menjadikan Djoko tersangka untuk kasus lain terlepas dari vonis yang dijalaninya, yakni dugaan menggunakan surat palsu untuk kepentingan tertentu. Dalam hal ini, terkait penggunaan surat tugas yang membuatnya bisa pergi ke Pontianak untuk kemudian lanjut ke Malaysia.

Di Kejagung sendiri, oknum jaksa yang bersangkutan yakni Pinangki Sirna Malasari hingga kini masih dalam pemeriksaan yang statusnya dinaikkan. Untuk sementara, dia dicopot dari jabatannya sebagai Kasubbag Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan pada Jaksa Agung Muda Pembinaan (Jambin) Kejagung.(idr/deb/jpg)

 









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook