PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - A Perfect Fit merupakan film bergenre romantis di bawah arahan sutradara Hadrah Daeng Ratu yang penayangan perdananya secara global dapat dinikmati pada Kamis 15 Juli 2021.
Penulis Skenario film ini, Garin Nugroho bahkan telah melakukan riset selama proses penulisan sehingga menghasilkan skenario yang menyajikan nuansa dan budaya Bali yang sangat kental seperti logat bahasa hingga adat-istiadat yang diperlihatkan dalam beberapa adegan film.
Film A Perfect Fit yang mengisahkan tentang kehidupan seorang fashion blogger yaitu Nadya Ariana yang berperan sebagai Saski merupakan putri dari seorang penulis lontar dituntun langkahnya oleh seorang peramal dan berujung terhadap pertemuan dengan seorang pria pembuat sepatu bernama Rio yang diperankan oleh Refal Hady.
Bak kisah tentang Cinderella, pemilihan Bali sebagai lokasi syuting seolah memberikan pemaknaan adanya penggabungan antara modernisasi dan tradisional. Film ini menyorot secara dominan segala hal tentang alam dan budaya Pulau Dewata yang mampu menggambarkan Bali sebagai tempat yang penuh kemewahan namun kesederhanaan adat-istiadatnya tetap melekat.
Lantas apa saja kebudayaan Bali yang diperkenalkan oleh film A Perfect Fit, simak.
Mepantingan
Mepantingan merupakan tradisi gulat lumpur yang dalam bahasa Bali memiliki arti saling membanting. Tradisi ini dilakukan di dalam lumpur dan peserta bertanding satu lawan satu dengan cara membanting lawan. Bukan tanpa tujuan, Mepantingan bertujuan untuk meredakan aksi kekerasan yang terjadi di Bali. Karena saat Tradisi Mepantigan ini digelar para pemain diajarkan untuk merasa belas kasihan serta memiliki rasa hormat terhadap lawan mereka. Tradisi Mepantigan ini dapat diperankan oleh penduduk setempat ataupun wisatawan asing maupun lokal yang ingin berpartisipasi untuk memeriahkan tradisi ini.
Melukat
Melukat berasal dari kata “lukat” yang memilki arti melepaskan. Melukat merupakan tradisi spritual yang dilakukan oleh umat Hindu di Bali yang bertujuan untuk membersihkan diri atau melepaskan diri dari hal-hal yang negatif dengan menggunakan air suci.
Pawukon Bali
Kalender tradisional Pakuwon memiliki banyak kegunaan, di antaranya sebagai pedoman untuk menentukan hari-hari suci umat Hindu, menentukan hari baik dan hari buruk, menjabarkan watak-watak manusia berdasarkan hari lahirnya, dan sebagainya. Pawukon tidak hanya memberi gambaran secara umum kondisi fisik, karakter, atau watak seseorang, tetapi juga menentukan waktu dan jenis naas (pengapesan) atau pantangan yang harus dihindari seseorang, serta proyeksi nasibnya di masa datang.
Kain tenun Gringsing
Kain gringsing berasal dari kata "gring" yang berarti sakit dan "sing" yang memiliki arti tidak. Bila diartikan secara harafiah bermakna sebagai "tidak sakit” atau “terhindar dari penyakit. Oleh karena itu, kain gringsing mengandung makna sebagai penolak bala yang mampu mengusir penyakit dan menangkal hal buruk. Kain tenun gringsing ini memiliki waktu pengerjaan yang lama sekitar dua hingga lima tahun per lembar kainnya. Teknik untuk menenun kain Gringsing ini pun sangat sulit karena menggunakan teknik ikat ganda.(*)
Editor: Eka G Putra