JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Model sekaligus aktris Tamara Bleszynski tengah berseteru dengan kakak kandungnya, Ryszard Bleszynski. Tamara digugat secara wanprestasi senilai Rp34 miliar. Gugatan tersebut kini ditangani Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Perkara itu dilayangkan karena Tamara dianggap menelantarkan almarhum sang ayah Zbigniew Bleszynski. Padahal, mereka sudah membuat perjanjian pembagian biaya perawatan Zbigniew sewaktu sakit di Amerika Serikat. Ditemui di PN Jakarta Selatan, kuasa hukum Tamara, Djohansyah membantah tudingan tersebut. Dia memaparkan bahwa kliennya itu tidak pernah membuat surat perjanjian seperti yang dimaksud kubu lawan.
Menurut Djohansyah, apa yang disepakati Tamara pada saat itu merupakan sebuah pernyataan, bukan perjanjian.
”Itu surat pernyataan ya, bukan surat perjanjian atau surat kesepakatan,” tegasnya, Selasa (31/1).
Djohansyah justru meragukan keabsahan surat yang diperkarakan Ryszard. Pasalnya, dokumen tersebut dinilai disetujui Tamara dengan terpaksa. Di mana pada saat itu sang aktris masih dalam kondisi berkabung sehingga mengalami ketidakstabilan fisik maupun mental.
”Pernyataan itu dibuat Desember 2001, ayah mereka meninggal November, belum 40 hari. Jadi, (Tamara, Red) itu masih dalam tekanan karena ayahnya yang baru saja meninggal,” ungkapnya.
Di sisi lain, Djohansyah juga mempertanyakan alasan Ryszard hanya menuntut biaya tersebut dari Tamara. Padahal, Tamara merupakan anak bungsu yang pada saat itu juga masih berusia 20 tahun.
”Kenapa abang yang paling tua meminta adik paling kecil membayar setengah utang bapaknya di rumah sakit? Kenapa tidak saudara yang lain? Mereka kan berlima,” cetusnya.
Terlepas dari itu, Djohansyah menyatakan bahwa kliennya dalam kondisi baik. Tamara menanggapi permasalahan tersebut dengan santai dan tidak gegabah.
”Dia sangat tenang. Dia ikhlaskan semuanya. Pada akhirnya keadilan akan timbul. Hanya saja, kita memang harus perjuangkan,” tutur dia.
Meski begitu, pihaknya tidak akan segan menyerang balik Ryszard secara hukum juga jika mediasi di antara mereka yang berlangsung pada 8 Februari mendatang berujung buntu. Yakni berkaitan dengan permasalahan harta warisan keluarga. Sebagaimana diketahui, Tamara memang memolisikan tiga orang atas tuduhan penggelapan dana hotel milik sang ayah di kawasan Puncak, Jawa Barat. Ryszard salah satunya.
Laporan tersebut tengah ditangani Polda Jawa Barat sejak Desember 2021 dan kini dalam tahap lidik. Djohansyah bakal menggugat pembatalan atas akta-akta yang muncul dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) yang tak pernah melibatkan Tamara. Padahal, Tamara tercatat sebagai pemilik saham hotel sebanyak 20 persen.
”Bagaimana mungkin selama 19 tahun Tamara tidak hadir dalam RUPS tidak pernah diundang secara patut, ada timbul akta-akta. Itu pasti akan kami gugat karena Tamara tidak pernah menandatangani apa-apa,” beber Djohansyah.
Lalu memidanakan Ryszard atas dugaan pemalsuan tanda tangan. Sementara itu, kuasa hukum Ryszard, Susanti, membenarkan bahwa permasalahan ini merupakan buntut dari laporan Tamara tersebut. Ryszard tak terima atas tuduhan itu dan kemudian melayangkan gugatan wanprestasi terhadap Tamara.
”Awalnya klien kami tidak pernah memikirkan hal itu (biaya pengobatan, Red) lagi, tetapi karena ulah Tamara membuat laporan,” jelasnya.
Menurut Susanti, nama Tamara masih ada dalam daftar pemegang saham. Namun, Tamara disebut tidak pernah ikut andil dalam mengurus, apalagi mengembangkan, bisnis itu.
”Tamara tidak pernah peduli dengan hotel. Pernah terjadi kebakaran tahun 2005, yang handle klien kami. Anehnya, Tamara selalu meminta dividen. Ini hotel tidak untung. Dan sudah diaudit oleh akuntan publik,” papar dia.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Edwar Yaman